“Em … se-sebenarnya …”Pria yang ada di samping Anastasia memberikan kode dengan gelengan kepala.“Sebenarnya aku tak tahu bagaimana keadaan Alejandro, Zeva. Lian juga sudah tak pernah datang ke café lagi. Jadi aku tak bisa menanyakan perihal Alejandro. Maaf ya.” Anastasia sungguh merasa bersalah karena berbohong pada Zevanya.Karena selama bertahun-tahun mereka bersahabat tak ada satu hal kecil pun yang mereka tutup-tutupi. Namun dia terpaksa membohongi Zevanya. berkat perintah Lian, orang yang ada di dekatnya saat ini.“Ya sudah, aku harus kembali bekerja. Kau baik-baik di sana. Tunggu aku pasti akan ke sana menemuimu. Kali saja aku bisa bertemu jodohku. Mellihatmu menggendong Matt, aku jadi ingin punya anak. Asal kau tahu, ck.” Anastasia berdecak.“Okey, akan kutunggu,” ucap Zevanya.Anastasia menutup panggilan telepon dengan mata berkaca-kaca.“Kau kenapa?” tanya pria yang ada di sebelahnya.“Gara-gara kau aku berbohong pada Zeva. Sedangkan aku juga tahu bagaimana keadaan Ale di s
Pria itu terkejut saat mendengar Lian menyuruhnya masuk.“Em, tunggu,” sahut Alejandro.Pria itu melihat ke arah bocah kecil yang baru saja menabraknya itu. Namun sayang, Matt dan Mamanya sudah hilang dari pandangan. Entah tertutup oleh banyaknya kerumunan orang atau mereka sudah pergi dari sana.“Semoga kita bisa bertemu lagi, Matt,” Alejandro tersenyum mengingat bisa bertemu dan menatap wajah anak yang selama ini disukainya sedekat itu.Pria itu nanti akan minta alamat Matt saat sudah berada di hotel pada Bianca, Mamanya.“Kenapa kau senyum-senyum begitu, Bos?” tegur Lian yang smulai terbiasa dengan perubahan mood Alejandro. Kadang dia galau karena masih sering merindukan Zevanya, kadang senyum-senyum sendiri saat melihat ponselnya yang baru saja dikirimi foto tumbuh kembang bocah kecil. Dan juga kadang tiba-tiba jadi cuek dan dingin seperti kembali ke pengaturan awalnya.“Aku baru saja bertemu dengan Matt,” pria itu antusias sekali saat membahas tentang anak yang bernama Matt itu.
Untuk kali pertama sejak sekian tahun. Zevanya menapakkan kaki di London. Tempat di mana ia dilahirkan. Bukan hanya Zevanya, ini kali pertama kali bagi seorang Matthew Ricardho menapakkan kaki di sana.Zevanya melihat sekeliling. Rasanya campur aduk ketika mengingat semua yang terjadi.Hanya sebentar Zevanya, hanya seminggu. Setelah itu kau akan meninggalkan London kembali. Batinnya.“Oma! Opa!” teriak Matt yang berlari ke arah dua orang yang baru saja datang untuk menjemput mereka.Zevanya tersadar dari lamunan dan mengahmpiri mereka dengan menggeret kedua kopernya.“Biar saya yang bawa, Nyonya,” ucap Marlo dan Marco mengambil koper yang dibawa Zevanya.Zevanya tersenyum pada kedua pria bertubuh tegap, tinggi dan besar itu. “Terima kasih. Kalian benar-benar sangat mirip ya. Apa kabar?” tanya Zevanya.“Baik, Nyonya.” Jawab mereka kompak. Nampak wajah terharu dari kedua pria itu saat melihat Zevanya kemabli ke London.Bianca dan Ronald memeluk Zevanya erat. Seperti tak pernah bertemu m
Zevanya, Alejandro dan Matt BertemuNapas dua insan yang saling beradu rindu itu berhembus halus. Anginnya saling menyapa kulit satu sama lain. Buliran air mata juga saling menetesi kulit pipi mereka. telapak tangan besar pria itu memegang kedua pipi wanita yang selama ini hilang dari hidupnya.Sesapan lembut terlepas saat Zevanya menyadari apa yang baru saja mereka lakukan. Alejandro yang terngah menikmati momen itu tersentak.“Maaf,” Zevanya panik, kenapa baru sadar saat telah mereka berciuman sepanas itu. wanita itu melangkah pergi dan lari.Alejandro mengusap kasar bekas air mata dipipinya dan pergi mengejar Zevanya. “Anya, tunggu!” teriakannya saat melalui lorong universitas menggema.Zevanya masih saja tak berhenti. Sampai mobil yang terparkir, wanita itu menarik gagang pintu sampai terbuka. Lalu lekas menutup dan buru-buru pula memasang seatbelt. Mobil yang ia kendarai melaju sekencang mungkin agar tak terkejar oleh Alejandro.“Lian!” teriak Alejandro.Sepersekian detik mobil y
Wajah anak kecil itu begitu sumringah saat menyambut orang yang melahirkannya. Matt sedang dalam pangkuan Alejandro. mereka berdua yang dalam posisi berpelukan, merenggangkan dekapan saat tahu Zevanya masuk ke dalam ruangan.Di dalam ruangan itu ada mereka berdua. Sedangkan Lian dan Reynand sudah pulang.Seperti keluarga yang utuh, mereka bertiga berkumpul untuk pertama kalinya. Matt bisa memanggil Alejandro dengan sebutan Papa, setelah sekian lama taka da sosok Ayah dalam hidupnya.“Sayang, kemarilah,” ajak Alejandro yang masih ada di ranjang rumah sakit dengan memangku Matt.Zevanya melangkahkan kakinya pelan menghampiri dua pria yang amat dicintainya. Sampai di samping ranjang, Alejandro menarik tubuh Zevanya hingga dia terduduk tepat disamping pria itu.Ibu satu anak itu masih diam tak membuka mulutnya. Alejandro meletakkan tangannya di atas telapak tangan Zevanya lalu menggenggamnya. Pria itu mendekatkan bibirnya pada jari-jari Zevanya dan mengecup pelan.“Maafkan aku. Kau bisa m
Zevanya, Matt dan Bianca sedang menunggu di luar. Mereka menanti keempat pria yang sedang memberi penjelasan pada Alejandro. Tentang apa yang sudah terjadi.Matt yang sedang asyik bermain di taman rumah sakit. Sedangkan Zevanya dan Bianca sedang mengamati dan berbincang.“Nak, pria itu sudah menemanimu selama tak bersama dengan Ale. apa kau menaruh rasa untuknya?” tanya Bianca.“Tak perlu sungkan, jujur saja tak apa. Mama sangat mendukung semua keputusanmu. Kau berhak bahagia, Zeva. Sedangkan Matt juga butuh sosok Ayah.” ucap Bianca.Wanita yang baru saja bertemu kembali dengan orang dari masa lalunya itu bingung. Benar yang dikatakan Bianca. tak Mungkin selamanya hidupnya begini. Sekeras apapun dia berusaha untuk menjalani peran sebagai kedua orang tua untuk Matt. Pasti tak akan sesempurna bila dia menemukan sosok Ayah yang tepat untuk buah hatinya. Apalagi sekarang tumbuh kembang Matt sudah makin berkembang pesat.Pria yang selama ini menemaninya, mendukung dan membuatnya sampai ber
Zevanya melempar tangan Alejandro yang menggenggamnya. “Oke, kita akan menjadi teman selamanya.” Zevanya tersenyum.“Ya sudah. Matt dan Rey pasti menungguku,” wanita itu mengajak pulang. Dan berjalan lebih dulu lalu masuk ke dalam mobil.Alejandro melongo dengan jawaban Zevanya. ketika sadar wanita itu sudah tak lagi ada di hadapannya. “Anya! Argh! Aku salah bicara.”BRAK!Pintu mobil terteutup rapat. Di dalam sudah ada Zevanya yang sudah mengenakan seatbelt dan sudah tersenyum ketika pria itu masuk.“Ayo, nyalakan mesinnya. Aku harus pulang.”Alejandro menghadapkan tubuhnya pada Zevanya. Pria itu mengingat apa yang sudah dia katakana saat di dalam restaurant tadi. “Anya, bukan teman itu maksudku.”Wanita itu memikirkan kepalanya, wajahnya penuh tanda tanya. “Ale, tadi kau menawarkan unutk kita menjadi teman selamanya. Jelas aku mau. Ayo, cepat anar aku pulang. Reynand sudah menungguku. Kemarin kita belum sempat untuk berbicara karena kau keburu pingsan.”Alejandro mngusap rambutnya
Pria betubuh jangkung itu terdiam. Tak ada pembelaan yang bisa keluar dari mulutnya.“Jadi selama ini Zevanya tahu tentang Chloe?” batinnya.Ingin sekali teriak. Semua tak seperti yang dia inginkan. Semua tak berjalan dengan lancar. Sekarang impiannya untuk menemukan pendamping hidup lenyap sudah. Semua bayangan tentang wanita yang pernah ada dihidupnya muncul satu persatu.Bak susunan puzzle yang mengelilingi kepalanya. Kini pria yang sedang berhadapan dengan Zevanya itu menyusun puzzle satu persatu dikepalanya. Mengingat semua kejadian yang membuatnya kehilangan istri dan anaknya.“Kau memang mirip dengan Chloe, Zeva. Maafkan aku. Selama ini aku terobsesi padamu dan juga Matt. Ketika melihatmu, itu seperti melihat istriku dan Jayden, anakku. Terima kasih kau telah menyadarkanku akan hal itu. aku juga tak bisa menampik semua ucapanmu karena itu semua benar. Aku baru menyadarinya.” wajah Reynand yang tadinya merah padam kini menjadi redup.“Dia sama sepertimu, suka sekali dengan lukis