Makin hari suasana hatinya semakin membaik. Bisa lebih menerima kenyataan dan takdir yang ia jalani sekarang. Mulai berdamai dengan diri. Juga mencoba menjadi pribadi yang lebih baik lagi dari sosoknya yang lalu.Dari perjalanan hidupnya kemarin banyak mengajarkan hal penting. Terutama Zevanya. dia wanita yang sangat dicintainya, yang sudah mengajarkan banyak hal berharga dalam hidupnya.Bagi Alejandro kehadirannya sudah lebih dari cukup. Bersamanya dia merasa utuh dan lengkap. Hingga kepergiannya menjadikan dia kehilangan separuh bagian penting dalam hidupnya.Melupakan Zevanya bukan solusi. Dia bahkan tak ingin melakukannya. Karena baginya hidupnya untuk menebus rasa bersalahnya pada Zevanya. Hidupnya ia anggap sebagai neraka tanpa Zevanya. karena itu, penyesalan ia jalani berkat rasa salah yang begitu dalam untuk Zevanya.Menyesal? Sangat. Alejandro sangat menyesal karena dia yang membuat Zevanya pergi. Ingin menyusulnya? Ingin mati supaya bisa menebus rasa dosanya? Pasti. Namun ap
Ibu muda yang baru saja melahirkan anaknya itu sekarang sedang menikmati perannya. Jam tidurnya pun mengikuti bayi kecilnya.Kapan Matt bangun saat sedang butuh ASInya, dia pun harus bangun. Jika siang dan Matt sedang tidur ia manfaatkan untuk beberes rumah. Meski ada asisten rumah tangga yang siap sedia melayaninya. Dia masih tetap bersi keras untuk mengerjakan sendiri apa yang dia bisa.Dia kembali pada rutinitas sama seperti dulu sebelum punya anak. Ketika tinggal dengan Rosa saja dia pun masih mengerjakan pekerjaan rumah bersama Rosa.Sejak Matt lahir, ASInya berlebih. Meski sudah DBF (direct breastfeeding) tapi Zevanya masih harus memompa ASInya. Sehingga jika dia sedang mengerjakan pekerjaan rumah dan Lidya yang menjaga Matt, dia akan memberikan botol untuk Matt minum ASI. Namun jika pekerjaan sudah selesai dia akan akan kembali pada DBF.Kadang saking seringnya DBF, ASI yang sudah ia simpan di freezer pun jadi tak terpakai. Jika sudah begitu, Zevanya alihkan agar masih bisa ter
Kedua pasangan suami istri itu sangat bingung. Mengapa anaknya tiba-tiba datang. Dan wajahnya juga sudah tak sesendu beberapa waktu lalu. Namun sekarang kerjaannya hanya fokus dengan ponselnya.Bukan game, chatting atau berselancar di social media lainnya. Karena saking penasarannya mereka berdua duduk mengapit Alejandro.“Kau sudah mulai sibuk dengan ponsel dan kadang senyum-senyum sendiri memangnya sedang apa sih? Apa kau sudah mulai kerja lagi?” Ronald dan Bianca kompak secara bersamaan duduk.Tanpa mendengar jawaban dari anaknya. mereka sudah tahu sebabnya dengan hanya melihat layar ponsel Alejandro dari samping.Mereka berdua saling pandang. Pandangannya pun sama, tersirat sesuatu yang hanya mereka yang tahu. Bianca memohon untuk jujur pada Alejandro. Tetapi Ronald masih teguh pada pendiriannya. Pria yang sudah berambut putih itu menggeleng pelan. Terdapat jawaban mantap yang tersirat.“Apa kau mulai suka dengan anak-anak?” tanya Ronald.Alejandro masih sibuk mengamati foto bayi
Pemilik manik coklat tua itu sudah terbiasa mengerjakan semua sendiri. Dari mulai hal terkecil sampai besar pun dia selalu melakukan sendiri selagi bisa. Lidya, Hudson dan orang yang dipekerjakan oleh orang tua Alejandro bukan tak membantu.Tetapi Karena alasan mengapa dia turun tangan sendiri. Dari banyaknya kejadian yang sudah menimpa, Zevanya makin yakin untuk menjadi kuat dan lebih mandiri. Karena entah kapan dia akan ditinggalkan, meninggalkan.Maka dari itu demi Matthew anaknya, Zevanya dengan berusaha keras agar menjadi serba bisa. Dia melengkapi sisi yang kurang. Memang tak mudah menjalankan dua peran sekaligus. Menjadi Ibu dan Ayah tak mudah. Butuh belajar tekun setiap harinya.Namun apa itu semua sudah cukup untuk menemani tumbuh kembang Matt? Zevanya memang tak pernah terpikir untuk mencari pasangan, tepatnya pengganti Alejandro. Baik dihatinya maupun untuk anaknya. Meski kadang dia ingin ada tempat untuk bersandar.“Apa jika Ale ada di sini. Kita akan merasa lengkap, Matt?
“Em … se-sebenarnya …”Pria yang ada di samping Anastasia memberikan kode dengan gelengan kepala.“Sebenarnya aku tak tahu bagaimana keadaan Alejandro, Zeva. Lian juga sudah tak pernah datang ke café lagi. Jadi aku tak bisa menanyakan perihal Alejandro. Maaf ya.” Anastasia sungguh merasa bersalah karena berbohong pada Zevanya.Karena selama bertahun-tahun mereka bersahabat tak ada satu hal kecil pun yang mereka tutup-tutupi. Namun dia terpaksa membohongi Zevanya. berkat perintah Lian, orang yang ada di dekatnya saat ini.“Ya sudah, aku harus kembali bekerja. Kau baik-baik di sana. Tunggu aku pasti akan ke sana menemuimu. Kali saja aku bisa bertemu jodohku. Mellihatmu menggendong Matt, aku jadi ingin punya anak. Asal kau tahu, ck.” Anastasia berdecak.“Okey, akan kutunggu,” ucap Zevanya.Anastasia menutup panggilan telepon dengan mata berkaca-kaca.“Kau kenapa?” tanya pria yang ada di sebelahnya.“Gara-gara kau aku berbohong pada Zeva. Sedangkan aku juga tahu bagaimana keadaan Ale di s
Pria itu terkejut saat mendengar Lian menyuruhnya masuk.“Em, tunggu,” sahut Alejandro.Pria itu melihat ke arah bocah kecil yang baru saja menabraknya itu. Namun sayang, Matt dan Mamanya sudah hilang dari pandangan. Entah tertutup oleh banyaknya kerumunan orang atau mereka sudah pergi dari sana.“Semoga kita bisa bertemu lagi, Matt,” Alejandro tersenyum mengingat bisa bertemu dan menatap wajah anak yang selama ini disukainya sedekat itu.Pria itu nanti akan minta alamat Matt saat sudah berada di hotel pada Bianca, Mamanya.“Kenapa kau senyum-senyum begitu, Bos?” tegur Lian yang smulai terbiasa dengan perubahan mood Alejandro. Kadang dia galau karena masih sering merindukan Zevanya, kadang senyum-senyum sendiri saat melihat ponselnya yang baru saja dikirimi foto tumbuh kembang bocah kecil. Dan juga kadang tiba-tiba jadi cuek dan dingin seperti kembali ke pengaturan awalnya.“Aku baru saja bertemu dengan Matt,” pria itu antusias sekali saat membahas tentang anak yang bernama Matt itu.
Untuk kali pertama sejak sekian tahun. Zevanya menapakkan kaki di London. Tempat di mana ia dilahirkan. Bukan hanya Zevanya, ini kali pertama kali bagi seorang Matthew Ricardho menapakkan kaki di sana.Zevanya melihat sekeliling. Rasanya campur aduk ketika mengingat semua yang terjadi.Hanya sebentar Zevanya, hanya seminggu. Setelah itu kau akan meninggalkan London kembali. Batinnya.“Oma! Opa!” teriak Matt yang berlari ke arah dua orang yang baru saja datang untuk menjemput mereka.Zevanya tersadar dari lamunan dan mengahmpiri mereka dengan menggeret kedua kopernya.“Biar saya yang bawa, Nyonya,” ucap Marlo dan Marco mengambil koper yang dibawa Zevanya.Zevanya tersenyum pada kedua pria bertubuh tegap, tinggi dan besar itu. “Terima kasih. Kalian benar-benar sangat mirip ya. Apa kabar?” tanya Zevanya.“Baik, Nyonya.” Jawab mereka kompak. Nampak wajah terharu dari kedua pria itu saat melihat Zevanya kemabli ke London.Bianca dan Ronald memeluk Zevanya erat. Seperti tak pernah bertemu m
Zevanya, Alejandro dan Matt BertemuNapas dua insan yang saling beradu rindu itu berhembus halus. Anginnya saling menyapa kulit satu sama lain. Buliran air mata juga saling menetesi kulit pipi mereka. telapak tangan besar pria itu memegang kedua pipi wanita yang selama ini hilang dari hidupnya.Sesapan lembut terlepas saat Zevanya menyadari apa yang baru saja mereka lakukan. Alejandro yang terngah menikmati momen itu tersentak.“Maaf,” Zevanya panik, kenapa baru sadar saat telah mereka berciuman sepanas itu. wanita itu melangkah pergi dan lari.Alejandro mengusap kasar bekas air mata dipipinya dan pergi mengejar Zevanya. “Anya, tunggu!” teriakannya saat melalui lorong universitas menggema.Zevanya masih saja tak berhenti. Sampai mobil yang terparkir, wanita itu menarik gagang pintu sampai terbuka. Lalu lekas menutup dan buru-buru pula memasang seatbelt. Mobil yang ia kendarai melaju sekencang mungkin agar tak terkejar oleh Alejandro.“Lian!” teriak Alejandro.Sepersekian detik mobil y