Hizkia gelisah, berjalan mondar-mandir di kamar hotel. Pria itu belum memiliki petunjuk ke lokasi mana Kris dan komplotannya membawa lari Ruth dan Elkana.Bukan hanya itu, ia memikirkan bagaimana reaksi mama serta ibu mertuanya bila kejadian ini dikabarkan pada mereka. Mereka pasti akan panik setelah mendengarnya. Hizkia merasa serba salah dalam menentukan apakah ia akan terbuka saat ini atau menanti kabar kemajuan dalam pencarian Ruth dan Elkana.Melalui informasi seorang teman, Hizkia menemukan jasa pencarian orang secara mandiri, usaha detektif swasta di kota Surabaya. Hizkia menceritakan semuanya, pihak swasta langsung meminta untuk bertemu Hizkia untuk mendapatkan keterangan lebih lanjut.Mereka telah menyusun jadwal untuk pertemuan bersama Hizkia sore ini. Pihak swasta akan menyusun tim mandiri setelah mendengar penjelasan lengkap di sore hari nanti. Selain itu, pihak swasta juga akan bekerjasama dengan pihak berwajib agar tidak tumpang tindih peran dalam menemukan istri dan ana
Sementara itu, di suatu tempat yang tidak diketahui lokasinya, Ruth terbangun dari tidurnya. Ia memegangi kepalanya, sekelilingnya serasa berputar.Ruth berusaha mengembalikan penglihatannya. Ia memindai kondisi, otaknya merespon segera bahwa kini berada di tempat asing. Ingatan Ruth kembali pada kejadian sebelumnya, ia datang menemui Kris di parkiran hotel yang entah telah berapa jam berlalu.Ruth sadar bahwa ia dan putranya telah diculik oleh Kris. Seketika Ruth panik, berdiri lalu melangkah mencari keberadaan Elkana. Pergelangan kakinya terasa sakit. Ia menoleh ke bawah, kakinya terikat rantai besi sehingga gerak langkahnya terbatas."Kriiiissss!" teriak Ruth penuh amarah, tangannya terkepal erat. Suara marah Ruth menggema di ruangan kosong itu. Tidak ada siapa-siapa di dalam ruangan, hanya ia seorang.Nafasnya tersengal, Ruth merasa takut dan cemas, baik itu terhadap dirinya maupun Elkana. Entah berada di mana mereka saat ini. Apakah akan ada yang menolong mereka, mengingat lokasi
Malam menjelang, Ratmi kewalahan mengurus Elkana yang mulai tantrum memanggil-manggil mamanya. Elkana tidak bisa tidur. Kebiasaan bocah itu bila malam tiba, ia akan disenandungkan suara sambil punggungnya dielus oleh Ruth. Suasana baru tidaklah menyenangkan baginya. Ia berguling-guling di tempat tidur sambil merengek memanggil Ruth. Ratmi terlihat lelah mengasuhnya. Sesekali ia mencoba mendiamkan, tetapi lebih sering membiarkan Elkana tantrum sekehendak hati.Ia tidak berani membentak atau memukul Elkana. Kris telah berpesan sebelumnya untuk tidak menyakiti Elkana, bila bukan perintahnya."Ibu, bisa tidak diamkan anak itu! Berisik sekali!" Kris menghampiri mereka di dalam kamar. Pria itu baru tiba dari luar rumah untuk membeli makanan. Jam makan malamnya diinterupsi tangisan Elkana, "Suaranya mengganggu sekali!" ketus Kris pada ibu sambungnya."Elkana sedari tadi manggil mamanya, Kris. Kamu bilang jangan berikan. Begini jadinya," tunjuk Ratmi pada Kris. "Anak balita kalau dijauhkan d
Di dalam hatinya, Naomi sangatlah kesal terhadap Kris yang suka mengambil keputusan tanpa perencanaan matang. Ujung-ujungnya Naomilah yang akan diperintah untuk turun tangan membereskan kekacauan akibat dari tindakan Kris yang impulsif."Aku akan menikahi paksa Ruth," jawab Kris enteng. Naomi menyemburkan air minum dari mulutnya yang baru saja menyentuh bibir gelas."Apa!?" Baik Naomi maupun Ratmi seakan tidak percaya dengan ide yang baru saja mereka dengar."Aku ingin Hizkia hancur. Ketimbang membunuh Ruth lebih baik ia menjadi istriku," jelasnya. Kris meraih sebatang rokok, menaruhnya di bibir tanpa dinyalakan. "Usia pernikahan mereka juga masih satu tahun, Ruth belum tentu mencintai Hizkia," tebak Kris. Pria itu tertawa masam."A... apa Kakak... serius dengan ide itu?" tanya Naomi terbata."Aku serius. Tapi, aku akan selesaikan urusan dengan Ruth dulu," sahut Kris. "Aku telah menawarkan kesepakatan pada Ruth, ia akan kunikahi sebagai ganti nyawa suami dan anaknya," lanjutnya tertaw
Naomi terlihat gelisah di kamarnya. Perempuan itu tidak dapat tidur nyenyak, sebelum memastikan bahwa tindakan Kris ini menguntungkan bagi mereka. Akan tetapi, pikirannya tidak menemukan jaminan bahwa mereka akan aman, setelah menyadari bahwa bisa jadi kini mereka terancam berkat kartu tanda pengenal yang digunakannya untuk menyewa sebuah mobil. "Sialan!" cacinya rendah. Ia tentu tidak mau kalau suaranya akan terdengar hingga ke telinga kakaknya.Ratmi terlihat nyenyak di ranjang. Rumah yang mereka tempati sekarang, peninggalan Ryuzaki. Semasa ayahnya masih hidup, tempat ini digunakan sebagai tempat liburan keluarga dan teman dekat.Semenjak Ryuzaki berpulang, rumah ini tidak begitu terurus dengan baik. Menjelang hari terakhirnya, ayah mereka menghabiskan waktu di desa ini. Di sinilah, surat warisannya dibacakan, keputusan mengenai seluruh harta peninggalan diserahkan kepada Akihiro Krisnarendra, putra kesayangan dan kebanggaannya. Pembagian untuk Ratmi dan Naomi menjadi keputusan Kr
Ruth terkesiap sendiri, saat penjaga pintu ambruk ke tanah berumput, tidak sadarkan diri. Balok kayu yang dipukulkannya ke punggung si penjaga pintu gudang refleks terlepas di dekat kakinya.Ruth mencermati gerakan pria tambun itu. Ia tidak bisa memastikan apakah penjaga pintu masih hidup atau sebaliknya, setelah dengan segenap kekuatannya Ruth menghempaskan balok ke punggungnya.Dengan kondisi panik dan gemetar melihat penjaga pintu tidak bergerak, gegas Ruth menarik kunci di pinggang penjaga untuk membuka rantai yang mengikat kaki kiri dan kanannya."Maaf, Pak. Saya terpaksa melakukannya," bisiknya tanpa sesal.Ruth telah leluasa melangkah, meski dengan rasa sakit di pergelangan kakinya. Ia berjalan mengendap-endap kembali ke gudang perlahan, dengan tangan gemetar Ruth mendorong pintu besar gudang itu. Saat terbuka, ia langsung berlari ke arah Elkana. Ruth meraih putranya yang masih terlelap, menyatu dalam dekapannya.Firasatnya mengatakan ia harus lari bila ada kesempatan. Ini saat
Pria itu mengepalkan kedua tangannya. Ingin rasanya ia melayangkan bogem mentah pada penjaga pintu yang tidak becus menjaga seorang perempuan dan anak kecil. Hanya saja, ia masih membutuhkan informasi tentang kejadian yang baru saja terjadi.Kris tidak memiliki pengawal atau anak buah lainnya, bila semakin banyak yang tahu, maka kemungkinan besar kedoknya mudah terbongkar. Ternyata satu saja anak buah, malahan menyusahkan dirinya.Beberapa menit Kris menunggu Rokidi siuman, yang dinanti tak kunjung bangun. Sebaliknya, ia tampak begitu nyenyak di lantai.Tidak sabar, Kris mengambil ember lalu menyiram air dari toilet ke tubuh penjaga pintu. Rokidi megap-megap, seperti ikan yang tidak sengaja terlempar ke darat.Ia mengusap wajahnya yang disiram air dingin. Penjaga berusaha bangkit berdiri, tubuhnya oleng karena merasakan nyeri di bagian punggung."Tidak becus!" Kris menampar penjaga pintu saat ia berdiri menghadap majikannya. Tubuhnya oleng ke dinding sambil gemetar, menunjukkan diriny
"Tolooooong!" raung Ruth sekeras-kerasnya menyisakan gema lara di subuh gulita. Pekik tangis pilu Elkana yang terkejut mendengar suara ratapan mamanya menambah keperihan hati yang mengetahui situasi ini, kecuali dua pria yang kini mendekat pada Ruth. Penglihatan Ruth telah genap berkurang, hingga benar-benar kelam menyapa. Ruth dan Elkana rebah dalam dekapan Kris."Buka pintu penumpang belakang!" Rokidi yang diperintahkan melakukan sesuai instruksi dari Kris. Ruth dibopong oleh Kris ditaruh pada bagian penumpang belakang sopir. Elkana digendong Rokidi, lalu diserahkan pada Kris. Anak kecil itu meraung dan meronta, Kris kewalahan menghadapinya."Ck... Anak ini menyusahkan saja. Kita tinggal saja di sini," keluh Kris. "Pasti akan merepotkan bila bukan Ruth yang mengurusinya," imbuhnya lagi.Sewaktu Kris membuka pintu, Rokidi bersuara, "Pa... Pak Kris, izin berpendapat..." Gerakan Kris terhenti, lalu ia menoleh sedikit pada Rokidi, Elkana masih menangis dalam gendongannya."Apa!" serunya