“Sudah kukatakan pergi dari hadapanku. Dasar wanita menjijikan.” Teriaknya“Aku tidak akan pergi sebelum semua pekerjaanku selesai.” Jawab Safira tegas, menatap dalam mata suaminya itu. Berharap dia menemukan sesuatu dimata itu, agar dia lebih bisa lagi memahami laki-laki yang saat ini telah menjadi suaminya. Namun yang dia temukan hanyalah tatapan mata datar dan kebencian terhadap dirinya. Dia ingin sekali menyelami dalam mata itu, namun dia terlalu takut akan kebenaran yang akan terungkap, bahwa laki-laki itu selama-lamanya akan membencinya.“Pekerjaanmu telah selesai.” Ucap Fikri dingin. Mencoba menjauhkan diri dari Safira.“Belum, dasimu masih belum rapi. Biar saya rapikan, dan rambutmu juga terlihat berantakkan.” Ujar wanita itu lembut, dan senyumnya tak pernah lekang dari wajah ayunya.Dengan terpaksa Fikri diam seperti patung, membiarkan Safira sibuk dengan aktivitasnya, merapikan dirinya.“Jika kamu rapi, kamu terlihat lebih berwibawa.” Puji Safira dengan tulus. Tanpa mengubri
“Suruh Ob yang membersihkan mobilku.” Perintah Fikri pada security yang berdiri didepan pintu masuk kantornya.“Baiklah pak.” Jawab Security menunduk kearah Fikri.Fikri masuk keruangannya dengan wajah yang biasa dia perlihatkan kesemua karyawan-karyawan kantornya, yaitu wajah datar tanpa ekspresi. Namun hari ini adalah wajah yang paling sangar dia tunjukkan kesemua orang. Dia ingin menunjukkan bahwa dirinya sedang marah. Maka jangan dekati dia, jika tidak ingin kena semprot. Tidak ada yang berani hanya sekedar menatap, menyapa, apalagi membicarakan sosok tampan yang tidak pernah mengandeng pasangannya, sekedar memperkenalkan kepada karyawa-karyawannya. Setiba diruangannya Fikri mengamuk sejadi-jadinya, tidak ada yang berani mendekatinya, walapun hanya sekedar bertanya apakah dia baik-baik saja. Takut berakibat terbalik, malah mereka yang kena sasaran amarah Fikri.“Maaf pak, ini file-file yang bapak minta kemarin, sudah saya siapkan semua pak.” Sekretaris cantik yang bernama Azura it
“Oke, aku akan makan. “ Fikri mengangkat kedua tangannya keatas, tanda menyerah dan cepat melahap nasi goreng yang dibawa Safira. Sementara itu, tangan halus Safira dengan telaten merapikan map dan berkas-berkas yang berserakkan dimeja kerja suaminya. Melihat sang suami lahap memakan masakannya, Safira hanya tersenyum. Dihatinya sangat bahagia, suatu penghargaan buatnya hari ini, walaupun harus dengan paksaan terlebih dahulu. Safira melangkah keluar ruangan, dengan tersenyum ramah, dirinya berbicara dengan seorang laki-laki yang tengah berjalan melewatinya, dengan membawa beberapa lembar kertas ditangannya. “Maaf bang, boleh minta tolong belikan saya satu jus pepaya?.” “Boleh, non.” “Ini uangnya, kalau ada lebih, ambil saja kembaliannya. Nanti diantar langsung kedalam ya.” Ucap Safira ramah dan tersenyum kesemua orang yang ada disitu. “Iya non, terima kasih.” Segera laki-laki itu keluar kantor membelikan jus yang dimau Safira dan segera mengetuk pintu ruangan Fikri, ketika jusnya
“Baiklah, saya tidak ingin lebih lama menanggu kerjaan kalian, saya permisi dulu.” Safira langsung keluar dari kantor itu, sedangkan Fikri mengawasi pergerakkannya dari cctv di hpnya.“Darimana wanita itu mendapatkan uang sebanyak itu dan mentraktir semua karyawan?. Apasih pekerjaan wanita itu?.” Ucap Fikri berbicara sendiri.Saat pulang kerja, semua karyawan sibuk membagikan uang yang diberikan Safira tadi. Dengan bahagia mereka antri menerima uang itu.“Non tadi itu baik ya, nggak seperti bos sedikit pendiam.” Kata salah satu karyawan ketika menerima beberapa lembar uang ratusan itu.“Hus... nggak usah bicara seperti ittu, bos juga baik kok, bos terus menaikkan gaji kita setiap bulan. Terkadang cara orang memperhatikan orang-orang yang ada disekitarnya itu berbeda-beda, kita doa kan saja bos dan non tadi itu sehat-sehat selalu dan murah rezekinya. Kalau keduanya rezekinya nambah terus, kan kita juga pasti kebagian.” Ujar salah satu yang lain mengingatkan.“Iya, kita beruntung sekali
Fikri sangat geram jika Safira melakukan hal itu. Jika tidak dituruti, bisa-bisa sampai tujuh turunan pun, Safira akan menguntit dirinya dan membuatnya semakin berang. Safira cepat meraih tas kantor sang suami dan mengantarnya didalam kamar. Safira berjongkok didepan suaminya itu, dan menanggalkan kedua sepatu yang masih melekat dikedua kaki Fikri dan juga menanggalkan kedua kaos kakinya. Setelah itu, Safira juga menyuguhkan jus kesukaan sang suami, jus pepaya.“Kamu mau makan dulu apa mau mandi dulu.”“Makan saja.” Jawab Fikri singkat. Segera dengan langkah kaki yang panjang, Safira mengambil satu piring dan memasukkan nasi beserta laukknya kedalam piring. Safira kembali duduk disamping Fikri, Fikri hanya berdehem dengan keras. Memberikan kode, bahwa dirinya tidak suka Safira duduk disampingnya. Entah Safira yang terlalu polos atau pura-pura tak mengerti dengan kode itu, tetap saja Safira dengan senyum yang mengukir wajah ayunya, ingin menyuapin suaminya itu. Fikri hanya diam menata
“Kok belum turun? Ngapain lama-lama disini, panas tau. Ayo turun.” Ajak Safira kepada laki-laki itu.“Saya tidak nyaman ada dia dirumah ini dan saya tidak menyukainya.” Fikri sangat frontal dalam beberapa keadaan, apalagi jika menyangkut kenyamanan dan ketenangannya.“Kau tau aku menyukai ketenangan dan sepertinya dia itu berisik. Tolong ajari dia agar tidak mengangu ketenanganku.“Baiklah. Aku akan beritahu dia. Kamu tenang saja. Aku tau kok, kenapa kau tidak menyukai Fitri datang kesini, karena kau tidak lagi leluasa kan, mau menghukum dan marah-marah denganku. Takutnya Fitri akan mengadu kepada ayahnya yang juga menyayangiku seperti menyanyangi anaknya sendiri.” Senyum Safira terukir diwajahnya. Fikri hanya mendengus kesal.“Itu bukan urusanmu dan urus gadis kampung itu. Tidak usah sok-sok kaya dia jika berhadapan denganku. Kaya sebenarnya bukan ketika bisa membeli banyak hal yang dimau, tapi kaya itu ketika kamu bisa memanfaatkan uang itu dengan baik. Kaya itu adalah ketika dia mu
Safira baru saja pulang dari kampus, merasa sangat lelah saat sampai kos. Baru saja, dia duduk di kursi plastik di dalam kamar kos nya, sebuah ketukan membuatnya mendengus kesal. Safira segera bangkit dari duduknya dan membuka pintu. Dia mengerutkan keningnya, saat melihat pengantar paket memberikan sebuah paket padanya. Safira menatap curiga map amplop tersebut, takutnya teror lagi. Perlahan Safira membukanya, dan terlihatlah hanya berisi data-data kriminal target yang akan di tangkapnya.“Misi kali ini adalah kau harus menyamar sebagai penyanyi di sebuah acara pertunangan seorang anak dari seorang pembunuh berantai.... kau harus bisa menangkapnya, jika tidak siap-siap untuk di pecat....” jelas jendral Haikal di telepon. Safira hanya menghela napas kasar, akhir-akhir ini pak Haikal sering bersikap tidak ramah padanya.“Baik pak....”Safira meletakkan hp nya di samping meja belajarnya, dia memeluk erat boneka Doraemon dengan erat. Safira mengukir senyum saat bayang-bayang masa lalu be
“Bagaimana pendapat anda mbak, tentang terlibat nya anda dalam penangkapan pak Taqy Shafiullah? Apakah benar anda terlibat dalam penangkapan tersebut? Benarkah anda di bayar mahal oleh polisi? dan anda juga seorang mata-mata?” tanya para wartawan pada Safira saat di temui di acara bedah buku sebagai pemateri.Safira hanya tersenyum, “Itu semua tidak benar.... Saya hanya di undang untuk bernyanyi di acara tersebut.... kapan pula saya menangkap beliau? sedangkan saya sibuk bernyanyi menghibur tamu undangan hingga acara selesai.... itu hanya fitnah dari orang-orang yang tak menyukai saya, atau itu hanya pengalihan isu agar masalah inti tersebut perlahan-lahan di hilangkan dari media....” jawab Safira dengan tenang. Setelah itu dia meninggalkan gedung acara dengan menaiki motor nya.Sedangkan ke esok pagi nya, seorang pengacara dan Athailah mengajukan melaporkan Safira ke polisi atas tindakkan tidak menyenangkan, dan fitnah terhadap ayahnya.“Kami akan melaporkan beliau atas pencemaran na