Koper terakhir sudah ada di depan pintu mobil. Semua barang-barang Tessa sudah siap bawa pergi.“Boleh aku memelukmu untuk yang terakhir, Ale?” wajah bengkak karena terlalu sering menangis itu membuat Alejandro menganggukkan kepalanya. Menyetujui keinginan Tessa. bukan hal yang berat jika hanya memberikan sebubah pelukan perpisahan.Mereka berpelukan beberapa saat. Tessa enggan untuk melepas. Wanita itu masih belum rela berpisah dengan Alejandro.Memang penyesalan datang di akhir. Hal ini tak pernah terpikirkan oleh Tessa. Karena sejatinya dia hanya memikirkan karir dan kesenangan semata. Yang ternyata itu hanya sementara.Beberapa hari sebelum kejadian hari ini. Hari Alejandro meminta dia untuk menandatangani berkas perceraian. Tessa merenungi semua. Andai saja dia tak seceroboh itu. Mungkin saat ini dia masih menjadi bagian dari Ricardho.Menjalin hubungan dengan James juga bukan tujuan akhirnya. Tetapi Alejandrolah tempat ia kembali pulang. karena dia merasakan cinta yang sesungguh
Matahari pagi menembus tirai yang semalam terutup rapat. Cahaya hangat itu menembus sampai pipi mulus Zevanya. Ibu hamil itu mengusap matanya lembut. Tangannya meraba tempat yang semalam milik Alejandro. Namun tak karena kosong Zevanya terpaksa harus bangun mencari Ayah dari anak yang sedang dikandungnya itu.Niatnya urung saat ingin turun dari ranjang, “Ale, kau sedang apa? Apa ada bisnis luar kota?” Zevanya masih mengusap mata.Alejandro yang melihat Kekasih hatinya bangun. Dia langsung menghentikan aktivitasnya dan menghampiri wanita yang sedang duduk di pinggir ranjang.“Kau sudah bangun rupanya.” Alejandro mengecup pipi Zevanya.“Aku menyiapkan semua keperluanmu untuk berlibur. Semalam kan kau bilang ingin liburan.” Pria berjongkok menghadap perut tambun Zevanya.Zevanya tercengang. Dia memang bilang ingin berlibur semalam, tetapi tak menyangka kalau paginya pria itu sudah menyiapkan semua keperluan untuk berangkat berlibur hari ini juga.“Ale, kau … kenapa kau langsung menurutik
“Kau suka tempatnya?” Alejandro memeluk dan mengecup kepala Zevanya.“Em, sangat suuuka sekali. Terima kasih,” Zevanya berumpu pada tangan besar yang memeluknya dari belakang.Lagi-lagi tempat yang mereka datangi adalah pantai. Karena Zevanya suka sekali dengan pantai yang menyuguhkan langit serta laut yang membaur jadi satu jenis warna, yaitu biru. Ada pula awan yang menjadi pernak-pernik. Sebagai pelengkap ada angin yang bertiup membawa dorongan pada pasir agar mengeluarkan bunyi gemersiknya.Itu semua Zevanya nikmati dalam keadaan tenang. Ia pun menghirup udara segar. Ia berharap bisa masuk membersihkan rongga paru-parunya agar bisa segar kembali.“Kenapa kau bisa tahu ke mana tempat yang ingin aku kunjungi? Padahal aku belum bilang ingin ke mana, loh.” Zevanya memiringkan kepalanya karena penasaran.Sedangkan Alejandro merengkuh pundak Zevanya sambil mengajaknya berjalan di atas pasir menyusuri sepanjang pantai. “Em, entah. Firasatku mengatakan kau ingin sekali pergi ke pantai. Ka
Malam yang mereka habiskan adalah dengan beristirahat sambil saling memeluk. Alejandro sangat menikmati perannya sebagai suami. Jika melihat status mereka dari dokumen memanglah suami istri. Pria itu memberi status jelas pada Zevanya sebagai pasagannya meski tidak ada ceremony pernikahan diantara mereka.Pun jika akan melangsungkan pernikahan, Alejandro takut jika Zevanya dan anaknya akan jadi korban dari musuh-musuhnya. Karena jika publik tahu tentang Zevanya yang sedang mengandung anaknya akan membawa bahaya untuknya.Melihat peristiwa masa lalu atas perceraiannya dengan Tessa. Alejandro sudah diwanti-wanti oleh Victor dan Lian. Tessa dan James bisa kapan saja untuk balas dendam pada mereka. Maka dari itu Alejandro sangat memprotek privasi keluarnya.Zevanya mengerjapkan mata dengan hiasan bulu mata yang lentik natural. Pria itu setiap pagi memang selalu saja bangun lebih dulu. Dia suka mengamati wajah Zevanya yang sedang tidur dalam pelukannya. Sangat cantik, itulah alasan ia menga
“Sudah siap untuk kembali ke sangkar tuan putri?” Alejandro melirik ke arah Zevanya yang terlihat sedih dan murung.Dia belum puas untuk menghirup udara bebas. Seketika harus kembali ke sangkarnya untuk menjalani masa-masa kurungan lagi.“Sayang? Kau dengar aku?” Alejandro mendekat.Zevanya mengangguk dan masih saja diam seribu bahasa. Mengerti dengan apa yang dirasakan Zevanya, pria itu memeluk erat.“Apa mungkin jika aku Tessa, kau akan memperlakukan hal yang sama? Mengurungku dan tak boleh mendapat tempat untuk bersanding denganmu di depan umum?” gumam Zevanya yang masih dalam pelukan Alejandro.Mendengar itu Alejandro terhenyak. Tak ada kalimat yang bisa dijadikan alasan untuk menjawab pertanyaan Zevanya. Lidahnya kelu, kerongkongannya tercekat, pun dadanya seperti dihantam benda keras. Namun semua itu tak bisa memberikan jawaban satu kata pun. Hanya helaan napas yang tertahan menjadi jawaban.Zevanya tak ambil panjang. Dia memaksakan untuk mengerti keadaan seperti apa yang harus
Hari demi hari. Minggu demi minggu sudah terlewati. Hampir sebulan wanita yang sedang mengandung itu kesepian. Zevanya merasakan perubahan yang tak lagi seperti beberapa bulan terakhir. Waktunya bersama Alejandro tak lagi seintens dulu. Jika ditanya pria itu akan menjawab sibuk karena pekerjaan.“Apa benar? Apa benar jika dia sibuk karena pekerjaan? Sedangkan aku yang mengandung anaknya juga butuh perhatian darinya. Aku tak menuntut untuk dia selalu ada di sampingku selama seharian penuh. Aku hanya ingin tahu kabarnya dan sedang apa dia sekarang. Apa itu berlebihan, Bu?” tanya Zevanya yang tak bisa membendung segala uneg-uneg yang ada dihatinya selama ini.Lidya membelai wajah putrinya. Dia paham sekali apa yang dirasakan Zevanya. Kesepian, meski ada Rosa yang menemaninya tiap saat. Juga Lidya, Bianca serta Ronald yang tiap seminggu dua kali menemuinya itu semua tidak cukup.Karena bagi Zevanya masa-masa ini adalah masa emas yang harus tidak boleh dilewati dengan pasangan. Apalagi tia
“Kubilang hentikan!”PYAR!!!Salah satu guci yang ada di samping ranjang sudah hancur kerena lemparan kuat Alejandro. Zevanya yang berada tepat di sampingnya terduduk sambil menutup telinga ketakutan. Bibirnya bergetar bahkan bukan hanya itu. seluruh badannya pun lemas.Tak lama Zevanya reflek memegang perutnya. Sadar akan kesalahannya, Alejandro terperanjat ketika melihat Zevanya yang sedang memegang perut sambil ketakutan.“Sa-sayang, Anya. Maafkan aku.” bibir Alejandro pun bergetar saat tahu wajah pucat Zevanya saat itu.“Kau tak apa? Perutmu sakit? Ha? Jawab, Anya jawab,” tangan kokoh yang kuat melempar guci besar itu bergetar. Namun dia harus membopong Zevanya untuk merebahkan diri agar posisinya relax.“Maafkan aku. Aku begini karena punya alasan. Dan tolong jangan kau sebut nama itu dari mulutmu. Tolong beri aku waktu untuk menyelesaikan semua.” Alejandro memeluk Zevanya dalam dekapannya.Dia juga mengelus perut yang berisikan darah dagingnya. Pertanda minta maaf Alejandro juga
“Kenapa? Apa alasan dia mau membunuhmu?” Alejandro tak percaya dan melontarkan pertanyaan yang terkesan meremehkan. Karena dia merasa wanita yang ada di depannya ini sedang mengarang cerita. Namun disisi lain Alejandro penasaran dan ingin memancing hal lebih dari orang yang mengaku tunangan dari rivalnya yang sedari kemarin mengusiknya ini.“Seperti yang kukatakan tadi. Jika aku melaporkan pada Papaku, tentu saja pertunangan ini akan dibatalkan. Dan dia akan kehilangan kesempatan untuk menjadi kuat. Aku tahu kalau dia memintaku untuk bertunangan dengannya hanya untuk kekuasaan semata. Untung saja aku menerimanya karena Papa. Jika tidak aku sudah menolaknya.” Jelas Emilia.Alejandro diam sejenak. Dia menimang semua yang diucapkan wanita gila itu. Ya, dia menganggap gila. Karena menurutnya terlalu percaya pada orang yang baru saja ditemui itu sama saja menggali kuburannya sendiri jika tak pintar mengatur kuda-kuda.“Kau yakin tak sedang mengarang cerita?” ledek Alejandro.Emilia yang me