Adelia turun dari taksi sambil memegang kertas hasil tes kesehatannya. Dia ingin secepat mungkin berbagi cerita tentang penyakit kanker payudara yang dideritanya ke Arga. Berharap supaya bisa cepat mendapat solusi dari suaminya itu.
"Ternyata Mas Arga sudah dirumah. Kenapa hari ini dia cepat sekali pulangnya? Jangan-jangan dia sakit," ucap pelan Adelia.
Dia memasuki halaman rumah, dan melihat mobil suaminya sudah terparkir di garasi. Tanpa pikir panjang, Adelia langsung mempercepat langkahnya karena ingin segera memberitahu Arga tentang kesedihannya, juga khawatir suaminya kenapa-kenapa.
"Kalau dia sakit, kenapa gak kasih tau? Atau dia takut aku khawatir mungkin ya?" ucapnya lagi.
Dengan cepat Adelia masuk kerumah. Arga tidak ada diruang tamu, rumah pun terlihat sepi, kosong tidak ada siapa-siapa.
"Mungkin Mas Arga di kamar, sedang istirahat. Kasihan dia pasti kelelahan karena sering lembur." ucapnya dalam hati.
Dia melanjutkan langkahnya ke lantai dua. Baru saja sampai di depan kamarnya , terdengar suara-suara aneh dari dalam kamar.
"Mas Arga sama siapa di dalam? Kenapa dia seperti bersama orang lain?" ucapnya pelan. Rasa penasaran dalam hati semakin menjadi.
Baru saja Adelia hendak meraih handel pintu, tiba - tiba suara aneh itu semakin lama semakin jelas terdengar. Itu bukan suara aneh, tapi suara erangan dan desahan manja dari seorang perempuan. Tubuh Adelia gemetaran membayangkan apa yang sedang dilakukan suaminya dengan perempuan itu, didalam sana.
"Suara itu? Mas Arga membawa perempuan ke dalam kamar kami?" gumamnya.
Dengan cepat dia membuka pintu, dan ternyata pintu tidak terkunci. Seketika mata Adelia melebar, dan kedua tangan membekap mulutnya sendiri yang terbuka lebar karena terkejut dengan pemandangan didepan matanya.
"Astaghfirullah ya Allah Mas Arga!" pekik Adelia. Sepontan dia menjatuhkan tas dan kertas hasil tes yang dia bawa itu. Bagai ada ribuan pisau yang menyayat hatinya, sakit dan perih yang luar biasa melihat apa yang sedang suaminya lakukan.
Arga yang sedang berada diatas tubuh seorang perempuan pun sangat terkejut dan tidak bisa mengelak lagi, karena Adelia sudah berdiri diambang pintu.Dia pun tak menghentikan aktivitasnya. Dia terus berpacu dengan nafsunya hingga mencapai puncak pelepasan, tanpa peduli dengan kehadiran Adelia.
Setelah kedua orang itu sama-sama mencapai puncak kepuasan, barulah Arga turun dari ranjang dan mendekati Adelia, dengan hanya memakai kolor.
Adelia masih terpaku di ambang pintu, saat Arga datang mendekatinya, "Del, kamu sudah pulang? Bukannya kamu bilang mau pulang lambat?" tanya laki-laki itu seolah tanpa dosa, sambil mengangkat tangannya hendak memegang tangan istrinya.
Adelia yang tersadar dari rasa terkejutnya refleks langsung menampar pipi Arga. "Kurang ajar kamu Mas, beraninya membawa perempuan lain ke kamar kita. Dasar gak ada otak! Berani sekali tiduri perempuan lain di kamarku!" bentak Adelia
Arga tak membalas tamparan istrinya itu, dia meraih kedua tangan Adelia, tapi wanita itu cepat menghindar sehingga laki-laki itu hanya meraih tempat kosong.
"Del, kita bicarakan ini baik-baik ya. Aku bisa jelaskan semuanya," ucap Arga
Adelia segera menepis tangan Arga. "Jangan sentuh aku lagi dengan tangan kotor mu itu! Gak nyangka sama sekali, ternyata kamu seorang bajingan! Tega kamu khianati aku kayak gini! Apa salahku Mas? sampai kamu tega melakukan ini padaku!" jerit Adelia.
Adelia kemudian masuk ke dalam kamar dan mendekati perempuan yang ada di tempat tidurnya itu. Ditariknya selimut yang di gunakan untuk menutupi tubuh perempuan itu, dan plak plak. Adelia pun menampar perempuan itu dua kali.
"Apa tidak ada laki-laki lain yang belum beristri hah! Sampai-sampai kamu mau menyerahkan tubuhmu pada laki-laki beristri! Apa sebegitu tidak lakunya kamu? Sampai harus menggunakan tubuhmu untuk memikat suami orang!" teriak Adelia emosi.
Plak plak plak, Adelia kembali menampar perempuan itu tiga kali.
"Awh sakit!" pekik perempuan itu.
"Baru ditampar segitu saja sudah merintih kesakitan, tapi waktu menikmati sentuhan suamiku, kamu tidak merasakan sakit sama sekali. Dasar perempuan sampah!" murka Adelia lagi, sambil menjambak rambut perempuan itu.
"Mas sakit, tolong aku!" erang perempuan itu, meminta pertolongan Arga yang hanya terpaku menjadi penonton. Dia tidak berusaha melawan Adelia, supaya terlihat lemah di depan Arga.
Arga yang tersadar dari rasa terkejutnya, langsung menarik tubuh sang istri dan mendorongnya ke belakang. Adelia yang hilang keseimbangan pun terjatuh. Dia sangat terkejut karena suaminya lebih membela selingkuhannya dan berani bersikap kasar padanya yang merupakan istri sah.
"Mana yang sakit sayang?" tanya Arga lembut ke perempuan itu, lalu membawanya kedalam pelukan. Sementara yang ditanya hanya menangis sesenggukan sambil memegangi pipinya. Arga mengusap dengan lembut pipi itu, lalu diciumnya penuh sayang.
Adelia yang menyaksikan itu, semakin tersulut emosi. Dia bangkit terus langsung menarik perempuan itu dari pelukan Arga dan langsung mendorongnya keluar kamar, " Pergi kamu dari sini pelacur!" geram Adelia
"Aaawww sakit!" teriak perempuan itu, saat tubuhnya terjatuh dilantai.
"Hentikan Adelia!" bentak Arga seraya membantu perempuan itu berdiri.
Sejenak Adelia terpaku dengan bentakan Arga, karena selama mereka berumah tangga, baru kali ini suaminya itu membentaknya.
"Mas, kamu berani bentak aku?" dengus Adelia yang semakin emosi.
"Ya, jangan kamu pikir aku tidak berani sama kamu Del! Dengar baik-baik, mulai sekarang Indah akan tinggal disini bersama kita! Dia akan menempati kamar ini bersamaku, silahkan pindahkan barang-barang mu ke kamar lain. Kamar ini, Sekarang menjadi milik kami, bukan lagi kamar kita. Kamu tidak berhak lagi memasukinya!" tekan Arga
Adelia membeku mendengar ucapan suaminya. Kepalanya tiba-tiba pusing, dan matanya berkunang-kunang. Dengan cepat dia berpegangan ke dinding, dan melorotkan tubuhnya ke lantai.
Dunianya terasa hancur, dadanya terasa sesak, badannya lemas bagai tanpa tulang. Sulit untuk dipercaya kalau laki-laki yang dia pikir sangat menyayangi dan selalu berlaku lemah lembut padanya, ternyata dia tak lebih dari seorang bajingan berkedok suami.
"Kamu sangat kejam Mas! Kenapa perlakukan aku seperti ini? Kamu lebih memilih pelacur itu dari pada aku istrimu, orang yang sudah puluhan tahun mendampingi mu!" murka Adelia ,tanpa bisa mengontrol emosinya lagi.
"Berhenti bilang Indah pelacur Del! Dia itu istriku juga, sama seperti kamu! Cuma bedanya, Indah bisa memberiku anak sedangkan kamu mandul!" murka Arga, dan bagi Adelia, itu sangat terasa seperti sebuah ujung pisau yang mampu menyayat hati.
Adelia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Hatinya begitu sesak, kepalanya semakin terasa pusing, dan badannya terasa lemas dan gemetaran karena terlalu emosi.
"Jadi mulai sekarang, aku minta sama kamu untuk bisa perlakukan Indah dengan baik sebagai adik madumu! Bantu aku jaga dia dan janin yang sedang ada dalam kandungannya!" tekan Arga lagi
Adelia tak bergeming dari tempatnya duduk. Dipeluknya kedua lutut, serta dibenamkan wajahnya di sana. Dia menangis, mengeluarkan sesak yang begitu menghimpit dada.Pintu kamar terbuka kembali dan muncul Arga dari sana. Adelia yang baru saja ingin menoleh ke arah pintu itu, jadi terkejut karena tiba-tiba Arga melemparkan dua koper besar ke hadapannya."Itu semua barang-barang kamu yang ada di kamar ini! Silahkan bawa ke kamar lain, dan mulai saat ini, kamu tidak berhak lagi untuk masuk ke kamar ini!" bentak Arga.Adelia tidak menjawab apapun, dia hanya diam dan memandangi dua koper yang ada di hadapannya. Hatinya terlalu sakit, perasaan yang selama ini tumbuh subur untuk Arga, kini sudah berubah menjadi sayatan-sayatan luka tak kasat mata. Tidak ada sedikitpun keinginan Adelia untuk menjawab. Seketika itu juga hatinya telah mati untuk laki-laki yang ada di depannya."Del, aku akan tetap menyayangi kamu seperti sebelum-sebelumnya. Tapi aku mohon sama kamu, tolong bersikap baik ke Inda
Arga semakin kalap memukuli Adelia, bahkan sampai menendang dan menginjak punggungnya. Wanita itu hanya menggigit bibirnya, agar bisa menahan rasa sakit dan tidak mengeluarkan suara. Setelah puas menyiksa Adelia, laki-laki itu pergi meninggalkan rumah dan kembali ke rumah sakit. "Dasar wanita sialan! Bisa-bisanya dia diam saja, padahal sudah ku siksa separah itu!" dengus Arga. Dia pun membawa mobil dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit. "Allah ... ampuni semua dosaku. Tidak ada yang bisa aku minta pertolongan selain kepadaMU," bisik Adelia lemah. Susah payah Adelia berusaha bangun. Dengan langkah sempoyongan, akhirnya bisa sampai ke tempat tidur juga. Serasa remuk seluruh badan, Arga benar-benar sadis menyiksanya. Dia duduk bersandar pada headboard, kepala terasa pusing, perutnya mual, pandangan mulai kabur. Pada akhirnya, Adelia jatuh pingsan tanpa seorangpun tau. "Bangun perempuan sialan! Enak banget tidur nyenyak semalaman, setelah kamu bunuh anakku!" bentak Arga. Di
Adelia tergeletak pingsan di lantai, dan Arga sama sekali tidak peduli dengan kondisi istrinya itu. Dia pergi meninggalkan Adelia yang terbaring sendiri dalam keadaan pingsan. Entah berapa lama Adelia pingsan, hingga tiba-tiba byur! Seseorang menyiramkan air ke tubuhnya. Pelan-pelan Adelia membuka matanya, akan tetapi sebelum dia sadar sepenuhnya, tiba-tiba seseorang telah menjambak rambutnya dengan kasar. "Woy! Bangun kamu perempuan mandul!" teriak orang itu yang ternyata Indah. Dengan kasar dia menarik rambut Adelia supaya bangun. "Denger baik-baik ya perempuan bodoh! Mulai sekarang, akulah nyonya di rumah ini! Dan kamu itu cuma pantas jadi babu!" sungut Indah, seraya menghentakkan kepala Adelia hingga wanita itu terhuyung. Sakit! Itu yang Adelia rasakan. Bukan cuma fisik yang disakiti, tapi mental pun dipermainkan. Untungnya, sejak kedua orang tuanya meninggal saat dia berumur dua belas tahun, Adelia tumbuh jadi orang yang kuat dan tak mudah menyerah. "Perempuan mandul! Sana pe
Prang! Prang! Tiba-tiba jendela kamar Adelia pecah, dihantam kursi oleh Arga dan Indah. Tak lama kemudian kedua orang itu masuk lewat jendela, dan menghampiri Adelia."Bangun bangsat! Perempuan mandul tidak tau diri!" bentak Arga. Tangannya langsung bergerak meraih rambut Adelia, dan menjambak wanita itu dengan sangat kasar."Ah!" jerit Adelia yang merasakan perih karena rambutnya ditarik dengan kuat oleh Arga."Ternyata kamu masih bisa merasakan sakit juga hah! Katakan di mana surat-surat penting itu disimpan!" murka Arga.Adelia hanya mengatupkan bibir dan berusaha menahan rasa sakit agar tidak berteriak, karena semakin Adelia terlihat kesakitan, Arga dan Indah akan semakin kasar padanya."Mas, kalau cuma dibentak, dia mana mau ngasih tau kita! Pukul dong biar dia jera!" bentak Indah.Arga tidak menjawab ucapan Indah, tapi tangannya langsung bergerak menampar pipi Adelia berkali-kali sampai bibir wanita itu pecah dan berdarah. Tak puas dengan menampar, laki-laki itu mencengkram dagu
Adelia bangun dengan kondisi semua badan terasa sakit, dan tulang-tulangnya seperti remuk. Dengan sisa tenaga yang ada, dia berusaha untuk kembali mencari jalan keluar, tapi hasilnya tetap nihil. Gudang itu benar-benar tanpa jalan keluar, karena satu-satunya jalan, adalah jendela yang berteralis. Adelia terus berpikir keras, bagaimana caranya supaya bisa keluar dari tempat itu. "Allah ... gimana caranya aku bisa keluar dari sini?" gumam Adelia. Dia duduk kembali, sambil terus memikirkan cara untuk keluar. Penyiksaan yang dia alami, meninggalkan rasa sakit yang luar biasa. Bukan cuma fisik yang tersakiti, tapi luka dalam hatinya jauh lebih parah. "Bagaimana caranya aku minta tolong? Dan pada siapa?" gerutu wanita itu. Terdengar suara langkah-langkah kaki, mendekati ruangan tempatnya berada. Adelia dengan cepat bereaksi, dia celingukan mencari sesuatu, sebagai alat untuk melindungi dirinya. Langkah kaki itu semakin dekat, tapi Adelia belum juga menemukan sesuatu yang bisa digunakan.
Sang Bos, berjalan memasuki ruangan, begitu sampai di samping ranjang pasien, matanya membulat sempurna, mulutnya menganga, dan tubuhnya terpaku. "A ... Adelia? Benarkah ini Adelia?" ucap Lelaki itu, ragu. "Bos kenal wanita ini?" tanya Pak Isman. "Gimana ceritanya, Pak Isman bisa sampai bertemu dia dan menolongnya?" tanya si Bos, tanpa menjawab terlebih dahulu pertanyaan sang sopir. Pak Isman pun menceritakan semua detail kejadian, yang barusan dialami, hingga akhirnya dia memutuskan untuk membawa Adelia ke Rumah Sakit. Bosnya mendengarkan dengan seksama. "Apa Bos tau siapa wanita ini?" tanya Pak Isman, memberanikan diri, bertanya kembali. "Apa Bapak sudah lupa dengan Dia?" tanya balik Bosnya. Pas Isman yang mendapatkan pertanyaan, kembali memandang wanita malang yang ada di hadapannya. Dia me mengernyitkan alis, mencoba untuk mengingat, tapi tidak juga bisa mengingat siapa orang itu. Pak Isman, membuka mulutnya, ingin menanyakan kembali ke Bosnya, tapi suara pintu dibuka, membu
Dengan enggan Arga melangkah ke arah pintu. Tidak lama kemudian dia kembali lagi bersama Indah dan Roni."Siapa Mas?" tanya Indah."Pak RT, ngasih undangan buat pertemuan rutin lingkungan sini," jelas Arga, tanpa menunggu ditanya kembali.Indah hanya mengangguk saja, tidak menjawab kembali ucapan Arga. Sementara Roni, duduk diam sambil memperhatikan interaksi antara Arga dan Indah.Di Rumah Sakit, Syafiq duduk terpaku di samping tempat tidur pasien. Matanya menatap lekat, pada tubuh kurus yang belum juga sadarkan diri. Kedua tangannya menggenggam erat tangan kanan Adelia."Sayang, bangunlah. Kamu harus ceritakan semuanya padaku. Apa yang terjadi? Siapa yang melakukan semua ini padamu?" gumam Syafiq, pilu.Lelaki itu selalu berusaha untuk mengajak bicara Adelia, dengan harapan, wanita itu mendengar semuanya, tetapi lagi-lagi dia masih harus bersabar, karena yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan. Adelia masih terbaring lemah di ranjang Rumah Sakit, dengan mata terus terpejam.Sy
"Adeliaaaaaa ...!" teriak Syafiq, sekeras yang dia bisa.Syafiq memejamkan matanya, dan tertunduk lesu di lantai. Kedua tangannya terkepal kuat, hatinya hancur karena tidak bisa menolong orang yang sangat dicintainya itu. Untuk beberapa saat Syafiq larut dalam kesedihan, hingga dia tersadar dan langsung mengangkat kepalanya, lalu mengarahkan pandangannya ke arah Adelia terjatuh.Lelaki itu terperangah melihat pemandangan di depan matanya. Ternyata ranjang yang membawa Adelia tersangkut, dan tidak jatuh ke dasar gedung. Dengan cepat Syafiq berdiri, lalu berlari ke arah ranjang itu."Adelia, mana Adelia?" ucap gugup Syafiq, begitu melihat ranjang itu kosong.Hatinya hancur ketika tidak mendapati Adelia di ranjangnya. Dalam pikirannya, Adelia terpelanting dari ranjang, dan jatuh ke bawah. Hatinya tiba-tiba hancur, dan harapannya sirna seketika. Dengan pelan, Syafiq mendekati seorang Ibu yang ikut berkerumun disitu, dan menanyakan tentang Adelia padanya. "Pak, Bu, di mana pasien yang ter