Alagar tengah duduk termenung di pojok kamarnya, pikiran dan hatinya diliputi kegelisahan akan permasalahan yang sedang dihadapinya dalam perusahaan. Namun, cerita dari Bikely mengenai pertarungan untuk memperebutkan gelar Dewa Agung di Istana langit sejenak membuatnya melupakan keresahan yang mendera.Saat Alagar tengah menyelami masalah pertarungan di Istana langit, tiba-tiba suara keras Viona terdengar di balik pintu kamarnya. "Alagar, apa kamu di dalam?!" seru Viona sambil mengetuk pintu kamar Alagar dengan keras. Alagar tersentak dan kembali sadar akan realitas yang dihadapinya. Dia berdiri dan menghela napas panjang. "Pergilah, jangan buat Viona salah paham, Bikely."Bikely tersenyum getir. "Aku juga mau pergi, ingat satu minggu lagi, datanglah ke langit," ucap Dewi waktu tersebut yang langsung menghilang menggunakan sihir teleportasi.Alagar menghela nafas lagi, dengan langkah pasti, dia membuka pintu kamar dan dihadapannya berdiri Viona d
Keesokan harinya, Viona terbangun dari tidurnya saat sinar mentari mulai menyeruak masuk melalui celah-celah jendela kamar Alagar. Rasanya malam sangat cepat bagi Viona saat menikmati indahnya bercumbu dengan pria idamannya itu.Gadis itu mencari-cari Alagar yang sudah tidak ada di sampingnya, dia lekas beranjak duduk sambil menutupi tubuhnya yang tidak dibalut sehelai benang pun menggunakan selimut. Kepalanya masih terasa pening dan bingung akan kejadian semalam."Pagi sayang, kamu sudah bangun?" tegur Alagar yang baru keluar kamar mandi hanya mengenakan handuk. Rambutnya masih basah, dan wajahnya tampak segar. Alagar menghampiri Viona dan duduk di sampingnya.Viona langsung merangkul manja Alagar, menempelkan kepalanya di dada bidang pria itu. "Kamu mau kemana, pagi-pagi sudah mandi?" tanyanya dengan suara yang lembut, merasa kehilangan kehadiran Alagar.Alagar tersenyum sambil mengelus lembut rambut Viona, "ada rapat perusahaan yang h
Suasana ruang rapat terasa begitu tegang. Alagar berdiri di depan para petinggi, memegang pointer dan menunjuk ke arah slide presentasi yang menampilkan berbagai tindakan yang dilakukan oleh Maurice selama ini. Semua mata tertuju padanya."Sesuai dengan prinsip perusahaan yang tidak bisa mentolerir tindakan mereka yang seolah sangat berkuasa dengan kedudukannya yang tinggi, aku akan memberikan hukuman tegas!" seru Alagar dengan tegas dan lantang.Wajah Maurice bertambah pucat, bibirnya bergetar, dan keringat dingin mengucur deras. Dia mencoba mempertahankan sikapnya, namun terlihat begitu sulit. Para petinggi yang hadir di ruang rapat hanya bisa menatap Maurice dengan iba, menahan simpati mereka yang tak bisa tersalurkan.Alagar menghela napas sejenak, kemudian melanjutkan kata-katanya dengan nada yang lebih berat, "Maurice Ravel, mulai hari ini kau dipecat dari Ruiz Foundation. Adapun perusahaan lain juga akan memblacklist kamu jika melamar menjadi manaje
Alagar duduk di ruang CEO yang mewah dan elegan, menikmati secangkir teh hangat yang baru saja dituangkan oleh ayahnya. Ia mencoba untuk menenangkan diri setelah kejadian yang baru saja ia alami di ruang rapat. "Sekali lagi Ayah minta maaf, karena telah menunjuk orang yang salah," ucap Arbeloa dengan nada menyesal sambil menuangkan teh hangat untuk sang anak.Alagar menghela nafas panjang, mencoba mengendalikan emosinya yang masih terasa bergejolak akibat tindakan Maurice. "Tidak apa Ayah, setidaknya dengan kejadian Maurice, bisa memberikan contoh pada petinggi yang lain agar tidak ada yang sepertinya," jawabnya lembut, meski dalam hati ia masih merasa marah dengan tindakan Maurice yang mencoba menusuknya dengan pisau.Wajah Alagar tampak masih sedikit kesal, namun ia berusaha untuk tersenyum pada ayahnya. Matanya terlihat menggambarkan rasa kecewa yang mendalam. Sementara itu, Ayah Alagar menatap putranya dengan penuh simpati dan rasa bersalah."Alagar, Ayah tahu betapa beratnya ta
Di Istana Langit, Dewa Agung, Bikely, dan Indra sedang mengatur segala persiapan untuk menyambut kedatangan Alagar. Mereka mengatur bawahan masing-masing, dan memastikan segala sesuatu berjalan dengan sempurna.Sementara itu, di Bumi, Alagar duduk di sebuah kafe yang terletak di depan Universitas Ruiz, tempat kekasihnya, sedang menuntaskan studinya. Dia menatap pintu masuk universitas itu dengan penuh harap, menunggu sosok yang ia cintai muncul.Tak lama kemudian, Clinton dan Hendri datang menghampiri Alagar setelah mereka dihubungi sebelumnya. Mereka duduk di kursi yang tersedia di sebelah Alagar, dengan wajah berseri-seri."Maaf lama, Alagar, tadi nunggu dia keluar ruangan dulu," ucap Hendri sambil menunjuk Clinton yang tampak sedikit canggung. Alagar hanya mengangguk dan tersenyum, menunjukkan bahwa dia mengerti.Clinton melotot kesal pada Hendri yang menyalahkan dirinya karena terlambat menyelesaikan bimbingan skripsi. "Aku lagi yang
Viona berjalan menuju kafe yang berada di depan Universitasnya dengan langkah lelah setelah menyelesaikan bimbingan belajar yang cukup melelahkan sepanjang hari ini.Ketika sampai di kafe, ia melihat Clinton dan Hendri sudah duduk di meja yang biasa mereka tempati."Maaf aku terlambat..." ucap Viona dengan napas tersengal-sengal, namun suaranya tercekat saat melihat piring-piring makanan menumpuk di depan Clinton."Astaga Clinton! Apa kau tidak tahu namanya menahan diri?!" tegurnya dengan nada terkejut dan kesal.Clinton yang sedang asyik melahap makanan dengan mulut penuh, mendongak dan melihat Viona yang sudah berdiri di samping meja mereka. Dengan sisa makanan yang masih terlihat di sudut mulutnya, ia tersenyum lebar pada Viona, seolah-olah tidak merasa bersalah sama sekali.Sementara itu, Hendri yang duduk di sebelah Clinton hanya menggelengkan kepalanya dengan senyum getir, seolah meminta maaf pada Viona atas tingkah laku Clinton yan
Ke esokan harinya, langit cerah dan matahari mulai menyinari permukaan bumi. Viona mengenakan atasan kaos berwarna pastel dan celana jeans pendek, sementara Alagar mengenakan kemeja putih dan celana panjang hitam. Di depan rumah, Alagar membuka pintu mobilnya, siap untuk pergi. Viona menghampirinya dan memeluknya erat. "Jangan lupa hubungi aku, saat sudah sampai," ucapnya dengan suara manja, matanya berbinar.Alagar tersenyum hangat, menatap mata Viona yang memancarkan rasa sayang. "Tentu, aku pasti akan menghubungimu," jawabnya lembut. Dengan lembut, ia menarik tubuh Viona mendekat dan mengecup puncak kepalanya, membuat Viona merasa hangat dan aman dalam pelukannya.Dari kejauhan, kedua orang tua Alagar mengamati adegan mesra antara anak mereka dan Viona. Mereka tersenyum bahagia, melihat betapa dekatnya hubungan kedua anak muda itu. Meskipun mereka belum menikah, namun karena sering tinggal bersama, Alagar dan Viona telah membina ikatan yang kuat dan harmonis.Setelah berpisah dar
Saat melihat Alagar telah meninggalkan medan pertempuran, bawahan Tigras saling pandang dan mengangguk tanpa suara. Dalam sekejap, mereka bergerak cepat meninggalkan tempat tersebut, seolah tak ingin berlama-lama lagi."Hei, kalian mau kemana? Lawan kalian kami!" seru Indra dengan penuh semangat, berniat mengejar bawahan Tigras yang berlalu pergi.Namun, sebelum Indra berhasil mengejar mereka, Bikely menghentakkannya, dengan wajah yang tenang, ia berkata, "Indra, biarkan saja mereka, yang penting Alagar sudah sampai di tempat Dewa agung."Indra menghela napas dan mengangguk. "Baiklah, kamu benar. Yang terpenting Alagar menemui Dewa Agung," ujarnya, merelakan bawahan Tigras pergi begitu saja.Bikely dan Indra terbang beriringan menuju tempat Dewa Agung, untuk menyusul Alagar yang telah lebih duku pergi ke sana melalui sihir pemanggilan. Keduanya terbang dengan cepat, melewati gerbang Istana langit begitu saja, tak peduli dengan para penjaga gerbang yang tampak memperhatikan mereka. Ka