"Apa kau datang ke sini untuk menghancurkan perusahaanku?""Tidak, Tuan. Itu tidak mungkin. saya mengais kehidupan saya dan anak-anak saya di tempat ini, jadi apakah saya ingin menghancurkan diri saya sendiri?""Siapa yang tahu?" jawab lelaki itu sambil sekali lagi mengesap kopinya, dia menatapku dengan penuh kecurigaan tapi aku tetap berdiri dengan anggun dan mengulas senyum terbaik di hadapannya. Semakin aku tersenyum, makin kesal lelaki itu sepertinya. "Sejak awal, saya curiga dengan modusmu. Tadinya saya tulus ingin membantu tapi melihat anda begitu berambisi dan nekat memanfaatkan keadaan, saya rasa kalau Anda memang bukan orang yang tulus!""Kalau begitu Anda bisa menguji saya! Apakah saya benar-benar kompeten atau hanya aji mumpung" Lelaki itu langsung berdiri, dia meletakkan proposal dana keuangan dengan kasar ke mejanya. Dia berjalan ke hadapanku dan mencengkram tanganku dengan keras, sampai aku bisa merasakan tekanannya. "Jika kau main-main, maka aku akan membunuhmu!"
Sewaktu aku membungkamnya dengan pertanyaan terakhir, mantan suamiku tidak bisa bicara apapun, hanya air mata menetes selalu dengan gontainya ia pergi meninggalkan kami begitu saja. Sama dengan kepergian yang pertama, kepergian kali ini juga tanpa pamit, tanpa permintaan maaf atau kata-kata yang sekiranya bisa mengobati luka hati. Tapi percuma mengharapkan seseorang mengobati luka hati, sementara kesalahannya begitu fatal, sulit dimaafkan dan mungkin sejak trauma yang ia tinggalkan akan melekat seumur hidup. Ting!Ada pesan dari manajer utama, untuk pertama kalinya aku terkejut membacanya tapi kemudian santai saja.(Kurasa ada yang salah dengan masalah laporan dana yang dicairkan untuk proyek kesejahteraan. Ada manipulasi data dan daftar penerima yang digembungkan."Aku hanya tertawa menanggapi kecurigaan itu, sulit baginya untuk membuktikan kesalahanku karena aku bermain dengan cara yang amat terselubung. Aku tidak mengambil sesuatu dalam jumlah besar melainkan mengambil 2 sampai
"Hei, jangan buru-buru Pak, kalaupun itu akan terjadi kita mungkin harus saling mengenal.""Aku telah mengenalmu dalam 4 bulan lebih, cara bicara, gesture, perbuatan dan semua yang kau lakukan telah kuketahui.""Santailah Pak, akan kuambilkan Wine," ujarku sambil melepas pegangan tangannya dari tanganku. Kulakukan itu demi mencairkan suasana. Keadaan sempat tegang dalam beberapa detik begitu para tamu undangan melihat dia memegang tanganku, seorang bos memegang tangan asistennya. Ouh, itu benar-benar akan jadi skandal andai aku tidak mengendalikan ekspresi dan keanggunanku. Beberapa wanita berbisik saat aku berjalan dengan santai mengambilkan segelas anggur, meski orang yang sedang berkumpul dan membicarakan diri ini aku hanya mengulas senyum tipis, lalu kembali berjalan ke arah bosku dan memberikannya minuman tersebut lantas kubiarkan dia membaur dengan kolega dan rekan bisnisnya. "Berbaurlah, Pak. Saya akan menjauh.""Kenapa apa ajakanku untuk menikah terdengar menyeramkan?"Aku
"oh saya paham!" Dan sontak tatapan bosku berubah kembali, dia tersenyum begitu lebar dan mendekat ke arah wanita itu. "Baik Nyonya, akan saya tanggapi keluhannya dan akan saya hukum orang yang telah mengambil hak calon suami Anda.""Anda yakin Tuan?" Aruni sudah terlihat senang. "Ya saya akan menghukum jadi membuat dia jadi asisten saya seumur hidup!""Hah, kenapa begitu!"Aku tahu aruni berharap kalau aku akan dipecat tapi laporannya membuatku semakin dekat dengan bosku."Aku tidak akan membiarkannya melakukan dosa untuk kedua kalinya, alih alih mengganggu hubunganmu dengan mantan suaminya, aku akan menghukumnya dengan cara membuat dia tinggal di rumahku tanpa bisa keluar ke manapun." "Tapi bagaimana bisa?""Aku akan menikahinya, kau tenang saja. Kalau dia jadi istriku kau tidak akan terganggu," jawab Tuan Reinald sambil tertawa. Wanita itu seketika mencebik dan merajuk. Dia menatap dan memicingkan mata ke arahku, nampak tidak puas tapi tidak bisa berbuat banyak. Senyum dan jaw
Pesta bergulir sampai jam 12.00 malam, bosku minum bersama rekan-rekannya, sampai dia setengah mabuk dan sempoyongan. Seperti biasa aku dan ustadz pribadinya membantu pria 40 tahun itu menuju ke mobilnya. Kami menaikkan lelaki itu ke mobil lalu sedikit mengendurkan dasinya, kemudian aku minta sopir untuk membawanya segera pulang. "Tunggu!" Pria itu memegang tanganku. "Antar aku!""Ini sudah malam Pak, saya harus pulang, supir anda akan mengantar anda.""Tidak, kau harus mengantarku!" Jawabnya bersikeras, dia yang mabuk dan terlihat sudah tak kuasa bergerak lagi, membuatku terpaksa mengikuti keinginannya. Aku terpaksa masuk ke mobil sebelum ia berteriak dan membuat malu semua orang. *Di perjalanan, Lelaki itu bernyanyi, tertawa dan terus menetapku sementara sopir yang ada di depan kami terus melirik diri ini dari kaca tengah. "Maaf ya Nyonya mohon dipahami," ujar supir tersebut."Kalau tuan mabuk selalu begini?" "Ya, Nyonya. Walau terlihat senang sebenarnya beliau sangat sed
"Kenapa kau lakukan ini padaku!" Lelaki itu menatapku dengan bola mata berkaca-kaca sekaligus berkilat penuh kemarahan. Aku tidak mengerti dia marah tentang apa, dia marah karena semalam bosku mengumumkan sesuatu tentang kami ataukah ini tentang gaji dan tunjangan yang dipotong."Apa maksudmu, memangnya Apa yang kulakukan?" Aku bertanya dengan santai sambil menatapnya dan jariku tetap berada di atas keyboard komputer. "Kenapa kau potong tunjangan kesehatanku. Aku belum pernah sakit sama bekerja jadi aku berhak untuk klaim uangnya, kenapa kau hapus tunjangan itu.""Jawabannya sederhana. Karena kau tidak menggunakannya jadi kualihkan pada karyawan yang rentan sakit dan pekerjaannya jauh lebih penting darimu," balasku sambil melipat tangan di dada. "Tapi semua orang berhak atas asuransi kesehatan kenapa hakku sebagai karyawan?""Karena aku adalah kepala kesejahteraan jadi akan kulakukan mana yang bagus menurutku," balasku. "Kau tahu aku memerlukannya kan?""Untuk apa? Untuk menikah a
Selagi bersama bosku yang asik menikmati pijitan di kakinya, Pria bodoh itu masih menonton televisi sementara aku sibuk berpikir bagaimana cara mendapatkan setengah dari kekayaannya. Satu-satunya hal yang akan membuatku mendapatkan itu adalah menikahinya dan aku harus memastikan bahwa dia sedikit-sedikit akan menumbuhkan kepercayaannya padaku lalu aku bisa merebut hatinya. "Apa kau tidak lelah?" tanyanya tertawa kecil."Sangat lelah, tapi saya harus bekerja!""Ini bukan lagi jam kerja.""Atasan saya meminta saya melakukan sesuatu, Jadi saya harus patuh!" "Benar juga! Tapi apa kau bisa menjamin kesetiaanmu padaku, dan betapa kau akan bersikap loyal sampai akhir?""Entahlah, tergantung kebaikan anda pada saya," balasku mengangkat bahu. "Apa kemurahan hatiku yang kau inginkan?""Saya ingin anda memaafkan saya dan memberi saya kesempatan. Saya tidak akan mengulangi kesalahan saya.""Masalahnya... Jika seseorang merusak kepercayaanku, maka selamanya, aku tidak akan pernah mendengar mer
Aku tertegun dengan pemandangan itu kaget bahwa apa yang dijanjikan bosku ternyata terjadi sesuai dengan ucapannya. Dia mengirimkan beberapa orang untuk memberikan wanita itu pelajaran dan aruni mendapatkan malam terburuk dalam hidupnya.Boleh jadi setelah ternodai, wanita itu akan syok dan trauma, Mungkin dia harus ke rumah sakit untuk merawat diri dan melaporkan semua ini ke kantor polisi, atau bisa jadi dia akan menutupi aibnya sendiri dan bertahan dengan luka itu sampai akhir hidup. Yang pasti, tidak ada hal yang menguntungkan untuknya.Aku merasa bersalah atas akibat yang harus dituainya sekarang, tapi kupikir itu adil dan sepadan dengan harga keluarga yang ia hancurkan. Kemarin anak-anakku bahagia berkumpul dengan kedua orang tuanya tapi sekarang kami terpisah dan harus hidup seadanya, keluarga kami hancur dan bahkan untuk bertemu ayahnya anak-anak harus buat janji dulu. *Aku berangkat kerja seperti biasa, berjalan dengan anggun lalu meletakkan ID pengenal di gerbang utama s