POV HanaDengan senyum yang masih tersungging di bibir, aku keluar dari kamar membiarkan Mas Nata berpikir sendiri soal apa yang kukatakan. Tidak mungkin dia tidak mengerti bukan, dia bukan anak kecil.Kecemburuannya pada Samudra bahkan sama sekali tidak bisa ditutupi, dia pikir Samudra kesini untuk menemuiku meskipun memang faktanya begitu tapi ada kabar yang dia bawa bukan hanya modus seperti yang ada dalam pikiran Mas Nata.Beberapa bulan kembali tinggal bersama membuatku berpikir ulang soal perpisahan yang awalnya kami rencanakan. Selain karena hatiku sudah sedikit terobati setelah apa yang terjadi di masa lalu. Aku juga tidak mau mengorbankan masa depan anak-anak hanya karena memikirkan perasaanku sendiri.Aku mencoba untuk berdamai dengan masa lalu. Bergelung dengan apa yang membuatku sakit itu akan lebih menyiksa. Semua yang terjadi sudah digariskan oleh Tuhan jadi aku tidak ingin berandai-andai dengan mengubah takdir karena semua sudah terjadi dan jalannya harus seperti ini.“
“Ini rumah saya, Mbak. Jadi kayaknya pertanyaan Mbak nggak cocok. Apa Mbak kesini mau ketemu Laisa?” Di akhir aku langsung mengalihkan pembicaraan.Keningnya berkerut. “Laisa di sini? Tinggal sama kamu?”“Iya. Mari, Mbak.” Aku berjalan lebih dulu masuk ke dalam rumah.Dia pasti kebingungan. Mungkin saja belum tahu kalau aku dan Mas Nata sudah menikah lagi.Sebenarnya aku tidak ingin bermusuhan dengan siapapun, meski sulit berdamai dengan masa lalu tapi aku mencoba untuk berulang kali melakukannya hingga sekarang sudah bisa menerima. Tidak ada gunanya juga bergelut dengan masa lalu.“Silahkan, du-”“Yang.”Belum sempat selesai bicara Mas Nata memanggil. Terlihat dia keluar dari kamar sambil menggendong Yuka.Dari sudut mata bisa kulihat Mbak Nadia terbelalak. Mas Nata pun sama, dia kaget karena melihat Mbak Nadia. Dari yang kutahu, sudah lama sekali mereka terakhir bertemu, entah kapan tepatnya yang jelas setelah mereka berpisah Mbak Nadia seperti ditelan bumi. Batang hidungnya tidak t
POV AuthorMood Hana langsung hancur membaca pesan dari Nadia. Istri mana yang tidak akan panas saat mantan istri suaminya bicara begitu.Kembali melintas dalam benak Hana isi video yang pernah ditonton olehnya. Apa yang dikatakan Nadia memang benar. Nata tidak pernah memperlakukan Hana sama dengan Nata memperlakukan Nadia.“Yang, sudah belum?”Suara Nata membuat Hana tersadar dari lamunannya. Wanita itu melempar ponselnya ke arah ranjang.“Aku sudah siap kok kamu belum, Mas?” Hana mencoba menyembunyikan perasaan dongkolnya karena chat Nadia tadi.Namun bukan Nata namanya kalau tidak mengerti suasana hati sang istri apalagi wajah Hana sudah merah padam.“Kamu kenapa?”“Nggak apa-apa kok.” Hana berjalan mendekat dan mengambil alih Yuka. “Sana kamu siap-siap.”Wanita itu lalu keluar kamar, meninggalkan Nata yang tersenyum penuh arti.Hana tidak berniat membalas pesan dari Nadia karena itu akan memperburuk suasana hatinya. Hana pikir Nadia sudah menyerah ternyata tidak.Kalau bukan karen
[Aku tidak menyangka, kita bisa berbagi malam pertama dengan lelaki yang sama.]Pesan masuk dari nomor tak dikenal.Tanganku gemetar melihat foto Mas Arga bersama dengan seorang wanita yang wajahnya di blur. Berbaring di bawah selimut yang sama, hal yang kami lakukan beberapa jam lalu dan sekarang dia melakukannya juga dengan wanita lain.Air mata yang menggenang langsung meluncur membasahi pipi. Ponsel terlepas dalam genggaman.Pasokan oksigen tiba-tiba sulit kudapatkan hingga dada terasa begitu sesak.Lelaki yang belum satu hari menjadi suamiku kini malah tidur dengan wanita lain? Apa ini bukan mimpi.Plak. Dengan kuat menampar pipiku sendiri untuk menyadarkan dan sekarang rasanya lebih sesak dan sakit karena bukan mimpi.Sebelum terlelap aku masih merasakan keberadaan Mas Arga di sampingku dan sekarang dia sudah berada di kamar wanita lain.“Apa iya anak perempuan akan merasakan karma dari perbuatan buruk orang tuanya? Apa aku harus merasakan ini karena perbuatan Papa di masa lalu?
“Ini kali terakhir kali kita bahas soal ini ya, Bu. Di sini ada Laisa, jangan sampai dia dengar, bahaya.”Dengan langkah seribu aku kembali ke kamar, kalau aku yang ketahuan menguping malah aku yang kena bahaya.Aku pikir diantara aku dan Mas Arga tidak ada rahasia tapi ternyata aku salah, sepertinya aku terlalu polos sampai mudah sekali percaya.Dari pembicaraan yang kutangkap, sepertinya Mas Arga tadi malam memang menghabiskan waktu dengan wanita lain. Aku tidak percaya dia ternyata lelaki yang suka melewati batas begitu.Tapi sepertinya menghadapi Mas Arga memang tidak mudah, dia mengancam dan aku takut keluargaku nanti yang kena dampaknya.Dalam posisi berbaring membelakangi pintu, kudengar suara derit pintu bersamaan dengan langkah kaki masuk. Itu pasti Mas Arga.Tinggal di sini rasanya seperti berada di kandang macan. Aku harus berhati-hati.Awal yang kukira akan bahagia malah menjadi awal penderitaan.“Sayang, kamu kenapa?”Aku tersentak merasakan usapan lembut di pelipis.Mata
“Pengantin baru, mukanya seger amat.”“Iya dong, sekarang udah ada yang kelonin. Jadi nggak ada yang namanya malam-malam kesepian apalagi kedinginan.”Wajah Aura langsung merah padam.“Aku jadi pengen nikah juga,” katanya dengan tawa kaku.“Perlu aku cariin, Ra. Kayaknya banyak deh temennya Mas Arga yang masih jomblo, pasti dia maulah sama cewek cantik kayak kamu.” Aku menahan mual mengatakan itu. Rasanya ingin sekali memakinya tepat di depan mukanya.Sudah satu minggu setelah kutahu hubungan Mas Arga dan juga Aura. Dua-duanya gatal jadi mudah untuk bersatu.Untungnya Mas Arga belakangan ini dibuat sibuk dengan semua pekerjaannya, pulang ke rumah dia langsung tidur, tidak minta aneh-aneh apalagi aku sudah selesai haid. Aku harus cari alasan apalagi kalau nanti di meminta haknya.Hari ini sengaja aku mengajak Karina dan Aura datang ke rumah, rumah Mas Arga lebih tepatnya. Aku tidak akan langsung membongkar semuanya, aku mau main aman dan pelan-pelan agar nantinya menjadi kejutan yang t
[Jangan berani chat gue lagi, Lonte!]“Ya ampun.” Aku hampir terpekik kalau tidak membekap mulutku sendiri.Pesan yang dikirimkan oleh Mas Arga membuatku benar-benar kaget, dari perkataannya dia begitu merendahkan Aura.Apa dia takut jika semua hartanya akan aku kuasai makanya tidak berani berbuat macam-macam lagi?Entahlah, kita lihat saja kedepannya seperti apa. Jujur, aku saja tidak tahu sekarang harus mengambil jalan apa karena satu hal aku takutkan adalah keluargaku, jangan sampai nama baik mereka hancur karena aku egois memikirkan diriku sendiri.Kutaruh ponsel di atas nakas, menunggu Mas Arga selesai mandi.Sebenarnya aku tidak bisa memaafkan lelaki yang selingkuh, apalagi dia bermalam dengan sahabatku sendiri di saat aku dan dia baru saja menikah. Itu hal yang membuat hatiku benar-benar hancur. Tapi aku juga tidak ingin berakhir dengan perpisahan. Berat rasanya mengambil keputusan.“Kenapa akhir-akhir ini kamu kelihatan sering bengong, Yang?” Aku tersentak mendengar suara Mas
Baru sekarang aku bertemu perempuan segila Aura. Bisa-bisanya dia berniat menggoda Papa.Sebenarnya bukan hal yang aneh kalau temanku banyak yang mengagumi Papa karena memang Papa lebih muda daripada usianya dan orang bilang Papa itu begitu berkharisma dan mempesona.Pujian-pujian seperti itu sudah sering kudengar dari dulu saat aku masih sekolah SMA dan juga saat kuliah. Tapi tidak ada yang seila Aura sampai mengatakannya langsung pada Papa, berbeda dengan mereka yang hanya sekedar mengagumi sedangkan Aura sepertinya bukan mengagumi tapi menggoda.“Ma, hp Papa mana ya?”Refleks aku langsung melempar ponsel Papa hingga tergeletak di atas rerumputan. Pasti Papa akan mengira Yuka yang memainkannya. Aku langsung masuk ke dalam.“Papa yang pegang dari tadi.”“Carikan dong, Ma. Papa belum lihat laporan masuk.”Aku hanya duduk pura-pura tidak tahu.Mama Hana bangkit untuk mencari keberadaan benda pipih itu.Aku sudah memblokir nomor Aura dan juga menggantinya dengan nomor asal. Tak akan kub