Ganindira sedang sarapan bersama nenek dan Stefana. Sambil mengunyah roti yang telah diolesi selai nanas terlebih dahulu, Ganindira mengabaikan ucapan yang dikatakan neneknya sedari tadi. Meskipun Ganindira mengabaikan ucapan tersebut,, telinganya menangkap kata - kata yang di lontarkan neneknya sedari tadi.
"Apa aku harus mengenalnya dulu..?", ucap Ganindira sambil meminum jus jeruk yang sudah disediakan. Stefana yang mengamati percakapan kedua orang itu hanya bisa melihat tanpa bisa menyela karena Stefana tahu kalau yang mereka bahas ini bukan masalah pekerjaan, melainkan pertemuan dua keluarga yang akan di jodohkan dengan Ganindira.
"Setidaknya kau kalian harus bertemu dulu untuk pertama kalinya...", jawab Miranda.
Sambil menghela nafas keras Ganindira menatap Miranda yang juga menatapnya. "Baiklah, aku akan mencoba, tetapi hanya untuk kali ini. Aku tidak mau lagi ada rencana seperti ini lagi.Masa depanku aku yang menentukan dan kebahagiaanku aku juga yang menentukan. Aku hanya mau mengatakan kalau kalian tidak perlu khawatir tentang diriku karena kau tahu tentang diriku sendiri...", Ganindira beranjak dari duduknya dan berdiri dan mulai melangkah meninggalkan Stefana dan Miranda denga fikiran masing - masing.
*****
Berjalan tak tentu arah membuat Ganindira menjadi lapar lagi. Ya, setelah percakapan bersama neneknya saat sarapan pagi tadi, Ganindira langsung pergi dan meninggalkan sarapan nya yang masih tersisa. Percakapan tersebut membuat selera makannya langsung menghilang. Bagaimana tidak, entah kenapa neneknya itu terus menggencar dirinya untuk mau menghadiri pertemuan yang tidak ia ketahui sebelumnya. Tetapi, dengan niat yang gigih dari nenek nya tersebut, Ganindira bisa berfikir kalau pertemuan yang sudah di canangkan neneknya itu bukanlah pertemuan yang main - main.
Setelah mengambil mantel tebal dari dalam kamar dan memakai boots yang ada di rak sepatu, Ganin langsung pergi tanpa memberi tahu kepergiannya, baik kepada Stefana maupun neneknya. Dengan menahan dingin, Ganin melangkah keluar Apartement nya dengan berjalan kaki. Meskipun cuaca sedang dingin salju tetap turun meski tidak terlalu deras, Ganin bisa merasakan kalau semua orang sangat menanti salju turun.
Sambil memandang sekitarnya, tidak terasa Ganin melangkahkan kakinya terlalu jauh hingga ia berhenti di depa sebuah cafe bernama "What A Bagel". Karena penasaran, Ganin melangkahkan kakinya masuk kedalam cafe karena sejak tadi, banyak orang yang keluar masuk dari cafe yang ia datangi sekarang.
Entah apa arti nama cafe tersebut, Ganin tidak ambil pusing yang penting untuk saat ini Ganin meu mengisi perutnya yang masih lapar dengan makanan yang di sediakan di cafe ini. Saat masuk kedalam, Ganin melihat suasana cafe yang Cozy dan nyaman. Sambil berjalan mata Ganindira sesekali mengamati konsep yang di usung cafe tersebut.
Ganin melihat ada kursi yang kosong dan berjalan melangkah ke kursi tersebut. Sambil meletakkan mantel di atas salah satu kursi , Ganin mendudukkan dirinya di kursi tersebut dan melihat daftar menu lalu memesan. Sambil menunggu pesanannya datang, Ganindira masih tetap mengamati cafe tersebut,
Namun tatapannya teralihkan saat melihat pintu masuk terbuka dan menampilkan sosok seorang pria masuk kedalam cafe. Pria tersebut berbadan tegap dengan memakai mantel berwarna coklat tua. Sesetel Suit tercetak jelas di badan nya yang bidang, dan juga rambut senada dengan warna mantel membuat penampilan pria tersebut sempurna. Tidak ingin ketahuan karena mengamati penampilan, Ganinidra langsung mengalihkan tatapannya ke luar sambil memandangi salju yang turun dari atas langit.
Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya makanan yang dipesan Ganin datang dan dengan segera Ganin langsung memakannya mumpung masih hangat. Sesekali Ganin mencuri - curi tatapan kepada pria tersebut. Entah kenapa, sedari tadi Gani tidak bisa mengalihkan tatapannya dari pria itu, padahal Ganin sudah sering bertemu dengan pria seperti itu.
Mungkin pria tersebut tahu kalau Ganin sedang mengamatinya, Ganin langsung tersedak dengan makananya saat menyadari tatapan pria tersebut kearahnya. Dengan menunduk Ganin fokus dengan makanannya. Karena saking fokusnya Ganin dengan sarapannya yang sebentar lagi akan habis, Ganin sampai tidak meyadari kalau salah satu kursi yang ada di mejanya di tarik kebelakang hingga menimbulkan bunyi gesekan.
"Maaf, apa aku boleh duduk di sini..? tanya pria itu sambil memandangi Ganindira yang sudah selesai dengan makanannya.
Ganindira mendongak dan menatap pria yang sejak tadi ia lihat saat ini berdiri dihadapannya sambil memegang secangkir minuman di tangan kirinya. Ganindira mengangguk. "Silahkan...".
"Terima kasih...", ujar pria itu. Setelah itu, Ganindira meminum minuman yang belum ia sentuh sejak tadi. Saat air baru saja melucur ketenggorokannya, ujung matanya menangkap kalau pria yang duduk didepannya ini sedang menatap dirinya. Sambil bersikap acuh, Ganindira terus minun dan menghabiskan minumannya sampai tandas lalu meletakkan gelas yang sudah kosong itu di atas meja. Bukannya berhenti melihat, pria itu secara terang - terangan menatapnya dan itu membuat Ganindira risih.
"Maaf, apa ada sesuatu di wajahku..?, Ganindira memberanikan diri bertanya. Bukan nya menjawab, pria tersebut malah tersenyum. "Tidak ada...", jawabnya. Hanya saja aku baru saja melihat dirimu datang ke cafe ini, apa kau turis yang baru datang ke Negara ini?", tanya pria itu lagi
Ganinggira menggeleng. "Aku sudah sering datang kesini, namun baru tahu kalau di dekat sini ada cafe...", jawabnya.
Pria tersebut mengangguk kan kepalanya. "Begitu..."
Setelah pembicaraan singkat ini, tidak ada lagi kata - kata yang terucap di antara mereka. Haingga akhirnya dering ponsel Ganindira memecahkan kesunyian diantara mereka berdua. Ganindira mengambil ponselnya dari saku mantel dan melihat siapa yang menelfon dan ternyata Stefana yang menelponnya.
"Ada apa..", Jawab Ganindira.
"Kau ada di mana..?", tanya suara Stefana dari sebrang sana
"Di cafe..."
"Nenek mencarimu...."
"Aku segera kembali...". Setelah berkata setelah itu Ganindira mematikan panggilannya dan beranjak berdiri untuk segera kembali ke apartement. Melangkah meninggalkan pria yang duduk di kursinya dan mengabaikan tatapan yang diberikan pria itu. Namun belum lagi kakinya melangkah, tangan Gnaindira ditahan dan ternyata pria tersebut yang memegang tangannya.
"Maaf...", ujar pria tersebut sambil melepas genggamannya. Sangat tidak sopan kalau kita belum berkenalan setelah kau mempersilahkanku duduk satu meja denganmu" lanjut pria itu sambil mengukurkan tangannya kedepan.
Ganidira menatap datar wajah pria tersebut sambil melihat uluran tangan didepannya.. Untuk menghormati kesopanan, Akhirnya Ganindira membalas uluran tangan pria tersebut.
"Perkenalkan namaku Ganesha Erlangga..." ujar pria tersebut.
Ganindira yang mengetahui nama pria tersebut mengucap namanya sambil menatap wajah tampan wajah pria bernama Ganesha itu.
"Ganindira Violeta...."
*****
"Ganindira Violeta...". Setelah itu Ganindira melepas jabatan tangan mereka dan memasukan tangannya kedalam saku mantel. "Aku pergi..".
Ganindira benar - benar melangkahkan kakinya keluar cafe dengan cepat. Entah kenapa Jantungnya berdegup dengan cepat saat bersentuhan dengan pria bernama Ganesha tadi. Sambil berjalan dengan cepat, tangan kirinya memegang dadanya masih berdegup dengan cepat. Namun tanpa sepengetahuannya, Ganesha mengejar dirinya kelar cafe sambil memanggil namannya.
Ganindira yang namanya dipanggil memberhentikan langkahnya dan menolah kebelakang. Dirinya mendapati kalau Ganesha berlari kecil kearahnya. Sambil mengulurkan sesuatu kearahnya, Ganesha mengatakan sesuatu kepadanya.
"Ini bill mu, kau lupa mengambilnya..".
Ganindira merasa wajahnya memerah menahan malu. Bagaimana bisa ia makan dan lupa membayarnya. "Maafkan aku, berapa semuanya. Aku akan membayarnya..".
Ganesha menolak. "Tidak perlu. kalau kau tidak keberatan besok pagi maukah kau datang ke cafe tadi dan sarapan bersamaku?anggap saja kau membayar makanan yang aku bayar barusan..".
Ganindira mengiyakan perkataan Ganesha. "Baiklah, besok jam 9 pagi aku akan datang ke cafe tadi..". Aku pergi dulu..."setelah mengatakan itu Ganindira meninggalkan Ganesha yang masih setia berdiri di tempatnya.
Suasana apartement terlihat lengang. Entah kemana neneknya dan Stefana pergi, Ganindra tidak mau ambil pusing. Dengan meletakkan mantel di gantungan balik pintu serta melepas boots di kaki nya, Ganindira melangkah menuju ruang tamu. Dengan duduk disalah satu sofa, Ganindira mengadahkan kepalanya menatap langit - langit ruangan. Mengingat pertemuan singkatnya dengan pria bernama Ganesha Erlangga membuat darahnya mendesir. Sudah lama sekali Ganindira tidak merasakan hal seperti ini, delapan tahun yang lalu ternyata waktu yang sangat panjang. Mengingat kembalu hal itu membuat dirinya kembali sedih.Namun disaat Ganindira sedang mengingat masa lalunya, tiba - tiba Stefana hadir dan duduk disalah satu sofa dekat Ganindira. "Apa yang kau fikirkan...?"Ganindira menatap Stefana dengan datar. "Pergilah...."Stefana menghela nafas keras. "Berhentilah memikirkan hal itu...?!". Tidak seharusnya kau terjebak dengan masa lalu. Kau harus bergerak meraih masa depanmu Gan
Ganesha mematung di tempatny saat menyadari kehadiran dua orang perempuan yang sedang duduk di salah satu meja yang telah dipersiapkan ayahnya. Namun yang lebih menarik perhatian Ganesha adalah sosok perempuan yang sangat cantik. Perempuan yang bertemu dengannya saat sedang sarapan di cafe tadi pagi. Ganindira Violeta."Ganesha, kau sudah datang nak...?", Tom berdiri dan memeluknya. Ganesha membalas pelukan ayahnya. "Ya ayah...Apa ayah sudah lama menungguku...?", tanyanya.Tom mengurai pelukan mereka. "Ayah juga baru tiba. ayo kita duduk...", lanjut Tom kembali duduk di kursi. Ganesha sendiri duduk di samping Ganindira yang masih diam di tempatnya."Apa kabar...?" sapa Ganesha.Ganindira menoleh kearah Ganesha sambil tersenyum kecil. "Baik..."Disaat Ganesha mau mengatakan sesuatu lagi, Suara Tom mengalihkan perhatiannya. "Karena Ganesha sudah datang, lebih baik kita mulai pembicaraan kita".Ganesha memandang Tom. "Apa maksud ayah? Mak
Damai dan tentram, setidaknya itulah yang bisa dirasakan Ganindira untuk saat ini. Bisa terbebas dari segala macam fikiran yang sangat membebaninya membuat Ganindira bisa sedikit menghembuskan nafas dengan tenang.Duduk sendirian di taman yang baru ia jumpai membuat dirinya bisa merasakan ketenangan yang melanda hatinya akhir - akhir ini. Ganindira mencoba melupakan semua permasalahan yang terus datang menghampirinya. Otaknya juga merangkum semua kejadian yang terjadi. Dimulai dari kedatangan neneknya dan Stefana ke apartement nya untuk merusak hari tenangnya, pertemuan tak sengajanya dengan pria yang sialan sexy dan tampan, acara pernikahan dirinya dengan pria yang ia temui di cafe saat brakfeast sampai dengan acara pertunangan yang akan dilaksanakan lusa. Memikirkannya saja membuat Ganindira pusing.Namun semua pemikiran itu buyar akibat deringan ponsel miliknya. Dengan enggan Ganindira mengambil ponselnya dari dalam tas dan melihat siapa yang menelfonnya
Di dalam ruangan berwarna nude, terdapat banyak manekin dengan gaun yang sangat indah. Kebanyakan yang ada di butik ini adalah gaun pengantin dan gaun pesta. Saat ini Ganesha dan Ganindira sedang berada di sebuah butik pengantin di pusat perbelanjaan terbesar di Kanada. Rencananya pernikahan Ganesha dan Ganindira akan di laksanakan di Amsterdam, Belanda. Ya. Sangat jauh memang. Tapi memang seperti itulah keinginan dari neneknya dan nenek Ganesha. Alasannya adalah Negara tersebut merupakan pertemuan dan awal persahabatan mereka berdua, singkat cerita mereka ingin mengingat kenangan
Berawal dari pertemuan tak sengaja di sebuah cafe, Ganindira harus rela dinikahkan dengan pria yang tidak ia kenal. Berencana untuk melupakan masa lalu yang kelam, mengharuskan Ganindira mengikuti rencana neneknya untuk menikah. Sejak awal Ganindira sudah menolak, namun sepertinya kuasa neneknya lebih kuat dari pada dirinya, ditambah lagi dengan Stefana yang secara tidak langsung mendukung neneknya agar dirinya cepat – cepat menikah.Mereka tidak tahu kalau selama ini Ganindira berusaha melupakan semua kenangan buruk yang menimpa dirinya. Namun sangat mustahil baginya untuk melakukan itu semua karena dirinya yang selalu dilanda kesedihan dan kegundahan setiap harinya.
Suara tepuk tangan bergema di dengan kuat. Pemasangan cincin keduanya telah selesai dilaksanakan. Yang terlihat adalah tatapan kebahagiaan dari kedua belah pihak, termasuk Ganindira dan Ganesha. Terutama Ganindira, sekuat tenaga dirinya menahan gejolak dari dalam hatinya yang paling dalam. Dulu dirinya memang menginginkan pertunangan dan pernikahan dengan Axell. Namun kenyataannya, bukan dengan Axell, melainkan dengan pria yang sudah sedikit mencuri hatinya dalam waktu yang singkat, Ganesha Erlangga.Pria tampan dengan tampilan memukau yang membuat pesonanya semakin terlihat. Tatapan kagum terang – terangan di perlihatkan oleh para wanita yang menghadiri acara pertunangan mereka. Dengan Tuxedo berwarna hitam yang melekat sempurna di tubuh nya yang atletis,
Ganindira sedang mengambil makanan untuk mengganjal perutnya yang lapar. Setelah acara ini selesai, ingatkan Ganindira untuk mengajak Ganesha makan di salah satu restoran yang ada di tempat ini.Ketika sedang menikmati hidangan yang tersaji, tidak sengaja matanya menangkap tubuh Ganesha yang dipeluk dari belakang oleh Celia. Tatapan Ganindira datar saat menyaksikan tayangan langsung tersebut. Sambil tersenyum miring, Ganindira menunggu apa yang akan di perbuat Ganesha kepada wanita murahan itu. Sesuai dengan apa yang difikirkannya, Ganesha menyentak tangan Celia. Ganindira juga
Flashback onLima tahun laluDengung music menggema di pendengaran Ganesha. Dengan santai, ia terus menyesap wiski yang biasa ia nikmati saat berada nightclub. Memperhatikan lautan manusia yang mencari kesenangan dunia dari lantai VIP yang biasa ia tempati, mata tajammnya terus memperhatikan lekuk tubuh wanita penghibur yang mencari nafkah di dunia malam.