Sesil menggeleng pelan seraya menitikkan air mata. Ia pintar sekali berpura-pura tanpa takut ketahuan. Dengan rasa percaya diri yang sangat besar itu, Sesil seolah sedang menjadi korban pemfitnahan.“Sungguh, aku nggak memahami semua ini. Siapa kamu? Kenapa bisa menuduhku seperti ini? Test pack siapa di tanganmu? Tanggung jawab apa? Di rahimku adalah anak dari suamiku. Mas Gifar. Kenapa kamu pandai sekali membual? Dari mana kamu tahu namaku? Apa memang kamu bersekongkol dengan Khumaira? Dibayar berapa kamu sampai mau melakukan semua ini?”Sesil berbicara sambil terisak. Suaranya gemetar. Entah bagaimana dia melakukan sandiwara sebagus itu. Ia seolah ketakutan sebab perkataan yang diakui sebuah fitnah itu akan dipercaya oleh Gifar. Padahal yang Riko katakan bukanlah sebuah fitnah.Khumaira makin meradang. Kemarahannya membawa kakinya mendekati wanita hamil yang sedang pura-pura ter zalimi itu.Plak! Tamparan keras dilayangkan oleh Khumaira. Kemudian, wanita berhijab itu mendorong tubuh
Proyektor mini yang sengaja dipersiapkan oleh Riko dari kosannya, kini menyorotkan gambar di dinding. Gambar bergerak yang di dalamnya ada dua orang lelaki dan perempuan sedang melakukan adegan tidak senonoh. Wajah kedua pemeran dalam video itu terlihat sangat jelas. Ya, Sesil sebagai pemeran wanitanya sedangkan Riko sebagai pemeran prianya.“Apa-apaan ini! Semua palsu! Jangan percaya, Bu! Jangan percaya!” Seketika, Sesil berusaha menghalang-halangi video yang sedang memutar di permukaan dinding.“Tolong menyingkir, Sesil! Cepat!” bentak Gifar. Ia ingin melihat keseluruhan secara jelas video yang ditampilkan.“Apakah itu palsu? Susah-payah saya mengambil video itu tanpa sepengetahuan dari wanita bernama Sesil yang dulu teramat saya cintai sampai mau terjerumus ke hubungan tak semestinya itu. Coba perhatikan dengan baik kalau kalian mengaku punya pemikiran yang pintar, bahkan cerdas,” ujar Riko merasa puas telah bisa menampilkan video pribadinya.Sesil menggelengkan beberapa kali. Ia m
Menyadari lengannya ditahan, Khumaira melihat ke arah Gifar. Tatapannya sinis. Ia teringat beberapa waktu yang lalu ketika lelaki itu lebih mempercayai ucapan Sesil.“Tolong lepaskan tangan Anda. Hubungan kita sebagai pasangan suami-istri sudah selesai beberapa waktu yang lalu. Jadi tolong, jangan menyentuh saya lagi.”Dengan sangat tegas, Khumaira kembali menyinggung kata talak yang sudah Gifar lontarkan. Yang artinya, pernikahan yang telah diarungi sekitar tiga tahun itu telah kandas. Bahtera itu telah runtuh sebab perbuatan Gifar sendiri.Gifar masih menggenggam tangan wanita yang dulu menemaninya dengan begitu tulus tanpa memikirkan kekurangannya itu. Ia menatap dengan raut wajah orang yang begitu putus asa.“Apakah Anda tidak mendengar perkataan saya? Tolong lepaskan tangan Anda. Saya melarang Anda untuk menyentuh saya! Kita bukan lagi suami-istri! Anda memahami perkataan saya kan!”Kali ini, Khumaira menghardik lelaki yang pernah menjadi imamnya itu. Tak dimungkiri, walau begitu
“Semua gara-gara kamu, Sesil! Kamu tega membohongiku! Kamu mempermainkan kami semua!” Sorot mata Laela berpindah ke arah anak lelakinya. “Biarkan saja, Gi! Biarkan saja dia menderita! Biar dia merasakan karma yang dibuatnya sendiri! Biarkan dia kehilangan bayi haram itu, Gi!”Air mata Laela masih berlinang. Suaranya parau sebab bercampur tangisan. Amarah dan rasa benci kini timbul di dalam dadanya hanya untuk wanita yang beberapa waktu lalu begitu dibanggakan. Semua telah berganti. Rasa belas kasih mungkin juga telah sirna dari lubuk hati wanita paruh baya itu.“Tolong, Bu. Perutku sakit banget. Aku harus dibawa ke dokter. Tolong, Mas Gifar. Bantu aku,” rintih Sesil. Rasa sakit itu membuat air matanya mengalir.“Dia orang gila, Gi! Kamu harus menceraikannya! Biarkan bayinya keguguran!"Gifar masih mematung. Pikirannya sedang tidak karuan. Di dalam sana lebih banyak memikirkan tentang Khumaira yang kini telah menjadi mantan istrinya. Pandangannya kosong. Ia juga merasa sangat marah kep
“Pasien bernama Ibu Sesil mengalami keguguran. Rahimnya mengalami infeksi karena beberapa faktor. Beliau harus dirawat sampai kondisinya membaik.”“Tapi, dia masih hidup kan, Dok?”Pertanyaan Laela terdengar aneh di telinga dokter yang ada di hadapannya.“Tentu saja, Bu. Anda membawanya tepat waktu sebelum kejadian yang lebih buruk menimpa Ibu Sesil.”“Syukurlah.” Laela menoleh ke arah Gifar. “Untung dia masih hidup, Gi. Kamu jadi nggak dipersalahkan,” bisiknya.“Iya, Bu. Tapi, Ibu Sesil bisa saja mengalami dampak lain karena rahimnya mengalami infeksi, Bu.”Laela kembali menoleh ketika dokter berbicara. Bisik-bisik itu tentu saja hanya didengar oleh Gifar.“Dampak apa maksudnya, Dok?” Kali ini, Gifar yang bertanya.“Kalau infeksinya semakin parah, Ibu Sesil bisa saja mengalami kemandulan, Pak.”“Mandul?”“Benar, Pak. Karena itu, masih harus dilakukan pemeriksaan agar hal buruk itu tidak terjadi.”“Kemungkinan berapa persen pasien bisa terhindar dari kemandulan itu, Dok?” tanya Laela.
Beberapa orang yang berada di sana, seketika menoleh saat Akmal berbicara dengan lantang. Dia adalah teman dari Haikal yang merupakan seorang pengusaha di bidang transportasi. Truk yang memuat barang-barang Khumaira adalah salah satu kendaraan miliknya.Orang-orang yang sedang mengangkut lemari itu seketika berhenti. Mereka memang terlalu fokus pada lemari yang dibawa hingga tak melihat jalan dengan benar. Untung Khumaira tak tertabrak berkat Akmal menarik lengannya.“Oh, maaf. Aku nggak bermaksud memegang tanganmu, Mbak Khumaira.”Akmal seketika melepaskan cengkeramannya saat situasi sudah aman.“Khuma! Kamu hati-hati dong! Tahu banyak orang lagi mondar-mandir bawa barang, kamu malah berdiri melamun di tengah jalan. Untung Akmal melihatmu dan menarikmu dengan cepat. Kalau nggak, bisa saja terjadi kecelakaan. Kamu ke tabrak, terus lemari bisa menimpa seseorang. Bahaya kan?” ujar Haikal penuh penekanan karena memang mengkhawatirkan adik perempuannya.Khumaira tampak bersalah. Wajahnya
“Khuma, semua yang terjadi adalah kesalahan Ibu. Bukan Gifar. Jadi tolong, jangan berbicara seperti itu kepada anak lelakiku. Ibu yang salah,” jawab Laela. Ia tahu kalau Gifar sekarang makin terpuruk.Lukman dengan wajah masamnya kini mendekati mereka. Ia tak mungkin diam saja ketika melihat anak perempuannya harus menahan beban masalah sendirian.Halimah juga sama. Ia menghampiri Khumaira dan merengkuh pundaknya agar anak perempuannya itu merasa kuat dalam menghadapi semua masalahnya.“Lebih baik, kita bicarakan di dalam sambil duduk sebelum kami pergi dari sini. Kebetulan, semua barang yang Khumaira punya di rumah ini sudah masuk ke dalam truk. Kita bisa berbicara baik-baik karena saya ingin mendengar penjelasan dari pihak Anda walau saya merasa keberatan.”Lukman menekan egonya dan meminta untuk berunding meski hanya untuk basa-basi saja. Ya, karena memang tidak ada solusi mengingat talak tiga telah diberikan oleh Gifar dan sudah jelas kalau Khumaira telah disakiti oleh suami dan m
“Mereka nggak bakal datang ke sini. Kami sedang ada masalah rumah tangga, Dok. Saya hanya ingin sembuh dan pulang menemui mereka untuk menyelesaikan masalah kami, Dok,” jawab Sesil sambil berlinang.Dokter yang bertanya menganggukkan kepada perlahan. Ia merasa prihatin, tetapi tak bisa berbuat apa-apa.“Kalau Anda ingin semua cepat sembuh, Anda tidak boleh stres, Bu. Kalau Anda sering mengalami stres akan berdampak buruk untuk kondisi Anda sendiri nanti walau sudah melakukan pengobatan sekalipun.”“Saya akan berusaha mengontrol pikiran saya, Dok.”“Baiklah. Setelah pemeriksaan selanjutnya, semoga keadaan Anda bisa lebih baik dan Anda bisa diperbolehkan untuk pulang.”Sesil hanya mengangguk sambil menghapus air matanya. Ia tak yakin pula dengan apa yang tadi telah diucapkan. Ya, karena masalahnya dengan Gifar begitu rumit dan banyak menyita pikirannya.Setelah dokter keluar dari ruangannya, Sesil meringis kesakitan. Perutnya terasa nyeri dan seperti ada yang menusuk-nusuk di dalam sana