Di tempat yang berbeda, Alexander sudah sampai di tempat tujuan, dia sudah duduk dengan tenang memperhatikan lawannya yang juga tidak kalah tenang dihadapannya. “Katakan padaku, apa maumu?” Alexander sudah tidak bisa menunggu lama, karena dia harus segera bertemu dengan Rianne secepatnya.Orlando yang duduk di hadapanya hanya tertawa dengan sesekali menggoyangkan gelas wine miliknya, “Kau sangat tidak sabaran tuan.” EjeknyaOrlando berdehem, memajukan sedikit wajahnya membuat Rafh yang berada di sebelah sang tuan geram, tetapi Alexander mengabaikannya. “Apakah Rianne tahu siapa kau yang sebenarnya?”Alexander menyunggingkan bibirnya, “Kau mengancamku karena itu? Bagaimana kalau sebenarnya dia memang sudah tahu aku seperti apa?” “Benarkah?” Orlando menegakkan kembali tubuhnya menjadi tegap, dia menyalakan rokok yang sudah tersedia disana. Pria itu melanjutkan, “Bukan tentang kematian kakaknya, Arche. Ah, tapi, aku sangat berterima kasih padamu karena sudah menyingkirkan pria berisik
"Nona tenanglah!" Rafh mencoba menenangkan. Asisten Alexander itu mendekat perlahan dengan senjata masih di acungkan pada Orion. Sementara dirinya meraih tangan Rianne dan membawanya kesampingnya."Lepaskan aku!" Rianne memberontak karena Rafh mencekal tangannya kuat.Rafh masih mengabaikan, dia memanggil para anak buahnya dan membereskan semua kekacauan yang terjadi."Bawa dia kembali ke apartemen kekasihnya." Dua orang pria yang membawa Orion mengangguk.Sekarang tinggallan Rianne, Rafh serta Anita yang sudah mulai sadar. Gadis itu menatap takut Rafh yang menatapnya tajam."Kau tidak bisa mengunci pintu dengan benar?" "Maafkan saya Tuan." Anita berlutut, dia hampir saja membahayakan nyawa Rianne dan itu sehatusnya tidak terjadi."Anita, bagunlah!" Rianne mendekat dan membantu Anita untuk berdiri.Rianne menatap Rafh tajam, pria yang tidak segan bermain senjata api. "Kau pulanglah, kami akan baik-baik saja setelah ini." Kata Rianne."Tidak, Nona harus ikut kembali bersamamku."Karen
Di ruang tamu, sudah ada Rianne yang duduk menunggu. Melihat kedatangan Orlando wanita berusia 27 tahun itu berdiri dan tersenyum tulus. Orlando memeluknya erat seolah tidak akan melepaskan Rianne lagi.“Akhirnya aku bisa melihatmu lagi.” Orlando melerai pelukannya dan menuntun Rianne duduk.Rianne hanya terkekeh karena merasa sangat lucu, dia melihat Lyora yang berjalan mendekat, dia kembali berdiri dan berjalan pada sahabatnya yang masih saja tidak menyukainya, padahal dia tidak bersalah sama sekali.“Diam saja, atau aku katakan pada Orlando hubunganmu dengan Orion.” Bisik Rianne karena Lyora seolah ingin melepas pelukannya. Sebenarnya itu hanya ancaman saja, Rianne tidak akan mampu menyakiti sahabatnya, namun Lyora selalu saja tidak menyukainya.Lyora diam, dia melihat Orlando yang tersenyum ke arah mereka, Lyora lebih takut pada Orlando daripada kakak kandungnya yang sama sekali tidak mau memperhatikannya, wanita itu lebih suka menghabiskan waktu bersama teman-temannya dari pada me
Rianne menatap nisan yang bertuliskan nama Orion disana, dia tersenyum dan menatap Lyora yang matanya bengkak. "Tentu mencarimu, mau apa disini? Kau sediri tahu dia bukan Orion tetapi orang lain. Mungkin." Mungkin yang Rianne maksud adalah, bisa saja jasad orang lain di dalamnya, atau memang disana memang tidak ada siapapun."Aku melihat Orion keluar dari apartemen milik Viola kemarin, dan saat mengikutinya aku kehilangan jejak." Mata Lyora kembali berkaca-kaca."Kau sangat mencintainya?"Tanpa sadar Lyora mengangguk. "Sangat, tapi aku tidak tahu bahwa ternyata dia memiliki wanita lain di belakangku." Lyora kembali meneteskan air mata.Rianne yang melihat itu mengelus pelan lengan sahabatnya, "Kau wanita baik, tidak seharusnya menangisi pria sepertinya."Lyora mendongak. "Kau tidak membenciku? Aku merencanakan hal buruk untukmu, mempermalukan dan menyakiti perasaanmu."Rianne tersenyum, "Kau sahabatku. Ya, walaupun aku kesal karena kau berencana menyakitiku, tapi kau harus tahu, aku
Rianne yang belum sempat menjawab sudah di angkat oleh Alexander ke dalam ruangan kecil di belakang kursinya, ruang istirahat Alexander jika dia kelelahan."Kau mau apa?" Tanya Rianne, dia sudah didudukkan di atas ranjang, dengan Alexander yang meletakkan kepala di paha sang wanita."Anna, bagaimana perasaanmu padaku? Apa kau akan meninggalkanku kalau aku berbuat salah?"Rianne diam, dia menyelipkan jarinya di rambut tebal Alexander."Kesalahan apa lagi yang kau lakukan selain membuatku terpisah dari kak Archie?"Alexander mendongak, ada tatapan penyesalan disana, dan Rianne merasa bersalah, anggap saja apa yang kakaknya alami adalah kecelakaan."Kakakku memaafkanmu, karena kau menjagaku dengan baik." Ucapnya, dia tidak bisa menatap mata sendu itu."Aku senang, andai saja aku bisa bertemu dengan kakakmu, aku akan meminta maaf, bagaimanapun, aku tidak ingin kau merasa kesepian.""Ada kau, bagaimana bisa aku kesepian.""Hum, untuk itu tolong jangan pergi, izinkan aku menjagamu."Rianne
Renata sudah berjalan ke hadapan sang Tuan, berjongkok di bawah kedua paha yang memang tidak merapat. Dengan ancang-ancang yang tepat Renata yang sudah di atas ubun-ubun keinginannya menatap lapar sesuatu yang menonjol di sana.Tangan lentiknya sudah menjulur akan rebara, tetapi Alexander lebih dulu menahan tangan tersebut dan mebatao dalam Renata yang mendongak dengan tatapannya yang sayu."Kenapa tuan? Saya akan membantu anda." Ucap Renata masih berusaha mendapatkan kesempatan."Berdirilah, ini sudah jam pulang, sebaiknya kau kembali."Renata masih tetap berjongkok, menatap minat apa yang sudah nampak disana. "Tapi tuan, anda seperti sangat membutuhkan bantuan saya.""Biar aku yang melakukannya." Alexander langsung berdiri saat mendengar suara yang sangat dikenalnya mendekat.Renata yang tadinya berjongkok langsung berdiri dan menunduk, bukan malu tetapi sangat kesal."Anna, kau sudah bangun? Kemarilah!" Rianne mendekat dan tersenyum pada Renata."Rena, pulanglah! Besok jangan lupa
Tidak hanya pengawal dan para pelayan, tetapi Alexander juga melakukan pencarian, sebagian dari mereka memeriksa CCTV untuk memastikan kemana nona mereka menghilang."Cari dia di semua ruangan." Kembali perintah Alexander menggema.Pria itu dengan langkah lebar menyusuri semua ruangan yang ada, jantungnya berdetak bayangan Rianne kembali meninggalkannya berputar di kepalanya. "Tuan, nona berada di ruang latihan." Lapor salah satu dari mereka. Alexander yang akan menuju taman belakang untuk memeriksa kamar disana urung, dia mempercepat langkahnya ke tempat dimana Rianne berada.Sampai di sana, dia melihat wanitanya, tengan memegang benda hitam dengan ukuran sedang di tangannya, tatapannya lurus kedepan, dan dengan sekali tarikan dari telunjuknya, papan berbentuk tubuh manusia diujung sana bocor di bagian dada.Alexander mendekat tanpa menimbulkan suara, dia yang akan memeluk wanitanya di hadang oleh benda berwarna hitam dengan moncong panas yang tepat berada di dada kirinya"Kau ingi
Beberapa hari setelahnya. Rianne yang merasa ada yang berubah dari Alexander mendekat, pria itu sudah bangun sejak tadi, dan sekarang berdiri di balkon kamarnya dengan piyama yang kancingnya terbuka."Kau sudah bangun?" Alexander berbalik dan merentangkan tangan meminta Rianne datang mendekat padanya.Rianne mendekat dan masuk dalam pelukan Alexander."Kau ingin kembali ke rumahmu?"Rianne mendongak, karena ini tidak disangkanya."Kalau kau izinkan, aku ingin kembali." Rianne mengucapkannya dengan suara kecil."Baiklah! Kau boleh bersiap, aku akan mengantarmu."Rianne diam, mencari keseriusan Alexander di dalam matanya. Wanita berusia 28 tahun itu menundukkan pandangan. Ada yang salah, dia ingin tetap berada di sisi Alexander tetapi begitu banyak penghalang diantara mereka.Rianne melepas rengkuhan Alexander dan masuk ke dalam kamar kembali, dia harus mempersiapkan diri. Hidup barunya akan segera dimulai.Beberapa jam berikutnya, Rianne sudah bersiap, setelah sarapan dia berjalan ke