TIIT! TIIT! TIIT! CKLEK!
“Is there anything that bother you, Anna?”
Sekilas, aku menoleh ke arah Zean yang berdiri di sampingku. Pria yang masih mengenakan setelan lengkap itu ⏤pertanda bahwa ia baru saja pulang kerja⏤ tengah menatapku dalam. Padahal selama kami berada di dalam lift, ia tidak mengatakan apa pun.
Sebagai jawaban, aku hanya menggeleng pelan sambil membuka pintu apartemenku.
Beberapa menit yang lalu, aku tidak sengaja bertemu Zean saat sedang membeli martabak sambil lari
malam. Mungkin itu sebabnya Zean bertan“You saw it when you run. So, you bought it as an excuse if anyone asked you.”Spontan, aku tertawa.“And who do you think it is?”“Me?” Ia menunjuk dirinya sendiri sambil tersenyum lebar.Aku tertawa lagi.KENAPA ZEAN PEKA SEKALI, SIH! DASAR MENYEBALKAN!“By the way, kamu ada apa mampir ke sini mal
Matahari sudah terbenam beberapa jam yang lalu, dan, angin malam yang dingin mulai bertiup. Membawa suhu yang kian rendah, hingga beberapa muda-mudi yang sedang berkumpul untuk istirahat sejenak di tenda pengungsian, memutuskan untuk menutup pintu tenda.“Minum ini dulu, Kak.” Gadis yang duduk di sampingku seraya menyodorkan gelas plastik berisi teh hangat.“Terima kasih, ya,” ujarku saat menerima gelas itu.Siapa sangka? Alih-alih berada di dalam pesawat menuju Jakarta, sekarang aku justru berada di tempat pengungsian korban bencana gempa bumi di Lombok, sebagai relawan.Sudah pasti, ada beberapa perubahan dalam agenda yang sudah kurencanakan dengan cukup matang selama empat bulan ini. Jika biasanya aku kesal dengan eksekusi yang tida
Awalnya, aku merasa aneh. Dari cerita Liana, Nara, Tiara, dan juga beberapa relawan yang lain, terkhusus kaum hawa, si relawan ganteng masih kerap kali membuat mereka tercenung sesaat saat bertatapan.Sebagai pembelaan diri, mereka bilang bahwa itu karena ketampanan si pria yang tidak manusiawi.Well, jujur saja, aku memang tidak pernah terpikir kalau Zean akan sungguh-sungguh turun ke daerah bencana seperti ini. Apa lagi kalau bukan karena tempat ini terlalu berbahaya bagi orang penting sepertinya.Jadi, aku tidak akan percaya sampai aku melihat dengan mata kepalaku sendiri jika si primadona baru itu benar-benar Zean yang kukenal. Toh, sudah dua puluh empat jam sejak kedatangan pria itu, dan aku masih belum sempat melihat batang hidungnya.
Di satu sisi, aku bersyukur. Sangat bersyukur karena si Primadona ternyata cukup kooperatif. Kalau kuingat-ingat lagi, ini bukan hal besar, sih. Jadi, saat kami bertatapan ketika ada Dino, pemuda itu hanya membungkuk sekilas, sebagai ganti salam. Kemudian, tanpa mengatakan apa pun, si Relawan Tertampan itu melambaikan tangan kepada Dino sebelum ia kembali memindahkan logistik ke dalam gudang penyimpanan. Tingkahnya benar-benar seperti orang asing yang sama sekali tidak mengenal. Sebenarnya, aku sendiri tidak terlalu yakin. Apakah alasan ia bertingkah seperti tidak mengenalku karena memang tidak mengenaliku, atau justru karena ia bisa membaca ekspresiku pada saat itu ⏤bahwa aku sedang menyamar dan tidak ingin dibongkar kedoknya? Yang mana pun, yang pasti, aku sangat bersyukur karena sampai pada detik i
“Kapan kamu kembali?” tanya Adachi tepat saat aku hendak pamit.“Besok sore," jawabku singkat sambil kembali menoleh ke arahnya.Niat hati, aku ingin langsung pamit dan pergi dari sini untuk meminimalisir risiko gosip yang tidak jelas. Bukannya melebih-lebihkan, tetapi ⏤meski ia baru beberapa hari di sini⏤ popularitas Adachi memang tidak main-main. Selain karena parasnya yang mencolok, bisa jadi, ini juga karena pemuda itu memberikan kesan yang cukup tegas bahwa ia membangun tembok tinggi bagi kaum hawa. Oleh karena itu, aku sempat waswas jika ada yang melihat kami berbincang akrab dan muncul berita yang tidak sedap. Terlebih, besok aku ⏤beserta tim relawan kak Limas⏤ akan kembali ke wilayah kami masing-masing. Jadi, kalau sampai the worst scenario yang terbayang di dalam benakku benar-benar terjadi, hari terakhir Lisa Natalie sebagai relawan di sini akan sangat merepotkan.Well, karena aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan dan juga apa isi hati orang lain, jadi lebih b
"Sedikit lagi. Kurang sedikit lagi," jawabnya lirih sambil mengalihkan pandangannya dariku.Bersamaan dengan jawaban Adachi, beberapa orang keluar lagi dari tenda, dan lagi-lagi mereka melihat ke arah kami. Spontan, aku hanya mengangguk sambil tersenyum, sebagai ganti salam dan sapaan.Tanpa berkata apa pun, mereka balas tersenyum ke arahku. Namun, aku mendapat firasat kalau situasi akan jadi buruk jika ada kelompok ketiga yang melihat kami lagi.Detik itu juga, aku membulatkan tekad untuk pamit pada Adachi. Apa pun yang terjadi, aku harus segera per⏤ah, sial!Tepat ketika aku menoleh ke arahnya, pemuda itu tengah memasang ekspresi yang terlihat seperti menahan luka. Tatapannya memang tidak ditujukan padaku, tetapi aku jadi tidak tega untuk langsung pergi kar
"Aku boleh lihat dulu foto-fotonya, 'kan?"“Sure," sanggupku langsung. "Tapi tanggung sendiri akibatnya, ya," imbuhku sambil menunjukkan padanya beberapa foto Rere yang kutawarkan.Adachi hanya memutar mata, lalu mengangguk kecil. Namun, aku cukup optimis kalau ia akan semakin tergiur dengan tawaranku setelah melihat foto Rere.Benar saja. Baru melihat foto ketiga, bibir Adachi sudah dalam mode full smile. He really looks like a love-struck man. Alhasil, senyumnya pun menular padaku, meskipun keduanya memiliki arti yang sangat berbeda.“Well done, the past Echana! You did a very well-done job! It is a very good decision to copy some of Rere's photos and her video in my new smartphone. Atta, girl!” batinku bersorak gembira.Aku memang sudah mempersiapkan beberapa hal yang berhubungan dengan Rere untuk berjaga-jaga jika nantinya aku jadi ke Jepang dan bertemu lagi dengan Adachi. Bisa dibilang, aku menyimpan foto dan video Rere sebagai ganti uang tutup mulut khusus untuk Adachi. Pasaln
“Jangan-jangan kamu kabur dari rumah, ya?”Tiba-tiba Adachi menyeringai, seakan ia baru saja mendapat pencerahan."Oh! That's why kamu takut kalau aku ternyata pegawai Kanatta, karena kamu takut aku akan bilang ke Zean kalau tunangannya tercinta ada di sini. Ya, kan?"Aku langsung memutar mata."Nice theory."Adachi tertawa singkat, tetapi matanya lebih jujur untuk menunjukkan kalau ia sedang mengejekku."Memangnya ada alasan apa lagi yang bisa buat kamu tiba-tiba jadi waswas hanya k