Rex menatap jengkel pada ponsel Lyra. Nama Dokter Ian ada di ponsel sang istri membuat hati sangat tidak nyaman. Entah mengapa, tetapi rasa tidak terima dan ingin marah mendadak muncul ke permukaan.Suara air shower di kamar mandi sudah berhenti. Ia mematikan layar dan meletakkan kembali ponsel di atas meja. Menggeser tubuh dengan lutut ke bawah tidak bisa bergerak, Rex berusaha sebisa mungkin tidak memperlihatkan dia baru saja mengintip ponsel sang mantan istri.Lyra keluar dari kamar mandi dan melihat lelaki itu bergerak-gerak di atas kasur. “Mau ke mana, Mas? Aku ambilkan kursi roda?”“Tidak, hanya pindah posisi saja,” geleng Rex akhirnya kembali rebahan telentang. “Oh, baiklah,” angguk Lyra kemudian menaiki ranjang, juga kembali merebahkan diri sambil telentang.Dua-dua menatap langit kamar, dengan pikirannya masing-masing. Jika Rex dipenuhi dengan kekesalan atas kehadiran Dokter Ian, maka Lyra dipenuhi dengan bayangan melihat lelaki di sampingnya bisa berjalan lagi.Tanpa sadar,
Lyra turun ke lobby. Di sana nampak Dokter Ian sedang menunggunya dengan dua kantong belanjaan berisi aneka makanan. Wanita yang polos ini tidak banyak berpikir dan menduga macam-macam.Bagi Lyra, mana mungkin lelaki seperti Dokter Ian ada hati untuknya? Mereka bagai langit dan bumi, sama seperti dia dan Rexanda. Jadi, ia hanya menganggap ini sebagai tanda pertemanan saja.“Aduh, Dokter ini kenapa selalu repot-repot membawa berbagai jajan untuk saya?” ucapnya menggeleng sungkan.Ian tertawa. “Siapa yang repot? Kebetulan, kalau pulang dari rumah sakit selalu lewati hotel ini. Jadi, aku mampir saja.”“Aku pikir, mungkin kamu kelaparan tengah malam dan tidak tahu harus mencari makanan ke mana. Kalau kukirimi jajan, paling tidak kamu aman!” kekeh lelaki tinggi dan manis tersebut. “Terima kasih banyak, ya. Lain kali, tidak usah begini. Saya jadi sungkan sendiri, Dokter,” angguk Lyra menerima dua kantung makanan tersebut.Mereka kemudian duduk di kursi lobby saling berhadapan. Kantong bela
Mata Rexanda dan Lyra saling tatap. Keduanya terjebak dalam situasi yang tidak pernah mereka bayangkan bisa terjadi. Bahkan, wanita itu sempat berpikir ia sedang bermimpi. Napas Rex bagai berhenti tiba-tiba saat Lyra membuka mata dan menatapnya bingung. Ia sendiri juga bingung, bagaimana menjelaskan mengapa bibirnya bisa ada di kening sang mantan istri?Didorong oleh ego dan harga diri yang tidak ingin terlihat lemah atau memelas di depan Lyra, detik itu juga Tuan Muda Adiwangsa berimprovisasi. “Kamu sengaja, ya?” tanya Rex menahan engah. Dengan cepat, ia lepas pelukan di pundak Lyra. Bahkan, ia segera menggeser tubuhnya dan sedikit mendorong perawat manis tersebut.Lyra tidak paham, “Sengaja? Sengaja apa, Mas?”“Kamu sengaja tidur di dadaku dan menyentuhkan keningmu di bibirku, ‘kan? Ada apa? Mencoba merayuku?” kilah Rex menutupi rasa malu karena ketahuan terbawa perasaan terhadap mantan istrinya. Makin Lyra terbelalak, “Aku merayumu? Tidak mungkin, Mas! Aku tidak akan berbuat beg
Pertanyaan Rex membuat Lyra terbelalak bingung. Pun Dokter Ian, sontak senyum lebar di wajahnya hilang, berganti dengan kening yang mengernyit. “Mas! Jangan be—” Lyra menggigit bibirnya, tidak jadi menyelesaikan kalimat karena Rex sudah memandangingnya lagi dengan sorot tajam mengintimidasi.“Maaf, apa saya ada salah dengan membawakan camilan?” tanya Dokter Ian masih mengulas sedikit senyum di bibir, walau datar.Rex balik menoleh pada asisten dokter senior tersebut. “Tidak ada yang salah. Saya justru menghindari kesalahpahaman saja.”“Kesalahpahaman apa?” Dokter Ian masih bingung, tetapi ia meletakkan tas belanjaan di atas meja, lalu melirik pada perawat manis. “Aku taruh di sini, ya, jajanannya?”Tanpa berani menoleh, Lyra mengangguk dan sorotnya hanya kepada gelas pudding. Rasanya ingin tenggelam ke dasar samudera karena malu dengan dokter itu. Sikap Rex menurutnya sangat berlebihan, terutama karena dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan sang mantan suami. Tuan Muda Ad
“Cemburu? Cemburu yang bagaimana, Pa? Siapa yang cemburu?” Lyra menatap gugup pada mantan mertuanya. Saking terkejutnya ia sampai tidak bisa mencerna dengan baik ucapan Harlan.“Ya, Rex cemburu dengan Dokter Ian. Tidak suka kamu didekati Dokter Ian,” ulang Harlan terkekeh.Wajah Lyra merah padam. “Ah, Papa ini aneh-aneh saja. Mana mungkin Mas Rex cemburu dengan Dokter Ian? Dan mana mungkin Dokter Ian mendekati aku. Siapalah aku ini, Pa? Hanya perawat lansia lulusan SMA,” gelengnya sambil tertawa lirih.“Selera Mas Rex itu tinggi. Lihat saja Marina. Lalu, Dokter Ian itu juga pasti akan menyukai wanita yang sekelas dengannya. Kalau aku ... duh, mungkin hanya sopir angkot yang suka denganku,” tukasnya kembali tertawa gugup.Harlan mengendikkan bahu, “Kadang, yang lelaki inginkan hanyalah kenyamanan. Siapa tahu dengan kamu merawatnya selama ini, Rex jadi merasa nyaman bersamamu?”“Dulu, dia terus menolakmu, sekarang dia ketergantungan kepadamu. Makanya, dia takut kamu diambil oleh Dokter
Rex melirik terkejut pada ayahnya yang menggelontorkan ide luar biasa. “Apa? Rujuk?”“Iya, rujuk. Kamu dan Lyra sebelum tiga bulan bercerai masih bisa rujuk tanpa harus akad kembali. Ayolah, Papa senang sekali kalau kamu kembali menikah dengannya. Dia adalah wanita yang baik.”Memalingkan wajah, Tuan Muda Adiwangsa tak nampak yakin atau senang mendengar usulan tersebut. Ia menggeleng jengah, “Aku tidak tahu, Pa. Aku tidak tahu dia masih mau menerimaku atau tidak.”“Dia bilang peduli kepadaku, sehingga mau merawatku seperti sekarang. Aku tidak yakin bahwa peduli yang dia maksud adalah perasaan cinta. Bisa jadi dia hanya iba saja, bukan?”Harlan mengendikkan bahu, “Kalau begitu, tanyakan padanya. Cari tahu apa dia mencintaimu atau tidak. Seharusnya itu mudah.”“Mudah kalau aku tidak cacat, Pa! Dalam kondisiku yang seperti ini, sudah kubilang, mana dia mau denganku? Kalau dia mengatakan tidak ada rasa denganku, mau taruh di mana mukaku?” dengkus Rex memicingkan mata kesal. “Ya, paling t
Bibir Rex mendekat hingga embusan napas hangatnya terasa di wajah Lyra. Sebagai seorang lelaki normal yang memiliki hasrat, keinginannya saat ini adalah mengecup bibir wanita yang telah mendampinginya melewati malam-malam terburuk.Debaran kian menggila di dada Lyra saat mengetahui lelaki itu mendekatkan wajah mereka berdua sampai nyaris tak berjarak. Ia secara reflek memejamkan mata saking gugupnya dengan apa yang mungkin terjadi.Pun dengan Rexanda yang sekarang mulai memejamkan mata sedikit demi sedikit. Menahan napas, menahan engah, tanpa berpikir, hanya mengikuti apa yang ada di dalam hati.Detik demi detik, debaran melanda tidak karuan. Telapak tangan menjadi dingin!Jemari Rex meraba pipi Lyra, merayap ke belakang hingga menyentuh tengkuk lembut. Seolah aliran darah terbakar dengan kedekatan yang terjadi Namun, mendadak ….‘Apa kamu yakin Lyra mau menerimamu yang cacat ini, Rex?’ Suara batin sang pemuda menggedor keras hingga ia sontak menghentakkan kepala ke belakang. Apa ya
Lyra memandangi ponsel Rex dengan lirih. Berpikir dalam hati bagaimana mungkin dia bisa menyaingi pesona seorang Marina Kristanto di hadapan mantan suaminya? Menganggap mereka berdua bagai langit dan bumi. Terlebih, ia tahu kalau pemuda itu sering menghabiskan malam bersama sang foto model seksi. ‘Sedalam itu cintamu kepada dia, sampai Aldi sahabatmu pun mengirim fotonya untuk memberimu semangat. Aku memang terlalu jauh bermimpi. Aku terlalu membiarkan perasaanku terlarut kepadamu, Mas.’‘Padahal, kamu baik kepadaku pasti karena aku adalah perawatmu. Kamu sudah merasa cocok dengan caraku merawatmu dan tidak mau menggantiku. Tapi, di saat kamu nanti bisa berjalan, pasti aku akan ….’Kembali menarik napas sangat panjang dan berat. Layar ponsel Rex mendadak mati dan terkunci. Screenlock-nya sudah aktif setelah beberapa menit tidak aktif. Memandangi wajah tampan, jemari Lyra bergerak dengan sendirinya. Ia ingin membelai rambut hitam yang menuruni kening dan menutupi sebagian mata. Akan t