Jarinya reflek tak sengaja menekan panggil. Karena kaget dengan pria yang membuka paksa pintu mobil. Pria bertubuh besar dan berpakaian serba hitam dan mengenakan masker serta topi itu membekap mulut Zevanya dengan tangan yang sudah diberi bius. “Aaa! Tolong! Lepas! Emmmh!” Zevanya yang berteriak dan meronta pun kalah karena efek obat bius yang di sapu tangan itu bekerja lebih cepat. Tangan dan tubuhnya melemas. Zevanya tak sadarkan diri.Ponsel yang sempat digenggamnya jatuh. Sambungan telepon berhasil terhubung.“Halo! Sayang! Anya! Ada apa? Halo! Kau di mana! Sayang, jawab! Zevanyaaa!” ponsel Zevanya berhasil memanggil Alejandro dan terhubung pada sambungan telepon. Alejandro meneriaki Zevanya tanpa henti.Jari lentik menekan tombol merah yang berfungsi untuk mematikan telepon. Siapa lagi, dia Tessa. Seringai puas dan licik tergambar jelas diraut wajah Tessa. dia sungguh licik. Tak ada ketulusan pada Zevanya.Dia menemui Zevanya hanya untuk menjalankan serangkaian misinya untuk me
BUGH! BUGH! BUGH! Suara baku hantam yang menegangkan. Saat mereka sedang sibuk berkelahi. Zevanya dibawa oleh dua orang.“Ale!” jerit Zevanya.Secepat kilat Zevanya dibuat pingsan oleh kedua orang tersebut.Alejandro mengalihkan fokusnya pada Zevanya yang dibawa kabur. Alhasil dia terkena pukulan yang membuatnya tak sadarkan diri.BUGH!***Ruangan sepi senyap tanpa suara. Hanya terdengar suara detik jam dinding yang riuh di tengah ruangan yang hanya dihuni seorang pasien. Sudah seharian pasien pria itu tak sadarkan diri. Hanya bisa tergeletak di brangkar rumah sakit dengan sematan selang infus.Kini jari-jarinya mulai bergerak. Menandakan dia sudah siuman. Matanya pun mulai sedikit demi sedikit terbuka. Manik matanya saat melihat objek masih buram. Dia menoleh kanan kiri dan menatap orang yang melahirkannya.“Mama,” lirih Alejandro.Pria itu bagkit dari tidurnya dan mengubah posisinya menjadi duduk.“Sayang, kau sudah sadar,” Bianca membelai rambut putranya.Wanita itu menatap inten
Selepas menjalani rawat inap di rumah sakit. Alejandro kembali pada dunia nyata yang harus ia jalani. Fisiknya memang sudah membaik. Tetapi batinnya tidak. Dia masih saja diam merenungi kepergian Zevanya dari hidupnya. Angan-angan membangun keluarga bersama Zevanya dan anaknya pupus sudah.Rutinitasnya kini hanya di dalam kamar saja. kamar yang dulunya menjadi milik Zevanya. Kini ia tinggali. Hampir tak pernah keluar, ia hanya mabuk, merokok dan tidur pun harus mengonsumsi obat. Itu pun kalau dia sudah bosan, jika tidak bisa dua sampai tiga hari tak tidur.Karena kondisinya yang tak baik. Semakin hari semakin memburuk. Maka Ronald memberikan kuasa penuh atas perusahaan pada ketiga sahabatnya.Suara ketukan sepatu terdengar makin dekat. Itu tak membuatnya mengalihkan pandangannya pada sosok yang datang padanya.“Bro, kau belum makan dari kemarin. Kami bawakan makanan.” Victor mendekati Alejandro yang melamun.Pandangannya kosong menatap pemandangan kota London dari bilik kamarnya. Temp
“ALE SAKIT! AACKK!” jerit Zevanya.“Bi, maaf aku matikan sambungan video call ini. Aku akan menyampaikan kabar selanjutnya,” Putus Lidya.Sakit yang dirasakan Zevanya sekarang seperti dipatahkan beberapa tulangnya. Dokter dan tim medis lainnya membantu dan menuntun Zevanya dalam mengatur napas dan mengejan. Dan mengatur posisi agar tidak mengangkat bagian bawah agar taka da robekan yang fatal.“Tarik napas lalu keluarkan dengan belan. Ibu harus tenang karena itu akan membantu persalinan agar lebih cepat prosesnya,” ucap Dokter. Zevanya mengangguk paham. Dia menuruti semua perintah dokter agar bisa mengeluarkan bayinya dengan aman dan selamat.“Aw … sakit dokter. Emngh …” desahannya tertahan ketika harus membuang napas dan mengejan.“Ya, kepala bayinya sudah terlihat, Nyonya. Mari Tarik napas dan hembuskan lagi.” Dokter menuntun dengan sangat telaten.“Huh … huh … ehmmkkgh … hah … ackkkhh Ale!” linangan air mata Zevanya tak kunjung berhenti.Perjuangannya sungguh menyakitkan. Tak ada
Makin hari suasana hatinya semakin membaik. Bisa lebih menerima kenyataan dan takdir yang ia jalani sekarang. Mulai berdamai dengan diri. Juga mencoba menjadi pribadi yang lebih baik lagi dari sosoknya yang lalu.Dari perjalanan hidupnya kemarin banyak mengajarkan hal penting. Terutama Zevanya. dia wanita yang sangat dicintainya, yang sudah mengajarkan banyak hal berharga dalam hidupnya.Bagi Alejandro kehadirannya sudah lebih dari cukup. Bersamanya dia merasa utuh dan lengkap. Hingga kepergiannya menjadikan dia kehilangan separuh bagian penting dalam hidupnya.Melupakan Zevanya bukan solusi. Dia bahkan tak ingin melakukannya. Karena baginya hidupnya untuk menebus rasa bersalahnya pada Zevanya. Hidupnya ia anggap sebagai neraka tanpa Zevanya. karena itu, penyesalan ia jalani berkat rasa salah yang begitu dalam untuk Zevanya.Menyesal? Sangat. Alejandro sangat menyesal karena dia yang membuat Zevanya pergi. Ingin menyusulnya? Ingin mati supaya bisa menebus rasa dosanya? Pasti. Namun ap
Ibu muda yang baru saja melahirkan anaknya itu sekarang sedang menikmati perannya. Jam tidurnya pun mengikuti bayi kecilnya.Kapan Matt bangun saat sedang butuh ASInya, dia pun harus bangun. Jika siang dan Matt sedang tidur ia manfaatkan untuk beberes rumah. Meski ada asisten rumah tangga yang siap sedia melayaninya. Dia masih tetap bersi keras untuk mengerjakan sendiri apa yang dia bisa.Dia kembali pada rutinitas sama seperti dulu sebelum punya anak. Ketika tinggal dengan Rosa saja dia pun masih mengerjakan pekerjaan rumah bersama Rosa.Sejak Matt lahir, ASInya berlebih. Meski sudah DBF (direct breastfeeding) tapi Zevanya masih harus memompa ASInya. Sehingga jika dia sedang mengerjakan pekerjaan rumah dan Lidya yang menjaga Matt, dia akan memberikan botol untuk Matt minum ASI. Namun jika pekerjaan sudah selesai dia akan akan kembali pada DBF.Kadang saking seringnya DBF, ASI yang sudah ia simpan di freezer pun jadi tak terpakai. Jika sudah begitu, Zevanya alihkan agar masih bisa ter
Kedua pasangan suami istri itu sangat bingung. Mengapa anaknya tiba-tiba datang. Dan wajahnya juga sudah tak sesendu beberapa waktu lalu. Namun sekarang kerjaannya hanya fokus dengan ponselnya.Bukan game, chatting atau berselancar di social media lainnya. Karena saking penasarannya mereka berdua duduk mengapit Alejandro.“Kau sudah mulai sibuk dengan ponsel dan kadang senyum-senyum sendiri memangnya sedang apa sih? Apa kau sudah mulai kerja lagi?” Ronald dan Bianca kompak secara bersamaan duduk.Tanpa mendengar jawaban dari anaknya. mereka sudah tahu sebabnya dengan hanya melihat layar ponsel Alejandro dari samping.Mereka berdua saling pandang. Pandangannya pun sama, tersirat sesuatu yang hanya mereka yang tahu. Bianca memohon untuk jujur pada Alejandro. Tetapi Ronald masih teguh pada pendiriannya. Pria yang sudah berambut putih itu menggeleng pelan. Terdapat jawaban mantap yang tersirat.“Apa kau mulai suka dengan anak-anak?” tanya Ronald.Alejandro masih sibuk mengamati foto bayi
Pemilik manik coklat tua itu sudah terbiasa mengerjakan semua sendiri. Dari mulai hal terkecil sampai besar pun dia selalu melakukan sendiri selagi bisa. Lidya, Hudson dan orang yang dipekerjakan oleh orang tua Alejandro bukan tak membantu.Tetapi Karena alasan mengapa dia turun tangan sendiri. Dari banyaknya kejadian yang sudah menimpa, Zevanya makin yakin untuk menjadi kuat dan lebih mandiri. Karena entah kapan dia akan ditinggalkan, meninggalkan.Maka dari itu demi Matthew anaknya, Zevanya dengan berusaha keras agar menjadi serba bisa. Dia melengkapi sisi yang kurang. Memang tak mudah menjalankan dua peran sekaligus. Menjadi Ibu dan Ayah tak mudah. Butuh belajar tekun setiap harinya.Namun apa itu semua sudah cukup untuk menemani tumbuh kembang Matt? Zevanya memang tak pernah terpikir untuk mencari pasangan, tepatnya pengganti Alejandro. Baik dihatinya maupun untuk anaknya. Meski kadang dia ingin ada tempat untuk bersandar.“Apa jika Ale ada di sini. Kita akan merasa lengkap, Matt?