Pertanyaan Rex membuat Lyra terbelalak bingung. Pun Dokter Ian, sontak senyum lebar di wajahnya hilang, berganti dengan kening yang mengernyit. “Mas! Jangan be—” Lyra menggigit bibirnya, tidak jadi menyelesaikan kalimat karena Rex sudah memandangingnya lagi dengan sorot tajam mengintimidasi.“Maaf, apa saya ada salah dengan membawakan camilan?” tanya Dokter Ian masih mengulas sedikit senyum di bibir, walau datar.Rex balik menoleh pada asisten dokter senior tersebut. “Tidak ada yang salah. Saya justru menghindari kesalahpahaman saja.”“Kesalahpahaman apa?” Dokter Ian masih bingung, tetapi ia meletakkan tas belanjaan di atas meja, lalu melirik pada perawat manis. “Aku taruh di sini, ya, jajanannya?”Tanpa berani menoleh, Lyra mengangguk dan sorotnya hanya kepada gelas pudding. Rasanya ingin tenggelam ke dasar samudera karena malu dengan dokter itu. Sikap Rex menurutnya sangat berlebihan, terutama karena dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan sang mantan suami. Tuan Muda Ad
“Cemburu? Cemburu yang bagaimana, Pa? Siapa yang cemburu?” Lyra menatap gugup pada mantan mertuanya. Saking terkejutnya ia sampai tidak bisa mencerna dengan baik ucapan Harlan.“Ya, Rex cemburu dengan Dokter Ian. Tidak suka kamu didekati Dokter Ian,” ulang Harlan terkekeh.Wajah Lyra merah padam. “Ah, Papa ini aneh-aneh saja. Mana mungkin Mas Rex cemburu dengan Dokter Ian? Dan mana mungkin Dokter Ian mendekati aku. Siapalah aku ini, Pa? Hanya perawat lansia lulusan SMA,” gelengnya sambil tertawa lirih.“Selera Mas Rex itu tinggi. Lihat saja Marina. Lalu, Dokter Ian itu juga pasti akan menyukai wanita yang sekelas dengannya. Kalau aku ... duh, mungkin hanya sopir angkot yang suka denganku,” tukasnya kembali tertawa gugup.Harlan mengendikkan bahu, “Kadang, yang lelaki inginkan hanyalah kenyamanan. Siapa tahu dengan kamu merawatnya selama ini, Rex jadi merasa nyaman bersamamu?”“Dulu, dia terus menolakmu, sekarang dia ketergantungan kepadamu. Makanya, dia takut kamu diambil oleh Dokter
Rex melirik terkejut pada ayahnya yang menggelontorkan ide luar biasa. “Apa? Rujuk?”“Iya, rujuk. Kamu dan Lyra sebelum tiga bulan bercerai masih bisa rujuk tanpa harus akad kembali. Ayolah, Papa senang sekali kalau kamu kembali menikah dengannya. Dia adalah wanita yang baik.”Memalingkan wajah, Tuan Muda Adiwangsa tak nampak yakin atau senang mendengar usulan tersebut. Ia menggeleng jengah, “Aku tidak tahu, Pa. Aku tidak tahu dia masih mau menerimaku atau tidak.”“Dia bilang peduli kepadaku, sehingga mau merawatku seperti sekarang. Aku tidak yakin bahwa peduli yang dia maksud adalah perasaan cinta. Bisa jadi dia hanya iba saja, bukan?”Harlan mengendikkan bahu, “Kalau begitu, tanyakan padanya. Cari tahu apa dia mencintaimu atau tidak. Seharusnya itu mudah.”“Mudah kalau aku tidak cacat, Pa! Dalam kondisiku yang seperti ini, sudah kubilang, mana dia mau denganku? Kalau dia mengatakan tidak ada rasa denganku, mau taruh di mana mukaku?” dengkus Rex memicingkan mata kesal. “Ya, paling t
Bibir Rex mendekat hingga embusan napas hangatnya terasa di wajah Lyra. Sebagai seorang lelaki normal yang memiliki hasrat, keinginannya saat ini adalah mengecup bibir wanita yang telah mendampinginya melewati malam-malam terburuk.Debaran kian menggila di dada Lyra saat mengetahui lelaki itu mendekatkan wajah mereka berdua sampai nyaris tak berjarak. Ia secara reflek memejamkan mata saking gugupnya dengan apa yang mungkin terjadi.Pun dengan Rexanda yang sekarang mulai memejamkan mata sedikit demi sedikit. Menahan napas, menahan engah, tanpa berpikir, hanya mengikuti apa yang ada di dalam hati.Detik demi detik, debaran melanda tidak karuan. Telapak tangan menjadi dingin!Jemari Rex meraba pipi Lyra, merayap ke belakang hingga menyentuh tengkuk lembut. Seolah aliran darah terbakar dengan kedekatan yang terjadi Namun, mendadak ….‘Apa kamu yakin Lyra mau menerimamu yang cacat ini, Rex?’ Suara batin sang pemuda menggedor keras hingga ia sontak menghentakkan kepala ke belakang. Apa ya
Lyra memandangi ponsel Rex dengan lirih. Berpikir dalam hati bagaimana mungkin dia bisa menyaingi pesona seorang Marina Kristanto di hadapan mantan suaminya? Menganggap mereka berdua bagai langit dan bumi. Terlebih, ia tahu kalau pemuda itu sering menghabiskan malam bersama sang foto model seksi. ‘Sedalam itu cintamu kepada dia, sampai Aldi sahabatmu pun mengirim fotonya untuk memberimu semangat. Aku memang terlalu jauh bermimpi. Aku terlalu membiarkan perasaanku terlarut kepadamu, Mas.’‘Padahal, kamu baik kepadaku pasti karena aku adalah perawatmu. Kamu sudah merasa cocok dengan caraku merawatmu dan tidak mau menggantiku. Tapi, di saat kamu nanti bisa berjalan, pasti aku akan ….’Kembali menarik napas sangat panjang dan berat. Layar ponsel Rex mendadak mati dan terkunci. Screenlock-nya sudah aktif setelah beberapa menit tidak aktif. Memandangi wajah tampan, jemari Lyra bergerak dengan sendirinya. Ia ingin membelai rambut hitam yang menuruni kening dan menutupi sebagian mata. Akan t
“Maksud Dokter?” Lyra memandang bingung. “Eh, maksud Ian?” ralatnya karena sudah sepakat tidak memanggil dengan kata dokter lagi. Ian tersenyum, menatap jemari wanita manis di sisinya. “Aku melihat tanganmu menggenggam tangan Tuan Rex saat tadi dia memaksa diri untuk menggerakkan jari kakinya.”“Sehingga?” Lyra tetap menatap tak mengerti dengan mata bundarnya itu. “Kenapa mesra sekali?”“Haa?” Melongo sudah bibir merah muda yang hanya dilapisi lipgloss tipis. “Mesra?”Ian mengangguk, “Aku melihatnya sebagai sebuah kemesraan. Kalian pacaran?” tembak sang dokter tanpa tedeng aling-aling lagi. Lyra cepat menggeleng, “Tidak! Tidak! Kami tidak berpacaran! Aduh, kenapa jadi berpikir begitu?” Ia entahi ingin tertawa atau menangis dengan pembicaraan ini. Sampai menggaruk kepala yang tidak gatal saking gugupnya. “Kalau pacaran juga tidak apa. Aku tidak akan membocorkannya. Aku hanya ingin tahu,” lanjut pemuda itu menyandarkan diri di sofa, lalu menatap lekat dengan wajah yang hampir setamp
Tertegun dengan apa yang dikatakan oleh Rexanda, seuatu meremas hati Lyra dengan kencang. Ada rasa sakit serta perih, kecewa …. Namun, ia tetap tersenyum dan menatap dengan nanar.“Semoga kamu bisa kembali dengan orang yang kamu sayangi dan berbahagia kembali,” ucap Lyra menahan rasa remuk karena mengira yang dimaksud adalah Marina. Rex mengangguk, “Aku baru saja memanadangi fotonya di ponselku. Aku … kecantikannya membuatku luluh," lanjut pemuda itu meremat ponsel. Wajah Lyra yang baru saja ia tatap terus menerus memang membuatnya luluh lantak, ingin mendekap, tetapi terlalu malu untuk berkata apa pun.Dengan kembali menarik napas panjang, mengembus pelan, Lyra mengangguk. ‘Memang Marina sangat cantik, Mas. Dia juga seksi, bukan? Kamu pasti baru saja melihat lagi fotonya berbikini kemarin? Atau mungkin foto kemesraan yang lain? Ah, kalian pasti merindukan masa-masa mesra berdua!’ desisnya dalam hati di balik senyum sendu. Sementara Rex, ia juga berkata dalam hati. ‘Seandainya k
Rex makin meningkatkan teriakannya, berharap Lyra akan mendengar, lalu kembali. Namun, untuk pertama kalinya dalam sejarah mereka bersama, wanita itu tidak mau menurut. Dengan tidak menoleh ke belakang, Lyra keluar dari pintu kamar, meninggalkan lelaki itu sendiri. Rex tentu saja berakhir dengan mengamuk bukan kepalang. Ponsel diambil, lalu menelepon terus menerus. Lyra merasa sakunya bergetar dan ada nada telepon masuk. Mengambil benda pipih, memandangi siapa yang menelepon, lalu menekan tombol merah.“Hah! Kamu menolak teleponku! Apa-apaan!” engah Rex memukuli kasur. Ia sama sekali tidak mengerti kenapa Lyra jadi seperti ini. “Berani sekali kamu menolak teleponku!”Tidak merasa bersalah karena dia tidak tahu Lyra kecewa. Tidak tahu kalau Lyra melihat foto Marina yang seksi. Pun Lyra, tidak merasa bersalah karena membuat bosnya uring-uringan. Baginya, ini wajar karena merasa Rex membuatnya bingung, memberi harapan palsu. Tidak tahu kalau sang lelaki benar-benar cemburu. “Kamu bena