Menyadari lengannya ditahan, Khumaira melihat ke arah Gifar. Tatapannya sinis. Ia teringat beberapa waktu yang lalu ketika lelaki itu lebih mempercayai ucapan Sesil.“Tolong lepaskan tangan Anda. Hubungan kita sebagai pasangan suami-istri sudah selesai beberapa waktu yang lalu. Jadi tolong, jangan menyentuh saya lagi.”Dengan sangat tegas, Khumaira kembali menyinggung kata talak yang sudah Gifar lontarkan. Yang artinya, pernikahan yang telah diarungi sekitar tiga tahun itu telah kandas. Bahtera itu telah runtuh sebab perbuatan Gifar sendiri.Gifar masih menggenggam tangan wanita yang dulu menemaninya dengan begitu tulus tanpa memikirkan kekurangannya itu. Ia menatap dengan raut wajah orang yang begitu putus asa.“Apakah Anda tidak mendengar perkataan saya? Tolong lepaskan tangan Anda. Saya melarang Anda untuk menyentuh saya! Kita bukan lagi suami-istri! Anda memahami perkataan saya kan!”Kali ini, Khumaira menghardik lelaki yang pernah menjadi imamnya itu. Tak dimungkiri, walau begitu
“Semua gara-gara kamu, Sesil! Kamu tega membohongiku! Kamu mempermainkan kami semua!” Sorot mata Laela berpindah ke arah anak lelakinya. “Biarkan saja, Gi! Biarkan saja dia menderita! Biar dia merasakan karma yang dibuatnya sendiri! Biarkan dia kehilangan bayi haram itu, Gi!”Air mata Laela masih berlinang. Suaranya parau sebab bercampur tangisan. Amarah dan rasa benci kini timbul di dalam dadanya hanya untuk wanita yang beberapa waktu lalu begitu dibanggakan. Semua telah berganti. Rasa belas kasih mungkin juga telah sirna dari lubuk hati wanita paruh baya itu.“Tolong, Bu. Perutku sakit banget. Aku harus dibawa ke dokter. Tolong, Mas Gifar. Bantu aku,” rintih Sesil. Rasa sakit itu membuat air matanya mengalir.“Dia orang gila, Gi! Kamu harus menceraikannya! Biarkan bayinya keguguran!"Gifar masih mematung. Pikirannya sedang tidak karuan. Di dalam sana lebih banyak memikirkan tentang Khumaira yang kini telah menjadi mantan istrinya. Pandangannya kosong. Ia juga merasa sangat marah kep
“Pasien bernama Ibu Sesil mengalami keguguran. Rahimnya mengalami infeksi karena beberapa faktor. Beliau harus dirawat sampai kondisinya membaik.”“Tapi, dia masih hidup kan, Dok?”Pertanyaan Laela terdengar aneh di telinga dokter yang ada di hadapannya.“Tentu saja, Bu. Anda membawanya tepat waktu sebelum kejadian yang lebih buruk menimpa Ibu Sesil.”“Syukurlah.” Laela menoleh ke arah Gifar. “Untung dia masih hidup, Gi. Kamu jadi nggak dipersalahkan,” bisiknya.“Iya, Bu. Tapi, Ibu Sesil bisa saja mengalami dampak lain karena rahimnya mengalami infeksi, Bu.”Laela kembali menoleh ketika dokter berbicara. Bisik-bisik itu tentu saja hanya didengar oleh Gifar.“Dampak apa maksudnya, Dok?” Kali ini, Gifar yang bertanya.“Kalau infeksinya semakin parah, Ibu Sesil bisa saja mengalami kemandulan, Pak.”“Mandul?”“Benar, Pak. Karena itu, masih harus dilakukan pemeriksaan agar hal buruk itu tidak terjadi.”“Kemungkinan berapa persen pasien bisa terhindar dari kemandulan itu, Dok?” tanya Laela.
Beberapa orang yang berada di sana, seketika menoleh saat Akmal berbicara dengan lantang. Dia adalah teman dari Haikal yang merupakan seorang pengusaha di bidang transportasi. Truk yang memuat barang-barang Khumaira adalah salah satu kendaraan miliknya.Orang-orang yang sedang mengangkut lemari itu seketika berhenti. Mereka memang terlalu fokus pada lemari yang dibawa hingga tak melihat jalan dengan benar. Untung Khumaira tak tertabrak berkat Akmal menarik lengannya.“Oh, maaf. Aku nggak bermaksud memegang tanganmu, Mbak Khumaira.”Akmal seketika melepaskan cengkeramannya saat situasi sudah aman.“Khuma! Kamu hati-hati dong! Tahu banyak orang lagi mondar-mandir bawa barang, kamu malah berdiri melamun di tengah jalan. Untung Akmal melihatmu dan menarikmu dengan cepat. Kalau nggak, bisa saja terjadi kecelakaan. Kamu ke tabrak, terus lemari bisa menimpa seseorang. Bahaya kan?” ujar Haikal penuh penekanan karena memang mengkhawatirkan adik perempuannya.Khumaira tampak bersalah. Wajahnya
“Khuma, semua yang terjadi adalah kesalahan Ibu. Bukan Gifar. Jadi tolong, jangan berbicara seperti itu kepada anak lelakiku. Ibu yang salah,” jawab Laela. Ia tahu kalau Gifar sekarang makin terpuruk.Lukman dengan wajah masamnya kini mendekati mereka. Ia tak mungkin diam saja ketika melihat anak perempuannya harus menahan beban masalah sendirian.Halimah juga sama. Ia menghampiri Khumaira dan merengkuh pundaknya agar anak perempuannya itu merasa kuat dalam menghadapi semua masalahnya.“Lebih baik, kita bicarakan di dalam sambil duduk sebelum kami pergi dari sini. Kebetulan, semua barang yang Khumaira punya di rumah ini sudah masuk ke dalam truk. Kita bisa berbicara baik-baik karena saya ingin mendengar penjelasan dari pihak Anda walau saya merasa keberatan.”Lukman menekan egonya dan meminta untuk berunding meski hanya untuk basa-basi saja. Ya, karena memang tidak ada solusi mengingat talak tiga telah diberikan oleh Gifar dan sudah jelas kalau Khumaira telah disakiti oleh suami dan m
“Mereka nggak bakal datang ke sini. Kami sedang ada masalah rumah tangga, Dok. Saya hanya ingin sembuh dan pulang menemui mereka untuk menyelesaikan masalah kami, Dok,” jawab Sesil sambil berlinang.Dokter yang bertanya menganggukkan kepada perlahan. Ia merasa prihatin, tetapi tak bisa berbuat apa-apa.“Kalau Anda ingin semua cepat sembuh, Anda tidak boleh stres, Bu. Kalau Anda sering mengalami stres akan berdampak buruk untuk kondisi Anda sendiri nanti walau sudah melakukan pengobatan sekalipun.”“Saya akan berusaha mengontrol pikiran saya, Dok.”“Baiklah. Setelah pemeriksaan selanjutnya, semoga keadaan Anda bisa lebih baik dan Anda bisa diperbolehkan untuk pulang.”Sesil hanya mengangguk sambil menghapus air matanya. Ia tak yakin pula dengan apa yang tadi telah diucapkan. Ya, karena masalahnya dengan Gifar begitu rumit dan banyak menyita pikirannya.Setelah dokter keluar dari ruangannya, Sesil meringis kesakitan. Perutnya terasa nyeri dan seperti ada yang menusuk-nusuk di dalam sana
“Astaghfirullah! Mas! Maaf, Mas, maaf!” ucap Khumaira terkejut. Ia spontan mengembalikan gelas yang tumpah ke posisi awal. Kemudian, ia mengambil tisu di meja untuk mengelap air yang membasahi celana Akmal.Akmal seketika berdiri dan menyingkir. Ia berkata, “Mbak Khumaira! Nggak perlu dilap! Biarkan saja!” Suaranya lumayan tinggi karena memang kaget.Khumaira yang memegang tisu hanya mematung. Ia baru sadar kalau tak pantas seorang wanita mengelap bagian paha dari seorang lelaki. Ya, walau niatnya memang baik untuk mengelap tumpahan air yang membasahi bagian itu.“Maafkan aku sekali lagi, Mas. Aku ceroboh,” ujar Khumaira lagi. Tisu yang dipegang, tak sadar telah diremas.“Maafkan aku juga yang tiba-tiba menyingkir darimu dan tak sadar meninggikan suara. Aku hanya kaget. Ini yang basah cuma sedikit. Jadi, nggak masalah.” Suara lelaki itu rendah kembali.Akmal mengambil tisu dan mengelap celana yang basah itu sendiri. Sedangkan Khumaira, ia membersihkan meja yang menjadi sedikit kacau.
Ketika Gifar membuka pesan yang Aldo kirim, keningnya langsung mengernyit. Ia sempat bertanya-tanya, tetapi rasa penasaran itu seketika sirna saat video itu mulai diputar.“Khumaira sama temannya Mas Haikal lagi? Katanya nggak punya hubungan apa-apa, tapi ini apa? Dasar semua munafik!”Ponsel yang ada di genggamannya langsung dilempar ke atas kasur. Ia yang sedang menyesali perbuatannya menjadi bertambah tak karuan. Antara penyesalan dan prasangka buruk berbaur dan membuat banyaknya pikiran.“Apa Khumaira sudah melupakanku dengan begitu gampang? Padahal kami belum resmi bercerai, kenapa dia sudah dekat-dekat sama laki-laki lain? Apa pun alasannya, Khumaira seharusnya tak seperti ini. Dia nggak boleh bahagia dengan lelaki lain secepat ini. Aku masih sangat mengharapkannya! Kenapa kamu bisa tersenyum di depan lelaki lain, Khuma!”Gifar duduk di tepi ranjang. Wajahnya kusut dan tampak pucat. Rambutnya berantakan. Penampilannya sangat tidak terurus. Bahkan matanya tampak sangat kelelahan.