“Polisi sudah menemukan lokasi dimana Kenzie menelponmu. Mereka akan segera bergerak mengepung tempat itu.” Mahesa memberitahu Riana setelah ia mendapatkan informasi lebih lanjut dari kepolisian.Mata Riana langsung melebar senang.Saking senangnya, sampai berkaca-kaca. “Aku mau ikut ke sana!” Riana meminta sambil memegang tangan Mahesa. “Tidak. Sebaiknya kau tidak usah ikut. Biar polisi yang menjalankan tugasnya,” saran Mahesa dengan halus.“Aku tidak boleh ikut? Tapi kau, kau pasti akan ikut ke sana ‘kan? Kenapa kau boleh ikut, sementara aku yang ibu kandungnya sendiri, tidak?” Riana protes.Rasa tak sabar ingin segera melihat putranya, membuat Riana kalut dan mengguncangkan tangan Mahesa.“Masalahnya, kita tidak tahu penculik seperti apa yang akan dihadapi oleh polisi nanti. Kau seorang wanita, akan lebih baik jika tetap di sini dan menunggu kabar baik saja.”“Tolong, Riana. Ini demi Kenzie juga,” ucap Mahesa, memegangi kedua Pundak Riana sambil menatap bola mata wanita itu denga
Kenzie telah kembali ke pelukan Riana.Tentu saja Riana yang merasa nyaris kehilangan harapan dan semangat hidup, kini merasa hatinya kembali utuh saat dirinya bisa memeluk putranya.Aram tersenyum melihat Riana dan Kenzie yang saling melepas rindu.“Apa saja yang penculik itu lakukan padamu? Mereka menyakitimu?” tanya Riana, melepas pelukannya dan memeriksa tubuh Kenzie.Kenzie menggeleng. “Tidak Ma. Tapi mereka hampir saja mau membawaku ke suatu tempat, untungnya polisi datang bersama Papa.”Riana tersenyum sambil berderai air mata. Kembali dipeluknya tubuh mungil Kenzie dengan erat.“Terima kasih sudah mengembalikannya, Mahesa.”“Tidak perlu berterima kasih padaku. Aku pasti akan melakukannya tanpa diminta karena aku juga tidak bisa membiarkan putraku dalam bahaya,” jawab Mahesa.Riana setuju dengan ucapan lelaki itu. Sementara Aram hanya menatap dengan wajah datar. Namun tangannya mengusap kepala Kenzie yang kini sudah lepas dari pelukan ibunya.“Jadi, polisi sudah menangkap pelak
Sebuah mobil baru saja berhenti di depan kantor polisi. Kemudian seorang gadis turun dari mobil dan melangkah dengan tubuh semampainya.Dia adalah Nessie. Datang menemui Gustav karena baru saja mendengar kabar soal Gustav yang tertangkap.Kini, kedua orang itu sudah duduk saling berhadapan di ruang tunggu.“Kenapa Om bisa seceroboh itu? Harusnya Om tidak perlu bertindak apa-apa. Om hanya tinggal memerintah orang suruhan Om untuk melakukan semuanya. Sekarang, Om jadi tertangkap, ‘kan? Dan aku bingung bagaimana cara mengeluarkan Om dari sini.” Nessie memijit keningnya yang berdenyut pening.“Tapi bagaimana pun kau juga terlibat dalam kasus ini, Nessie. Ide penculikan ini memang aku yang membuatnya, tapi markasnya kau yang menyedikannya, juga kau sendiri yang menyarankan Om untuk menyuruh Si Baron yang katamu adalah seorang penculik professional. Tapi apa? Akhirnya dia dan Om malah tertangkap polisi.” Gustav mendengus sebal. Kedua tangannya terborgol di depan.Karena ada polisi yang berj
“Putus? Tapi kenapa tiba-tiba kau ingin mengakhiri hubungan kita? Apa yang sudah aku lakukan sampai kau ingin kita putus.” Nessie menggeleng, menolak permintaan Mahesa untuk mengakhiri hubungan.“Maaf, Nessie. Tapi aku pikir, kita tidak akan cocok. Kalau pun kita menikah, pernikahan kita tidak akan berjalan mulus ke depannya. Jujur, sampai detik ini aku sama sekali tidak merasakan ada sedikit saja perasaan saat dekat denganmu. Aku tidak bisa memaksa diriku untuk mencintaimu,” jelas Mahesa.Wajah Nessie telah memerah. Jelas saja Nessie tak terima diputuskan begitu saja.Selama ini Nessie telah dengan sabar menunggu Mahesa menikahinya. Lalu saat rencana pernikahan sudah ada di depan mata, tiba-tiba lelaki itu mengatakan ingin hubungan mereka berakhir saja.“Padahal aku sudah menyerahkan seluruh hatiku. Aku sangat mencintaimu melebihi apa pun. Bahkan melebihi diriku sendiri. Tapi kenapa kau sampai tega ingin hubungan kita
“A-apa yang sudah kita lakukan semalam?” Mahesa kembali menurunka selimutnya, kemudian bertanya pada Nessie yang masih menangis sesenggukan sambil meremas bagian depan bathrobe yang ia kenakan.“Nessie, jawab aku,” pinta Mahesa saat Nessie terus saja menangis.“Kita, semalam, seharusnya kita tidak melakukan itu.” Nessie menatap Mahesa, lalu kembali menangis menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.“Melakukan apa maksudmu? Jelaskan dengan benar! Tolong, jangan membuatku bingung.” Mahesa mendesak jawaban dari Nessie, meskipun sebenarnya hati kecilnya sudah menerka-nerka apa yang terjadi di antara mereka.“Kau tidak ingat sama sekali apa yang sudah kau lakukan padaku semalam?”Mahesa menggelengkan kepala. Bahkan sekeping ingatan pun tak ada di kepalanya.“Yang aku ingat, kita pulang dari restoran dan aku mengajakmu ke dalam mobilku karena aku akan mengantarmu pulang. Itu saj
Di sebuah rumah sakit, Riana berdiri di depan sebuah ruangan. Dokter telah memeriksa Aram dan memberitahukan hasil yang sangat menyedihkan pada Riana.Hingga Riana tak sanggup menahan air matanya. “Untuk saat ini, Dr. Aram butuh support dari orang-orang terdekatnya. Mungkin dia akan merasa hancur setelah mengetahui semuanya.” Begitulah ucapan dokter yang menangani Aram.Semua dokter di sana berjuang untuk kesembuhan Aram. Mereka menghormati Aram bukan hanya karena Aram juga seorang dokter di sana, tapi juga karena Aram lah pemilik dari rumah sakit itu.Kini, Riana duduk di samping ranjang Aram. Menggenggam hangat tangan kanan lelaki itu yang masih memejamkan matanya.“Kau harus kuat. Aku ada di sini bersamamu,” bisik Riana, membawa tangan itu ke bibirnya, kemudian mengecupnya dengan lembut.Pada saat yang bersamaan, mata Aram mengerjap perlahan, lalu terbuka. “Riana,” gumamnya sambil mengedarkan pandangan.Riana tersenyum melihat lelaki itu telah sadarkan diri.“Aku di sini.” Aram
Berhari-hari kemudian, Aram sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumahnya.Kenzie pun telah tahu soal apa yang menimpa Aram. Tentu saja bocah itu lagsung menangis setelah mengetahui bahwa Aram tak bisa berjalan lagi.“Tidak apa-apa, Om. Nanti kalau Om sudah terapi dan kaki Om sudah bisa jalan lagi, kita akan lomba lari.” Aram tersenyum mendengar Kenzie yang menghiburnya.Kini, mereka sedang berada di ruang keluarga yang ada di rumah Aram. Riana sibuk membantu memasak di rumah itu, kemudian menghidangkannya di atas meja makan.Setelahnya, Riana menghampiri Aram sambil memberikan secangkir teh hangat.“Hati-hati. Tehnya masih panas.”“Terima kasih, Riana.” Aram menerimanya sambil melempar senyum tipis.Riana mengangguk, tersenyum dan duduk di sofa yang ada di samping kursi roda yang Aram duduki.Perlahan Aram menyesap teh itu, kemudian ia tersenyum.“Apa pun yang dibuat oleh tanganmu selalu terasa enak,” komentar Aram. Riana tersenyum lagi. Sementara Kenzie berlari ke mobil Aram untuk
Kenzie tersenyum lebar saat mobil Mahesa berhenti di hadapannya.Mahesa menurunkan kaca mobilnya dan membalas senyum sang anak.“Sudah lama menunggu, Tuan kecil?” tanya Mahesa, bercanda.“Lumayan.”“Maaf. Tadi Papa bertemu klien dulu.”“Tidak apa-apa. Papa jadi mau ajak aku jalan-jalan ke taman kota, ‘kan?” tanya Kenzie, melebarkan senyumnya. Mahesa tertawa pelan saat bocah itu masih saja mengingat janji yang ia ucapkan.Ya! Kemarin saat Kenzi mengeluh bosan dan ingin jalan-jalan ke suatu tempat berdua saja dengan Mahesa, Mahesa pun menyanggupi dan berjanji akan mengajak bocah itu jalan-jalan sambil makan es krim di dekat air mancur.“Of course. Tidak mungkin Papa akan lupa pada janji Papa. Ayo cepat masuk ke mobil!” “Yeay! Oke Pa!” Kenzie berseru senang mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. Membuat Mahesa terkekeh sambil geleng-geleng kepala melihat tingkah anaknya.Mobil itu pun meluncur di jalan raya, terus melaju menuju tujuan mereka. Yaitu taman.Sesuai janjinya, Mahesa mem