Mulut mulai terbuka menerima suapan dari pria yang telah membuat dirinya hampir saja kehilangan nyawa. Makanan yang tersaji di atas sendok berhasil dilahap habis oleh Zevanya. Sedang ia mengunyah, sentuhan lembut yang mengusap luka dibibirnya.“Maafkan aku. Aku tak bisa mengontrol emosi.” Alejandro menghela napas saat maniknya menatap lekat pada sudut bibir Zevanya yang terluka.Ia juga melihat jelas bekas kemerahan yang hampir pudar. Bekas itu melingkar di leher wanita cantik itu. Ya, luka memar bekas cekik yang dilakukan Alejandro di luar kesadarannya. Akibat dari amarah yang membabi buta.Zevanya hanya diam tak membalas tatapan yang mengarah wajahnya. Ibu hamil itu tak juga masih kecewa terhadap Alejandro. Setiap mereka bertemu hanya penyiksaan yang diterimanya. Apakah ini memang takdir hidupnya? Menjalani kehidupan dengan perlakuan keras, hina dan cacian juga sudah biasa ia dengar dari mulut buas Alejandro.“Aku sudah bilang. Aku bisa makan sendiri. Kalau kau hanya bisa menyuapi s
“Hei kenapa bengong, Zeva? Apa omonganku ada yang buat kau tersinggung?” Anastasia tak enak hati karena Zevanya diam tak menanggapi ucapannya.Entah apa yang dipikirkan Zevanya. wanita itu takut ibu hamil ini berpikiran yang tidak-tidak. Karena yang Anastasia tau ibu hamil mempunyai mood swing yangtak bisa diprediksi seperti apa.“Ee … Zeva abaikan saja omonganku yang tadi. Toh kau tahu sendiri aku asal nyeplos kalau bicara.” Anastasia berusaha mencairkan suasana agar Zevanya juga tak memikirkan hal-hal yang membuatnya kepikiran.“Oh, ya. Kau tahu? Hari ini adalah hari tersialku.” Hembusan napas kasar Anastasia sampai terdengar.Zevanya penasaran kenapa sahabatnya berubah sesebal dan semasam ini wajahnya.“Kenapa?” tanya Zevanya.“Kau tahu? Di café karyawan dan pelanggan sama-sama membuatku naik pitam. Kau tahu kan seberapa sabarnya aku? Sampai-sampai ingin rasanya merobek mulut mereka. Hah …”Zevanya masih diam menyimak dan menahan tawanya. Sudah lama mereka tak saling bertukar cerit
“Kau bisa turunkan aku sekarang. Apa segitu tak percayanya kau denganku? Aku akan menjaga anak kalian, Ale.” Zevanya yang masih dalam gendongan Alejandro akhirnya jengah.Zevanya seakan tak dipercaya oleh pria itu. Itu mengapa dia merasa kesal. Toh yang membuatnya jadi masuk rumah sakit juga karena siapa? Jika tak karena perlakuan kasar Alejandro juga dia tak akan jadi seperti ini.Kesalnya lagi Zevanya merasa seperti ini semua karena ulahnya. Harus minum obat penguat kandungan dan bedrest. Alejandro ini sangat mengganggu mood ibu hamil. Beruntung Zevanya tak sampai mengamuk padanya. Sebenarnya dia sangat ingin sekali melempari wajah Alejandro dengan batu karena saking geramnya.“Eh, jangan nanti wajahnya tak tampan lagi.” Gumam Zevanya.Alejandro yang mendengarnya pun jadi tak bisa mengalihkan pandangannya dari Zevanya. dia baru saja merebahkan tubuh wanita itu di atas ranjang.“Kau bilang apa?” sungut Alejandro.“E-eh apa?” Zevanya sok polos. “Alamak, ternyata dia dengar. Matilah ka
Koper terakhir sudah ada di depan pintu mobil. Semua barang-barang Tessa sudah siap bawa pergi.“Boleh aku memelukmu untuk yang terakhir, Ale?” wajah bengkak karena terlalu sering menangis itu membuat Alejandro menganggukkan kepalanya. Menyetujui keinginan Tessa. bukan hal yang berat jika hanya memberikan sebubah pelukan perpisahan.Mereka berpelukan beberapa saat. Tessa enggan untuk melepas. Wanita itu masih belum rela berpisah dengan Alejandro.Memang penyesalan datang di akhir. Hal ini tak pernah terpikirkan oleh Tessa. Karena sejatinya dia hanya memikirkan karir dan kesenangan semata. Yang ternyata itu hanya sementara.Beberapa hari sebelum kejadian hari ini. Hari Alejandro meminta dia untuk menandatangani berkas perceraian. Tessa merenungi semua. Andai saja dia tak seceroboh itu. Mungkin saat ini dia masih menjadi bagian dari Ricardho.Menjalin hubungan dengan James juga bukan tujuan akhirnya. Tetapi Alejandrolah tempat ia kembali pulang. karena dia merasakan cinta yang sesungguh
Matahari pagi menembus tirai yang semalam terutup rapat. Cahaya hangat itu menembus sampai pipi mulus Zevanya. Ibu hamil itu mengusap matanya lembut. Tangannya meraba tempat yang semalam milik Alejandro. Namun tak karena kosong Zevanya terpaksa harus bangun mencari Ayah dari anak yang sedang dikandungnya itu.Niatnya urung saat ingin turun dari ranjang, “Ale, kau sedang apa? Apa ada bisnis luar kota?” Zevanya masih mengusap mata.Alejandro yang melihat Kekasih hatinya bangun. Dia langsung menghentikan aktivitasnya dan menghampiri wanita yang sedang duduk di pinggir ranjang.“Kau sudah bangun rupanya.” Alejandro mengecup pipi Zevanya.“Aku menyiapkan semua keperluanmu untuk berlibur. Semalam kan kau bilang ingin liburan.” Pria berjongkok menghadap perut tambun Zevanya.Zevanya tercengang. Dia memang bilang ingin berlibur semalam, tetapi tak menyangka kalau paginya pria itu sudah menyiapkan semua keperluan untuk berangkat berlibur hari ini juga.“Ale, kau … kenapa kau langsung menurutik
“Kau suka tempatnya?” Alejandro memeluk dan mengecup kepala Zevanya.“Em, sangat suuuka sekali. Terima kasih,” Zevanya berumpu pada tangan besar yang memeluknya dari belakang.Lagi-lagi tempat yang mereka datangi adalah pantai. Karena Zevanya suka sekali dengan pantai yang menyuguhkan langit serta laut yang membaur jadi satu jenis warna, yaitu biru. Ada pula awan yang menjadi pernak-pernik. Sebagai pelengkap ada angin yang bertiup membawa dorongan pada pasir agar mengeluarkan bunyi gemersiknya.Itu semua Zevanya nikmati dalam keadaan tenang. Ia pun menghirup udara segar. Ia berharap bisa masuk membersihkan rongga paru-parunya agar bisa segar kembali.“Kenapa kau bisa tahu ke mana tempat yang ingin aku kunjungi? Padahal aku belum bilang ingin ke mana, loh.” Zevanya memiringkan kepalanya karena penasaran.Sedangkan Alejandro merengkuh pundak Zevanya sambil mengajaknya berjalan di atas pasir menyusuri sepanjang pantai. “Em, entah. Firasatku mengatakan kau ingin sekali pergi ke pantai. Ka
Malam yang mereka habiskan adalah dengan beristirahat sambil saling memeluk. Alejandro sangat menikmati perannya sebagai suami. Jika melihat status mereka dari dokumen memanglah suami istri. Pria itu memberi status jelas pada Zevanya sebagai pasagannya meski tidak ada ceremony pernikahan diantara mereka.Pun jika akan melangsungkan pernikahan, Alejandro takut jika Zevanya dan anaknya akan jadi korban dari musuh-musuhnya. Karena jika publik tahu tentang Zevanya yang sedang mengandung anaknya akan membawa bahaya untuknya.Melihat peristiwa masa lalu atas perceraiannya dengan Tessa. Alejandro sudah diwanti-wanti oleh Victor dan Lian. Tessa dan James bisa kapan saja untuk balas dendam pada mereka. Maka dari itu Alejandro sangat memprotek privasi keluarnya.Zevanya mengerjapkan mata dengan hiasan bulu mata yang lentik natural. Pria itu setiap pagi memang selalu saja bangun lebih dulu. Dia suka mengamati wajah Zevanya yang sedang tidur dalam pelukannya. Sangat cantik, itulah alasan ia menga
“Sudah siap untuk kembali ke sangkar tuan putri?” Alejandro melirik ke arah Zevanya yang terlihat sedih dan murung.Dia belum puas untuk menghirup udara bebas. Seketika harus kembali ke sangkarnya untuk menjalani masa-masa kurungan lagi.“Sayang? Kau dengar aku?” Alejandro mendekat.Zevanya mengangguk dan masih saja diam seribu bahasa. Mengerti dengan apa yang dirasakan Zevanya, pria itu memeluk erat.“Apa mungkin jika aku Tessa, kau akan memperlakukan hal yang sama? Mengurungku dan tak boleh mendapat tempat untuk bersanding denganmu di depan umum?” gumam Zevanya yang masih dalam pelukan Alejandro.Mendengar itu Alejandro terhenyak. Tak ada kalimat yang bisa dijadikan alasan untuk menjawab pertanyaan Zevanya. Lidahnya kelu, kerongkongannya tercekat, pun dadanya seperti dihantam benda keras. Namun semua itu tak bisa memberikan jawaban satu kata pun. Hanya helaan napas yang tertahan menjadi jawaban.Zevanya tak ambil panjang. Dia memaksakan untuk mengerti keadaan seperti apa yang harus