Kemudian dia berlari ke arah pelaminan. Membanting kursi yang harusnya dia duduki sebagai raja sehari di pestanya ini. Dia mengambil dengan kasar, lalu melempar hiasan-hiasan bunga dekor di pelaminannya hingga berantakan.Nakula mengamuk. Dan aku membiarkannya."AARRRGGGG! Siapa yang sudah berani mengacaukan acara pernikahankuuu?"Lagi-lagi dia berteriak. Seiring dengan tubuhnya yang luruh ke bawah. Kali ini di atas pelaminannya. "Siapaaaaa?" teriaknya kembali.Aku melangkah menjauhi kursi tempatku duduk sejak tadi. Tanpa ragu, aku melangkah menuju ke atas pelaminan. Mengarah pada adik semata wayangku yang tengah gundah dan kacau."AKU!" ucapku lantang, setelah berada agak dekat di hadapannya.Rasanya aku pun tak mau lagi menjadi abang untuknya. Dia terlalu bej*t untuk menjadi seorang adik bagiku.Nakula mendongakkan kepalanya. Hingga dia menatapku. Mulutnya membulat. Perlahan dia pun bangkit dari posisinya yang terduduk tak berdaya."Bang Dewa," ujarnya lirih.Dengan langkah terseok,
"Elo tega, Bang!" desis Nakula tepat di telingaku.Dapat kudengar teriakan orang-orang yang masih berada dalam gedung ini. Orang-orang yang menyaksikan perdebatanku dengan Nakula sejak tadi.Orang-orang yang secepat kilat mendatangiku dan Nakula. Dengan sigap seseorang mendekat dan menahan tubuhku yang hampir limbung. Aku pun masih dapat melihat Nakula yang dijauhkan paksa dariku dan berontak.Aku merasakan perih tak terkira di perut bawah.BREETT!Kucabut pisau berlumur darah segar yang Nakula tancapkan tadi. Mataku berkunang-kunang melihat pisau serta tangan berlumur darahku sendiri."DEWAAAA!"Suara teriakan Alwina, merupakan hal terakhir yang aku ingat. Sebelum kesadaranku akhirnya hilang.*****Aku membuka mata perlahan. Bau obat-obatan khas rumah sakit menusuk hidung. Cahaya lampu di langit-langit ruangan, menyorot penglihatanku setelah aku berhasil membuka mata dengan sempurna."Dewa?"Aku melirik ke samping. Ada Alwina dan Om Frans—suami Tante Rum."Syukurlah kamu sudah siuman
Om Frans menepuk pelan bahuku, memberiku kekuatan."Jadi, Kharisma itu tukang selingkuh, Wa?" tanya Om Frans lagi."Lebih dari itu, Om. Dia murahan. Dia ... gila se*s." Aku mendecih. Menggelengkan kepala kuat-kuat. Kelebat bayangan pengkhianatannya dengan Guntur. Juga adegan panasnya dengan Nakula. Membuat hatiku kembali digurat sembilu.Om Frans manggut-manggut. "Om ngerti. Semua pasti menyakitkan buat kamu, Wa! Om tahu, kamu marah. Kamu kecewa. Kamu terluka, Wa. Sampai kamu memilih melakukan itu semua di acara adikmu," ujar Om Frans."Iya, Om. Dewa hancur mengetahui itu semua. Meski akhirnya Dewa terluka seperti ini. Tapi, Dewa puas. Sudah membuat Nakula dan Karina hancur di acara pernikahan mereka. Dan pernikahan itu batal!" ucapku."Iya. Hanya kepuasan yang kamu dapat. Tapi nggak ada kebaikan yang kamu dapatkan. Kamu tahu? Pak Ken, dinyatakan meninggal saat diperiksa begitu sampai di rumah sakit. Nyawanya ngga tertolong. Dia punya riwayat penyakit jantung. Kemungkinan dia sudah me
Aku menyebrangi jalan raya. Dengan membawa bubur ayam special dalam wadah, kujinjing dalam kantung kresek putih di tangan. Toppingnya kupisahkan dalam plastik berbeda.Selesai membeli bubur ayam, aku kembali memasuki gedung rumah sakit. Berjalan menyusuri koridor, untuk kembali ke ruangan, dimana Dewa dirawat.Sadewa Arthayuda. Suami dari almarhum Kharisma. Perempuan yang menjadi selingkuhan suamiku, Guntur Arisandy.Takdir kematian Mas Guntur bersama Kharisma di penginapan. Membawaku bertemu dan menjalin pertemanan dengannya.Kuperkirakan, usia Dewa lebih tua di atasku. Mungkin, sekitar tujuh tahun perbedaan usia kami.Tapi, aku sering tidak habis pikir dengan jalan pikirannya itu. Dia yang seharusnya lebih dewasa dariku. Justru terlihat lebih seperti anak ABG kemarin sore. Labil. Tidak memiliki pendirian.Padahal dia seorang pebisnis handal. Bagaimana dia dalam menghadapi klien bisnisnya? Sedang pemikirannya itu terkadang gegabah, dan tidak pernah berpikir jangka panjang.Dia memang
Kuakui, Kharisma memang sangat cantik. Badannya tinggi terawat. Kulitnya putih mulus. Rambutnya panjang. Aset yang dimilikinya, sangat pas.Tubuhnya sintal, tak ada asetnya yang terlihat kendur. Sepertinya, Kharisma memang sangat pandai merawat dirinya.Seragam kantor yang melekat di tubuhnya, nampak memperlihatkan bentuk tubuhnya yang aduhai itu. Membuat mata siapa saja yang melihatnya, pasti akan memuji keindahan tubuh yang dimiliki Kharisma.Kuhela napas kasar. Melupakan bayang-bayang pertemuanku dengan Kharisma dulu."Ya sudah, Om pamit ya. Nanti Tante Rum yang akan ke sini. Lekas sembuh, Wa!" tutur Om Frans, seraya menepuk-nepuk lengan atas Sadewa. Juga menatap ke arahku dan kemudian berpamitan. Lantas keluar dari ruangan ini."Wina, apa kamu sudah mau pulang?" tanya Dewa setelah kepergian Om Frans."Kenapa?" Aku justru balik bertanya."Aku minta tolong, panggilkan suster, aku ingin melihat keadaan Ibu," pintanya."Biar aku yang antar ke ruangan Ibu kamu," sahutku cepat. "Kamu tu
POV ALWINA Tiba di rumah, setelah melewati jalanan sore yang padat. Naga menyambutku yang baru keluar dari dalam mobil.Kuraih tubuh mungilnya, lalu menggendongnya yang sudah wangi bedak bayi.Aku lantas masuk ke dalam rumah dengan Naga dalam gendonganku. Dan Bu Endah—pengasuh Naga—mengekor di belakang.Bu Endah ikut masuk ke dalam kamarku. Segera aku mendudukkan Naga di atas tempat tidur king size dalam kamar. Dijaga Bu Endah, aku segera masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri secepatnya.Selesai mandi dan berganti pakaian. Bu Endah keluar dari kamarku. Membiarkan ku bersama putraku berdua di dalam kamar.Naga masih anteng dengan mainan di tangannya. Sedangkan aku, merebahkan diri sampingnya.Enam bulan setelah kematian Mas Guntur. Hanya Naga penyemangatku. Hanya Naga, yang membuatku kuat dan sabar menghadapi hari demi hari.Berita kematian Mas Guntur bersama selingkuhannya, sungguh menyesakkan hati ini. Apalagi, mereka meninggal dalam keadaan yang sungguh memalukan.Awal
POV ALWINA***Jam delapan pagi. Aku sudah siap di kursi dalam ruang kerjaku. Setelah kepergian Mas Guntur. Enam bulan ini, aku mengambil alih memimpin perusahaan propertinya.Setelah sebelumnya, aku merombak keadaan ruangan kerjanya ini. Mulai dari cat dinding yang kuganti dengan memasang wallpaper. Tata letak dalam ruangan ini, semuanya telah kuubah.Termasuk, kursi serta meja yang aku tempati sekarang, dan menjadi tempatku bekerja setiap harinya. Sudah aku ganti dengan yang baru. Karena meja serta kursi kebesaran Mas Guntur yang dulu, sudah pasti sering dipakainya bercumbu ria dengan Kharisma.Perusahaan ini, merupakan anak cabang dari perusahaan utama milik keluarga Mas Guntur. Semua anak dari almarhum Ayahnya Mas Guntur, dipercaya memegang satu anak cabang.Mas Guntur bukan anak orang biasa sepertiku. Dia anak orang berada. Kepergiannya ke Jepang, bukanlah untuk mengumpulkan pundi-pundi uang, untuk dikirim pada keluarga di kampung, sepertiku.Dia pergi ke Jepang, hanya untuk melu
POV ALWINA************Sore hari. Aku mengajak Naga serta Bu Endah untuk ikut ke rumah Dewa. Setelah sebelumnya, aku menghubungi Dewa untuk menanyakan kabarnya.Dia mengatakan sudah di rumahnya. Aku berniat menjenguk di rumahnya itu, setelah dia mengirimkan share loc alamat rumahnya. Tak lupa, aku membawakan buah-buahan untuknya.Naga yang telah selesai mandi dan wangi. Duduk di pangkuan Bu Endah di samping kursi kemudi. Aku lantas melajukan mobil untuk menuju rumah Dewa.Sepanjang perjalanan ke rumah Dewa. Anakku, Naga, tak hentinya berceloteh. Dengan biskuit khusus bayi di genggamannya.Naga memang sedang lucu-lucunya. Maka dari itu, aku tidak ingin melewatkan waktuku bersamanya. Sehingga aku hanya setengah hari di kantor.Andai takdir hidup tak seperti ini, aku ingin keluarga yang sempurna. Suami yang bekerja dan aku mengurus rumah serta anakku.Tapi, jalan hidup menuntut lain. Aku diharuskan menjadi ayah sekaligus ibu untuk Naga. Belum lagi memimpin kantor.Sekitar dua puluh meni