*SisCon : Sister Complex Sister complex adalah keadaan keterikatan dan obsesi yang kuat terhadap saudara perempuan. Biasanya disingkat "siscon", dan dalam hal ini, juga digunakan untuk saudara laki-laki dan perempuan yang memiliki keterikatan dan obsesi yang kuat terhadap saudara perempuan mereka. (Sumber : Wikipedia)
Ketika aku menonton anime ataupun membaca komik tentang saudara yang sangat protektif pada saudaranya yang lain, mereka terlihat lucu. Ada banyak momen yang membuat mereka terlihat menyebalkan dan juga membuat frustasi, tetapi sering kali, aku masih bisa tertawa lepas karena tingkah kekonyolan mereka.Sayangnya, pria di depanku ini tidak termasuk. Meskipun parasnya tampan dan berkharisma, seperti tokoh utama pria dalam komik, tetapi ⏤nyatanya⏤ aku sama sekali tidak bisa tertawa.Alih-alih tertawa, aku justru merasa seperti diteror dengan ancaman pembunuhan paling kejam hanya karena kelepasan menyebut nama pria yang ⏤masih⏤ disukai adik kesayangannya.Dalam hati, aku pun tak kuasa bertanya-tanya.Memangnya Adachi sudah berbuat dosa apa, sih? Kok bisa kakaknya Rere benci banget sama bocah itu?Sebelum aku sempat menyuarakan rasa penasaranku, pintu tiba-tiba dibuka. Karena tidak ada yang mengetuk ⏤seperti pelayan tadi⏤, aku cukup yakin kalau yang datang bukanlah pesanan kami.Benar saja!
Well, dugaanku tidak sepenuhnya salah, sih. Karena yang datang memang bukan pelayan. Tetapi seorang pria yang perawakannya terlihat seperti kukenal.Ia agak menunduk, jadi aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas dari tempat dudukku. Namun, yang pasti, pria muda yang masih mengenakan setelan lengkap itu langsung menerobos masuk ke dalam ruangan begitu melihat Jeremy.Otomatis, aku melirik ke arah Jeremy. Memeriksa ekspresinya.Anehnya, alih-alih terlihat kaget atau marah, Jeremy hanya melirik ke arah pria itu sekilas, lalu mengangkat gelasnya dan minum dengan tenang. Seolah ia sudah menduga kedatangan pria itu dan tidak ambil pusing.Saat aku menoleh lagi ke arah si penerobos, barulah aku melihat wajahnya dengan lebih jelas.Detik itu juga, aku langsung paham alasan kenapa Jeremy tidak terkejut. Terlebih, saat netra birunya bertemu pandang dengan netra coklat tuaku."... Zean?!" pekikku kaget.Bagaimana bisa ia ada di⏤ Oh iya! Kan aku sendiri yang memberitahu lokasiku pada Zean!
“Kamu pasti belum makan, ‘kan? Ayo aku temani makan. We need to talk, anyway.” Daripada berkilah lebih jauh, aku merasa kalau lebih efisien jika berkata jujur dengan Zean. “Alright,” sahut Zean sambil berdiri. “Kalau gitu, kami pamit dulu, ya, Kak,” pamit Rere kemudian, lalu ia berdiri. “Tidak. Tidak usah. Aku sudah memesan tempat lain untuk makan siang dengan Anna. Jadi, kami pamit undur diri.” “Iya, Re. Kan yang pesan tempat ini kakakmu, masa kalian yang keluar, sih. Jadi, kami pamit dulu, ya. Terima kasih jamuan makan siangnya,” timpalku sambil berdiri. “Tapi, Kak⏤” Aku menggeleng, memberi isyarat agar Rere tidak menuntaskan kalimatnya, lalu tersenyum pada gadis itu. “Nanti kabari aku tentang jam penerbanganmu buat besok, ya? Let’s meet again before you take off tomorrow.” Rere menghela napas panjang. Menyerah membujukku lagi agar tetap tinggal, lalu ia mengangguk pelan sambil tersenyum ke arahku. “Oke, Kak.” Detik berikutnya, tiba-tiba Zean meraih tanganku, lalu mengge
Selama beberapa detik, Zean masih mematung.Karena ekspresi wajahnya yang kaget itu benar-benar lucu dan sangat amat jarang kulihat, aku jadi semakin ingin mengusilinya. Well, meskipun Zean memang lebih perhatian dan juga lebih peka daripada kedua saudara kandungku, tetap saja naluri seorang kakak yang mendapat kepuasan tersendiri ketika mengusili adiknya juga melekat pada darahnya.Keusilan Zean memang tidak seperti kak Naki ataupun Chris. Karena keisengan Zean punya "bentuk" yang berbeda dari kedua saudara kandungku.Jika target kak Naki dan Chris adalah membuatku kesal, tujuan Zean adalah membuatku malu. Bukan! Maksudnya bukan malu seperti dipermalukan di muka umum untuk menjatuhkan mental seseorang. Tetapi lebih seperti membuatku meleleh karena terpesona.Dugaan terkuatku, hal ini disebabkan oleh Zean yang sangat sadar diri tentang kelebihannya, terutama pesona dari segala keindahan yang melekat pada tubuhnya.Selain itu, tampaknya Zean juga tahu, kalau sejak pertemuan pertama k
“Siapa yang barusan telpon?”“ASTAGA!”Aku yang baru saja menutup telpon, langsung terkaget karena Zean yang tiba-tiba berbisik tepat di samping telingaku.“Zean! Jangan bisik-bisik tepat di telinga, ih! Aku kaget, tahu!” omelku sambil memukul dadanya kesal.Ketika mendapati bahwa lengannya masih melingkari belakang perutku, aku buru-buru melepaskannya."Kenapa peluk-peluk segala, sih? Panas, tahu. Kamu nggak kepanasan, apa?" gerutuku sambil menjauhkan lengannya dari tubuhku yang tadi ia rengkuh.“Kan Anna yang tadi memelukku duluan,” balas Zean dengan nada santai, tetapi sorot matanya menatapku jahil.
Suasana mendadak hening beberapa saat. Namun, kemudian keheningan itu dipecahkan oleh Zean yang akhirnya bersuara."Menurut kabar yang kuterima, mereka mendapatkan surat anonim yang mengatakan bahwa kau masih hidup, Anna. Isi surat itu diperkuat dengan lampiran beberapa lembar fotomu saat berwisata di pulau Komodo. Di foto-foto itu juga ada keterangan waktu pada saat foto itu diambil. Terlebih, para ahli juga sudah membuktikan bahwa itu bukan hasil editing. Karena itu, mereka memakainya untuk menuntut papa Ian."Tunggu dulu! Waktu di pulau Komodo? Bukankah saat itu aku sudah menggunakan penampilan dan juga identitas sebagai Lisa Natalie? Berarti sejak saat itu, aku sudah ketahuan, dong?
Sudah lama aku tahu kalau fokusku memang mudah teralih. Ajaibnya, aku bisa langganan juara kelas sejak SD hingga SMA. Bahkan, saat kuliah pun nilaiku selalu diatas rata-rata. Sayangnya, jika berurusan dengan kehidupan sosial, aku agak payah dan cukup pengecut. Contohnya, seperti saat ini. Ketika mobil yang dikemudikan Zean baru saja melewati gapura perumahan, dahiku sudah mulai deras mengeluarkan keringat dingin. Internally panik duluan, padahal belum “berperang”. Meskipun, kami masih on the way. “Zean, balik ke rumah aja, yuk. Besok aja aku ketemu Mama,” bujukku. “Memangnya Anna tidak merindukan mama Jessica sama sekali?” tanya Zean balik. “Kangen, lah," jawabku cepat. “Ya sudah.” Setelah mengatakan itu, Zean kembali fokus memperhatikan jalan. “Ya sudah apanya?” tanyaku penasaran. Merasa digantung. "Ya sudah. Let's stick to the plan." "Tapi kalau nanti⏤" Sebelum kalimatku tuntas, tiba-tiba Zean menekan sesuatu di gawai yang terpasang di dashboard bagian tengah. Tak lama
Aku tidak bohong saat mengatakan bahwa aku merindukan keluargaku. Termasuk merindukan lidah tajam kakak sulungku, sikapnya yang suka sok galak kalau cemas, juga tingkah menyebalkan adik bungsuku. Terutama, celetukannya yang kadang membuat darah tinggiku terpicu.Ya, aku merindukan semuanya.Jadi, aku maafkan pemilihan kata adik bungsuku itu dan menceritakan petualanganku dengan lengkap. Bahkan lebih lengkap daripada saat aku bercerita pada Zean. Termasuk, cerita tentang kak Ken, tetapi tidak dengan transaksiku dan Adachi.Untuk yang terakhir, aku masih tidak yakin untuk menceritakannya karena Chris juga kenal dengan Adachi. Lagipula, aku tidak ingin Zean salah paham dengan hubunganku dan Adachi.Menjelaskan hubunganku dengan Riichi saja sudah cukup sulit, karena Zean mas