“Jika kesabaran bernilai dari apapun, itu harus dipertahankan sampai akhir. Dan keyakinan untuk hidup akan bertahan ditengah terpaan badai terbesar sekalipun.”
----------
Nabilla berjalan menuju ke moshola sekolah untuk menunaikan sholat zuhur. Sebenarnya ia tadi ingin mengajak Jihan, tapi sahabatnya itu belum selesai mengikuti pelajaran.
Sepanjang jalan menuju mushola, senyum gadis jelita itu tidak pernah luntur, banyak siswa atau pun siswi yang menyapa dan Nabilla pun semakin melebarkan senyumnya membalas sapaan mereka. Meskipun Nabilla tergolong siswa miskin di sekolah tersebut, berkat prestasi-prestasi yang di torehkan dan kebaikan dan kelembuta hati yang dimiliki. Teman-temannya tidak pernah menganggapnya sebelah mata hingga harus di kucilkan.
Nabilla menghentikan langkahanya saat laki-laki yang tadi pagi mengganggunya, tiba-tiba menariknya menuju gudang sekolah yang sangat sepi. “Abidzar, lepas….” Nabilla berusaha melepaskan tangannya dari Abidzar. Namun, Abidzar diam dan melepaskan tangan Nabilla dengan kasar setelah ia mengunci pintu gudang.
“Kenapa kamu nggak mau bicara sama aku?” Nabilla menunduk, tangannya meremas rok panjangnya. Dia mengingat saat Abidzar bercumbu dengan kakaknya di sofa serta melihat Abidzar keluar dari kamar Linda berpelukan mesra tanpa dosa. Semenjak itu memang Nabilla menghindari laki-laki itu, ia takut Abidzar akan berbuat hal yang sama sekali Nabilla tidak inginkan dan ia takutkan. Mengingat selama ini Abidzar yang ia kenal adalah seorang yang pemaksa dan selalu menganggapnya murahan seperti ibunya.
“Nabilla.” Abidzar menyudutkan Nabilla, ia mengunci tubuh Nabilla diantara kedua tangan Nabilla yang mencengkram roknya. Hingga wajah mereka hanya berjarak satujengkal. “Aku mencintai kamu, tapi kenapa kamu selalu menghindar dan nggak mau berbicara sama aku?” Tanya Abidzar dengan tatapan tajam.
Entahlah, karena nafsu yang sudah menguasai Abidzar. Abidzar menyusuri paras jelita Nabilla dengan jemarinya, membuat Nabilla takut dengan apa yang akan dilakukan Abidzar selanjutnya. Dengan lancang jemari Abidzar mengelus bibir Nabilla yang bergetar.
Nabilla tersentak, ia menghempaskan tangan Abidzar namun dengan cepat laki-laki itu meraih kedua tangan Nabilla dan menggenggamnya erat. “Jadi pacarku.” Abidzar menatap Nabilla dengan tatapan memohon.
Nabilla menggeleng, manamungkin ia menjadi pacar Abidzar. Sedangkan dengan mata kepalanya sendiri ia melihat laki-laki itu melakukan hubungan badan dengan kakaknya. Hal itu membuktikan bahwa laki-laki di hadapanya saat ini bukan lah laki-laki baik-baik. Selain itu, sekarang di hati Nabilla ada nama seseorang yang menempati posisi spesial di sana.
Ingin sekali Nabilla berteriak memanggil nama seseorang yang selalu melindunginya. Berharap pria itu bisa datang dan membantunya dari jeratan Abidzar. Ingin sekali Nabilla berlari memeluk pria yang selalu memberikannya perlindungan, “Lepas Bidzar…..” Berontak Nabilla.
Abidzar mendekatkan dan menghimpit tubuh Nabilla semakin lekat, “Jawab aja iya.”
“Aku nggak mau.” Jawab Nabilla tegas seraya menggeleng pelan. Abidzar menggeram, Nabilla meronta saat tangan Abidzar dengan tidak tahu malunya memeluk tubuh gadis jelita itu erat.
“Jawab iya, atau aku akan membuatmu menyesal telah menolakku.” Nabilla tetap menggeleng. Dengan sekuat tenaga ia mendorong tubuh Abidzar. Namun tentu saja kekuatan gadis itu tidak sebanding dengan tubuh Abidzar yang seorang kapten basket sekolahnya.
Abidzar terkekeh sinis, ia memojokan Nabilla lagi. Dengan gerakan cepat ia menyatukan tangan Nabilla ke belakang dan mengikat dengan dasi yang ia lepaskan dari kerah bajunya. Nabilla berusaha melawan dengan menendang Abidzar, namun tentu saja usaha yang ia lakukan sia-sia, “Jadilah penurut seperti kakakmu, cukup mendesah dan bergoyanglah.” Bisik Abidzar yang membuat Nabilla semakin takut.
Nabilla memejamkan matanya, ia sangat dan teramat sangat takut jika yang ia khawatirkan akan terjadi. Ia membuka mata dan melihat seorang Abidzar yang diliputi hawa nafsu dan amarah yang membara.
Di sisi lain, Jihan dan Narendra menyusul Nabilla ke mushola. Terlihat mushola sudah sepi dan hanya ada beberapa siswa siswi yang baru melaksanakan sholat zuhur. Jihan memincingkan matanya saat ada siswi yang membawa mukena Nabilla masuk ke dalam mushola. “Eh tunggu.” Panggil Jihan memanggil siswi yang hendak masuk ke dalam mushola.
“Ada apa kak Jihan?” Tanya siswi yamg ternyata adik kelas Jihan itu.
Jihan mengamati lekat-lekat mukena itu, guna memastikan dugaanya, “Itu bukanya mukena Nabilla ya?” Tanya Jihan yang memang yakin itu mukena Nabilla karena memang mukena itu di belikan mamanya dan sama persis dengan milik Jihan.
“Ah iya.” Jawab siswi itu menunjukan mukena berwarna putih bermotifkan bung-buga. “Tadi kak Nabilla menjatuhkan ini waktu ditarik paksa sama Abidzar.” Tambah siswi itu yang langsung membuat mata Jihan membulat sempurna terkejut.
“APA..” Jihan berucap keras hingga menbuat Narendra segera menyelesaikan mengambil air wudu.
Perasaan Jihan mendadak tidak enak, bibirnya bergetar menahan marah dan menahan tangis. Ia khawatir Abidzar akan berbuat nekat kepada Nabilla, karena Jihan tahu laki-laki yang tidak hentinya mengganggu Nabilla itu sebenarnya adalah seorang bajingan, “Terus, kemana Abidzar membawa Nabilla?”
“Beb, ada apa sih?” Tanya Narendra yang melihat Jihan panik.
Jihan tidak menanggapi pertanyaan Narendra ia bahkan tidak melirik pacarnya itu. Jihan ingin segera mendengar siswi yang terlihat bingung itu memberi tahu kemana Abidzar membawa Nabilla. “Ta-tadi Abidzar membawa kak Nabilla ke sana.” Siswi itu menunjuk lorong kecil yang mengarah ke gudang sekolah.
“APA..” Narendra terkejut sementra Jihan segera berlari ke arah yang ditunjuk siswi itu.
Sementara itu, Abidzar semakin menipiskan jarak dengan Nabilla. “Aku cinta sama kamu, dan kamu jangan sok jual mahal. Jadilah seperti kakakmu yang dengan senang hati meminta kepuasan dariku.” Abidzar menarik dagu Nabilla dan hendak mendaratkan kecupan di bibir merah alami itu. Namun sebelum bibir Abidzar mendarat, sudah terlebih dulu Nabilla meludahi wajah Abidzar.
“Shitt!!” Abidzar mengumpat keras dan melonggarkan himpitan pada tubuh Nabilla kemudian membersihkan wajahnya.
“Jika kamu cinta sama aku, kamu bakal menjaga dirimu dari godaan apapun. Sedangkan kamu, dengan senang hati dan tanpa rasa berdosa mengumbar nafsumu. Dan yang aku lihat saat ini bukan cinta yang kamu miliki untuk ku, tapi nafsu. Kamu menganggapku dan memperlakukanku seperti mbak Linda.” Ucap Nabilla.
“Ya, aku akan membuat kamu seperti kakak jalang mu itu. Dan hanya untuk ku kamu menjadi seperti kakak mu.” Abidzar menyeringai, kedua tanganya terulur mengarah meremas payudara Nabilla pelan.
Abidzar mendesah pelan saat tanganya meremas dua gundukan kenyal itu, “Ahhhhhh.., betapa sempurnanya mereka.”
Sedangkan perlahan air mata Nabilla luruh saat ia dilecehkan seperti itu. Ia berontak menginjak kaki Abidzar hingga laki-laki itu menjauhkan tangannya dari payudara Nabilla. Abidzar mengaduh dan marah tentu saja, remaja yang dikuasai hawa nafsu itu melepas paksa jilbab Nabilla. Ia memepet tubuh Nabilla ke tembok hendak mencium gadis yang sudah menagis itu.
Nabilla mengelengkan kepala menghindari bibir Abidzar yang akan mencium bibirnya. Sementara tangan Abidzar tidak mau menganggur begitu saja, tangan Abidzar perlahan membuka kancing baju Nabilla. Dan Abidzar kembali meremas payudara Nabilla, Nabilla menggerakkan tubuhnya berusaha melepaskan diri dari tangan Abidzar. Saat Abidzar ingin membuka tank tops dan bra yang dikenakan Nabilla, tiba-tiba tubuh laki-laki itu di tarik paksa dari belakang.
“Bajingan, setan, iblis, anjing. Lo udah gila ya!” Dengan amarah yang memuncak, Narendra memberikan pukulan ke wajah Abidzar. Siapa pun akan marah melihat sahabatnya dilecehkan seperti itu, Narendra yang tidak pernah berucap kasar pun dengan reflek mengumpat.
Terjadilah saling pukul antara Narendra dan Abidzar, jujur ini pertama kali Narendra memukul seseorang. Dan ia akan membaut laki-laki bajingan yang berani melecehkan sahabatnya itu babak belur di tangannya.
Tubuh Nabilla luruh ke lantai, jilbab yang lepas dari kepalanya entah kemana karena memang Abidzar melemparnya asal. Tangis sendu Nabilla membuat Jihan ikut menagis, Jihan membawa tubuh Nabilla dalam pelukkanya. Jihan mengurai pelukan saat menyadari sahabat yang tidak pernah lepas dari jilbabnya itu tidak memakai jilbabnya. Jihan mengambil jilbab Nabilla yang ada di atas meja rusak dan memakaikannya.
Jihan membuka ikatan pada tangan Nabilla, ia melihat beberapa kancing baju Nabilla yang sudah terlepas karena ulah Abidzar, ia mengancingkan kembali dua kancing baju Nabilla. Tangis sendu Nabilla tidak kunjung berhenti, walaupun Abidzar belum sempat mencium Nabilla dan mengambil mahkotanya, namun sentuhan tangan Abidzar di payudaranya membuat gadis jelita itu sudah ternoda.
Kembali Jihan memeluk Nabilla, mengusap punggung yang bergetar itu guna menenagkan. Jihan melihat Abidzar yang sudah terduduk lemah karena banyaknya pukulan yang diberikan Narendra. Ia tahu saat ini Narendra sama marahnya dengan dirinya kepada Abidzar yang sudah tega melecehkan sahabat sekaligus adik kesayanganya itu.
Jihan membiarkan Nabilla menangis di dalam pelukkanya, biarlah gadis jelita itu meluapkan kesedihannya. Hari ini adalah pertama kalinya dadanya merasa sesak melihat orang yang ia sayangi menagis sendu karena harga dirinya di rendahkan oleh bajingan seprti Abidzar.
Bersambung….
“Hanya hari yang buruk, bukan kehidupan yang buruk. Remember!, Tanpa hari yang buruk hidup tidak akan menjadi lebih baik.”----------Alvaro melempar ponselnya ke dinding kamarnya, hatinya bergemuruh dadanya terasa sesak kala Narendra memberi tahu pasal Nabilla yang di lecehkan oleh Abidzar. Ponsel dengan harga selangit itu kini sudah hancur berkeping-keping, dan tentu saja ponsel itu tidak ada artinya di banding gadis jelita yang pasti saat ini sedang menangis sendu.Varo mengacak rambutnya frustasi, ingin sekali detik ini juga ia kembali ke Purwokerto memeluk gadis jelita itu dan menenagkannya. Namun mengingat mamanya yang belum mengizinkan dirinya pergi, ia jadi bingung. Terlebih sudah lama ia tidak berkumpul dengan mama dan papanya yang memang lebih sering tinggal di Bali.“Argghhh..” Varo bersiap meninju guci yang ada di kamarnya, namun sebelum ia melayangkan tinjuan. Tangannya sudah terlebih dahulu ditahan oleh
“Saat merasa rapuh dan goyah, sebuah pelukan hangat dari orang terkasih, bisa menguatkan dan meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja.”----------Jihan membawa Nabilla ke mobil Narendra, sementara Narendra sedang mengambil tas Nabilla dan sekaligus meminta izin kepada guru untuk mengantar Nabilla pulang dengan alasan sakit. Sementara Olivia yang baru saja menghampiri Nabilla dan Jihan di tempat parkir langsung menatap kedua sahabatnya, tatapannya menyelami manik mata kedua sahabatnya bergantian. Mata sahabatnya yang sembab dan memerah, ia tahu mereka pasti habis menangis.Olivia ingin bertanya, namun langsung mendapat tatapan tajam dari Jihan. Olivia pun mengurungkan keinginannya untuk bertanya, kemuadian ia menatap Nabilla yang diam dengan tatapan kosong. “Liv, tolong nanti bawain tas ku sama tas Jihan ya. Kamu entar nyusul ke rumah Nabilla.” Ujar Narendra yang baru saja datang.Olivia mengerurtkan dahi tidak menger
“ Cinta adalah perasaan yang aneh! Perasaan yang memang luar biasa. Meski abstrak, tapi punya kekuatan luar biasa untuk mengubah hidup. Cinta datang begitu saja, kita mungkin tak menyadari kehadirannya dalam hati. Tahu-tahu, hidup kita sudah dibuat jungkir balik karenanya. Hingga akhirnya, kita tak paham dengan apa yang terjadi dengan diri kita sendiri.”----------Sudah sepuluh menit Nabilla menunggu Alvaro di teras rumah Narendra. Atas desakan Jihan dan paksaan Narendra, akhirnya Nabilla meng iyakan ajakan Varo yang ingin mengajaknya jalan-jalan. Nabilla memang masih enggan untuk berangkat sekolah karena kejadian dimana Abidzar melecehkannya kemarin masih membuat dirinya sedikit takut. Sebenarnya ia ingin dirumah saja, namun Varo malah ingin mengajak jalan-jalan ke Baturaden.Menolak ajakan pria menawan itu percuma saja, karena Jihan dan Narendra memaksa dirinya untuk pergi jalan-jalan dengan tujuan agar dirinya bisa melupak
“Cinta itu sulit untuk kita pahami, terkadang ada hal-hal yang mungkin tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Tapi ingat, bahwa cinta itu tidak harus memiliki”----------Dua bulan berlalu, hari ini merupakan hari terakhir Nabilla dan teman-teman kelas dua belas mengikuti ujian kelulusan. Senyum manis terpancar dari wajah gadis jelita yang baru saja keluar dari ruang kelas. “Nabilla, kamu pasti bisa ngerjain semua soalnya ya?” Tanya teman satu kelas Nabilla yang baru saja menghampiri Nabilla.Nabilla tersenyum, “Nggak yakin sih, tapi aku mengerjakan dengan kemampuan terbaikku.” Jawab Nabilla, teman Nabilla pun ikut tersenyum. “Ya udah Bill, aku duluan ya. Semangat Billa.”Ujar siswi satu kelasnya sebelum meninggalkan Nabilla.Pasca pelecehan yang di alami Nabilla dua bulan lalau, gadis jelita itu menjadi semakin semangat untuk menjalani hidup dan menggapai cita-cita. Berkat ora
“Tidak ada yang mengerti, kadang cinta berwujud ciuman atau pelukan. Kadang cinta hanya berwujud dalam sebuah doa, dan tentu tidak banyak yang menyadarinya.”----------Setelah tidak sadarkan diri selama empat jam, Nabilla akhirnya terbangun. Matanya menyipit saat merasakan pusing di kepalanya, ia duduk mengedarkan pandangannya. Kamar yang luas dan sangat rapi yang Nabilla lihat saat ini. Nabilla mengingat-ingat apa yang terjadi sebelumnya hingga saat ini ia bisa berada di kamar mewah itu.Ia ingat, terakhir kali ia berada di pantai bersama Varo dan ia melihat bayangan yang begitu jelas menyapa ingatannya dan setelah itu ia pingsan begitu saja. Nabilla hendak turun dari ranjang kala pintu kamar di buka dan menampakkan sesosok pria menawan yang sangat tampan nan matang berjalan mendekatinya. Mata gadis jelita itu tidak berkedip sedetik pun karena saking terpesonanya dengan ketampanan Alvaro saat ini.Varo yang biasanya memakai kemeja,
“Firasat ibu terhadap anaknya itu sangat kuat, ikatan batin antara anak dan ibu itu juga sangatlah istimewa. Hubungan batin yang memang di luar logika memiliki ingatan, perasaan yang tidak bisa dihapus oleh apapun. Bahkan oleh waktu yang memisahkan selama bertahun-tahun sekalipun.” ---------- Pagi harinya Varo mengantarkan Nabilla pulang, gadis jelita itu berjalan memasuki rumahnya dengan perasaan bahagia. Walau tersirat rasa khawatir dan takut akan kehilangan cinta Alvaro ketika berjauhan. Namun ia selalu menegaskan hatinya, bahwa jika memang Varo jodohnya pasti Tuhan akan menjaga hati dan cinta Varo untuk dirinya. Nabilla memasuki kamar dan segera membereskan rumah, sekarang ia lebih santai karena ujian kelulusan sudah selesai dan tinggal menunggu hasilnya. Ia juga sudah jarang ke sekolah, maka dari itu ia akan meminta izin kepada Niken bahwa dirinya bisa masuk full time untuk day sift. Rumah Nabilla ma
“Pulang adalah kata terindah untuk mereka yang sudah berhasil menemukan jalan pulang.” ----------- Seorang pria paruh baya berjalan mendekati Nabilla,“Gadis perawan yang cantik, pasti banyak yang rela membayar mahal untuk keperawanannya.” Celetuk pria yang memutarinya sembari menelisik setiap jengkal tubuh dan wajah ayu Nabilla. “A-apa maksundnya ini, ibu?” Tanya Nabilla, ia menjadi takut setelah mendengar ucapan pria paruh baya itu. Maya tersenyum, senyum yang membuat Nabilla takut, “Nabilla, tadi kamu mau melakukan apapun untuk membayar hutang bapak kamu kan? Makannya ibu bawa kamu ke sini biar kamu bisa bantu ibu. Dan daddy Romi ini yang akan mengajari kamu kerja di sini. Upahnya besar, nanti kamu bisa hidup senang dan nggak usah capek-capek kerja. Hanya perlu goyang dan mendesah saja, kamu bakalan dapat uang banyak.” Ujar Maya disusul kekehan oleh pria paruh baya yang ada di hadapannya. Wajah Nabilla terlih
“Kamu harus percaya bahwa orangtua mampu melakukan apa saja untuk anaknya.”----------Suara azan isa sudah berkumandang, kegelisahan yang dirasakan Kanaya belum juga hilang, padahal seharusnya ia bahagia karena putrinya sudah ditemukan dan kedua putranya sedang dalam perjalanan dari bandara. Tapi, entahlah kegelisahan yang di rasakan Kanaya membuat wanita cantik itu mondar mandir tidak jelas di dalam kamarnya. Sesekali tangannya saling meremas, beberapa kali ia mengelus perutnya yang sudah membuncit sembari beristigfar.Saat ini, Kanaya tidak bisa mendeskripsikan perasaannya seperti apa. Beberapa kali ia merasakan hatinya berdesir, ia merasa akan ada hal buruk yang menimpa keluarganya dan entah itu apa, Kanaya sendiri tidak tahu. Suaminya belum pulang, karena sepulang kerja tadi Dinnar langsung menuju bandara untuk menjemput kedua putranya dan mama, papanya.Sungguh Kanaya tidak sabar untuk bilang kepada suaminya perihal putrinya, dan meminta