"Yey! Bintang punya banyak mainan baru!" Bintang berlari dan langsung naik ke atas perosotan yang ada di dalam kamar barunya. Di sebelah perosotan tersebut terdapat sebuah tenda lengkap dengan matras dan alat-alat kemping lainnya. "Yuhu!" Bintang kembali teriak sembari meluncur dari atas dengan kedua tangan terlentang. Seperti tak pernah lelah, Bintang lalu menaiki tangga yang terhubung dengan rak buku. Ada berbagai jenis buku cerita anak dan kisah para nabi tertata rapi di rak tersebut. Ketika ia mendongak ke atas, bocah itu bisa melihat gambar antariksa tiga dimensi di langit-langit ruangan berukuran 8 x 8 meter tersebut. "Kamu lihat betapa bahagianya putra kita? Coba dari dulu kamu terima lamaranku," ucap Fatan.Aina tersenyum di balik cadarnya lalu mengangguk setuju. Tak bisa dipungkiri hatinya menghangat saat ini ketika melihat buah hatinya sebahagia itu."Tapi tolong jangan dibelikan barang-barang mahal lagi. Saya nggak mau dia menjadi arogan nantinya karena semua yang dia m
Sore hari Aina duduk di balkon sembari menikmati semilir angin dengan hiasan jingga di langit. Wanita itu menatap ke bawah. Di sana terlihat sang suami tengah mengawasi Bintang yang sedang berenang sembari berbicara dengan tiga orang pria yang tadi dikenalkan padanya sebagai tukang kebun, sopir dan security.Aina bisa melihat suaminya sedang berbicara serius dengan 3 orang tersebut sembari menunjuk-nunjuk ke arah dalam rumah. Entah apa yang sedang mereka bicarakan tapi tampaknya tiga orang pekerja tersebut menyetujui apa yang dikatakan oleh majikannya."Mama, sini!" teriak Bintang dari bawah.Aina melambaikan tangannya pada Bintang sembari membuat tanda finger heart. Aina sedang tidak ingin ke mana-mana saat ini. Iya ingin menikmati coklat panas yang dibuatkan oleh bibi sembari menikmati angin sore yang begitu menyegarkan.Suara bunyi ponsel membuat Aina teralihkan dari putranya. Nomor baru yang tidak tersimpan membuat wanita itu enggan untuk mengangkat telepon terse
Fathan tidak mampu berkedip menatap wajah sang istri untuk pertama kalinya. Tidak pernah terpikir dalam benaknya kalau wanita yang ia nikahi ini adalah wanita yang begitu cantik mengingat selama ini tak pernah menampakkan wajahnya.Kebanyakan laki-laki seperti Fathan akan berpikir bahwa perempuan yang menutup wajahnya menggunakan cadar adalah wanita yang tidak cantik secara fisik. Mungkin karena malu dengan kekurangannya maka ia mengenakan cadar tersebut.Namun kini sang istri mematahkan persepsinya selama ini. Justru Aina adalah wanita yang sangat cantik. Bahkan ia tak perlu memoles wajahnya dengan menggunakan make up seperti para artis maupun model yang terlihat sangat cantik dengan menggunakan make up. Bahkan jika dia mau membandingkan antara Aina dengan Sarah jika sama-sama tidak memakai make up, Fathan bisa menilai 100% bahwa inilah yang menang.Ditatap sedemikian rupa Aina tak mampu berkata-kata. Ia menunjukkan wajahnya menyembunyikan semburat merah yang muncul karena malu. "Ka
"Kamu kenapa kenapa, Ai? Kenapa kamu terlihat ketakutan seperti itu?" Fathan merasa heran melihat istrinya yang terlihat gemetaran.Entah apa yang membuat wanita itu harus takut pada dirinya. Padahal dia tidak semua menyeramkan itu. Wajahnya tampan tubuhnya gagah atletis tidak ada tampang seperti preman sama sekali."Nggak papa," jawab Aina dengan suara bergetar."Aina, kita sudah halal jadi suami istri aku rasa Kamu tahu kan apa yang harus kita lakukan untuk menyempurnakan ibadah kita ini?" Fathan mendudukkan Aina di tepi ranjang.Sementara Aina tak bisa berbuat apa-apa kecuali hanya menurut. Gurat ketakutan tercetak jelas di wajahnya. Entah apa yang membuat Ibu satu anak itu begitu takut setiap kali suaminya memberi kode untuk melakukan kewajibannya sebagai seorang istri. "Maaf, aku belum siap," lirih Aina."Kenapa?" Sebenarnya Fathan juga tak tega mencetnya tapi dia juga perlu tahu apa yang menjadi alasan sang istri begitu ketakutan setiap kali dirinya mau menyentuhnya.Meremas j
Aina menyentuh dada kirinya yang masih berdentam-dentam. Nafasnya memburu hingga membuatnya sesak. Mengingat di luar Bintang sudah menunggu dirinya, ia gegas mengambil satu set gamis beserta kerudung dan cadarnya. Tak perlu memakai make up karena wajahnya akan ditutup menggunakan cadar. Namun sebelumnya ia sudah menggunakan skin care untuk pagi. Tak butuh waktu lama Aina menyelesaikan persiapannya. Terbukti 10 menit kemudian ia sudah keluar dari ruang ganti tersebut."Sudah siap?" tanya Fatan ketika melihat sang istri sudah keluar dari ruang ganti.Aina mengangguk lalu meraih tas slempang dan menyangklongkan di pundak sebelah kiri. Kemudia ia meraih tangan Bintang. "Semuanya sudah siap, Nak?" tanya Aina pada Bintang."Sudah, Mama!" Bintang berjalan sembari mengayunkan tangan Aina riang. "Tunggu sebentar!" Tiba-tiba Fatan menghentikan mereka.Aina menoleh ke belakang begitupun dengan Bintang. Fatan mengulurkan tangannya lalu membenahi kerudung Aina yang sedikit miring ke kanan. "Ya
"Apa?!" Fatan langsung berdiri mendengar laporan dari salah satu anak buahnya. Bahkan pria itu tak peduli para anggota rapat memusatkan perhatian padanya. Meski penasaran, tapi tak ada satu pun peserta rapat yang berani bersuara. Bahkan untuk sekadar bernafas saja mereka melakukannya dengan sangat hati-hati. Begitulah Fatan jika sedang terusik. Wajahnya mendadak berubah menjadi dingin. Berbanding terbalik dengan sikapnya tadi 0agi saat baru tiba di kantor ini. "Kamu awasi terus! Saya akan segera sampai sebentar lagi!" pungkas Fatan lalu menutup panggilan secara sepihak. "Marvel, lanjutkan rapatnya! Saya harus pergi sekarang juga! Untuk pertemuan dengan klien nanti siang tolong dicancel. Jadwalkan ulang setelah urusan saya selesai!" perintah Fatan pada sang asisten."Baik, Tuan." Meskipun hanya seorang asisten, tapi Marvel tak kalah ditakuti oleh para karyawan. Sikap tegas dan miskin ekspresi Marvel setali tiga uang dengan atasannya. Tak heran jika para karyawan bahkan dewan direk
Awalnya Fathan mau marah karena sang istri sengaja menyembunyikan pertemuannya dengan Danis. Namun ketika wanita yang telah ia nikahi ini mengatakan bahwa dia belum membeli kartu baru amarah itu seketika langsung berubah menjadi rasa bersalah. Bagaimana tidak sang istri tak bisa menghubungi dirinya disebabkan oleh kesalahannya.Kemarin secara impulsif Fathan mematahkan SIM card Aina dan membuangnya. Seharusnya dia membelikan yang baru tapi karena fokus pada perasaan yang bertumbuh begitu cepat dalam hatinya membuat ia lupa segalanya. Terlebih dua hari kemarin Fatan fokus untuk menggoda sang istri."Maaf aku lupa." Fatan nyengir sembari menggaruk tengkuknya yang nggak gatal.Aina memilih untuk diam dan tak lagi mendebat suaminya. Ia tahu suaminya marah jika dirinya berhubungan dengan Danis. Dan dia sendiri tidak ada niatan untuk berhubungan dengan lelaki itu karena sesungguhnya dia sudah tak ingin memiliki hubungan apapun lagi dengannya. "Bantuan dariku saja belum cukup untuk membesar
Setelah berdebat dengan Bintang yang memaksa ikut kedua orang tuanya, kini Fatan dan istri sudah berada di sebuah mall terbesar di kota ini. Dengan bangga Fatan menautkan tangannya di pinggang sang istri. Tatapan mata setiap pengunjung yang tertuju padanya ia abaikan. Mengingat Fatan adalah orang terkenal yang kerap wira-wiri di layar kaca, ketika dia tampil di depan umum semua orang langsung bisa mengenalinya. Namun yang menjadi pusat perhatian adalah wanita yang sedang ia gandeng. Tidak semua orang tahu kalau Fatan sudah menikah lagi karena saat pernikahan tidak ada media yang diperbolehkan meliput. Hanya tahu kalau Fatan bercerai dari Sarah saja dan soal anak yang sempat heboh. Kini masyarakat yang melihat Fatan berjalan dengan wanita bercadar akhirnya mencoba menghubungkan dengan berita yang sempat viral tentang anak yang tidak diketahui publik sebelumnya.Pasangan suami-istri itu berjalan menuju ke counter penjualan HP. Fatan ingin membelikan ponsel baru untuk sang istri karen