Pria yang ditunjuk Bora bergegas mengeluarkan satu lembar seratus ribu di dalam dompet. "Benar, kami dibayar dokter Frank, kami tidak tahu apa pun."
Bora mengerutkan kening ketika membaca informasi tentang si anjing lalu beralih ke undang-undang penyiksaan hewan.Hendra menyipitkan kedua matanya ketika melihat uang kertas sudah tergeletak di atas aspal. "Nyawa seekor hewan, kalian samakan dengan uang seratus ribu? Bagaimana jika saya membayar lima puluh ribu rupiah untuk menghancurkan penis kalian? Aku rasa mengurangi orang bodoh, jauh lebih bagus daripada mempertahankan. Bibit bodoh membuat aku kesal."Ketiga pria sontak menutup adik kesayangan mereka.Bora bertanya pada Hendra. "Profesor, hukum tidak terlalu adil pada hewan tidak bertuan, bukan?""Memangnya kenapa?""Anjing itu berpemilik, dan ada hadiah. Sepertinya orang kaya."Hendra menatap Bora, mencerna semua informasi yang diberikan remaja perempuan itu. "Bora."Ditya berhasil sampai ke rumah sakit hewan dengan selamat sambil menggendong anjing yang sudah dibius, sementara anjing K9 mengekori dari belakang dengan antusias dan berhenti saat salah satu perawat hewan menghentikannya dengan tiba-tiba.Perawat hewan itu berjongkok di depan anjing German Shepherd itu dan tersenyum. "Oh, sudah lama kita tidak bertemu, Blink."Blink merupakan anjing K9 berjenis kelamin betina yang jatuh cinta dengan dokter Ditya. Dulu namanya Cleo, namun diganti Blink karena suka mengedipkan mata ke Ditya dengan manja. "Bukankah dia anjing K9 yang suka sama dokter Ditya? Kenapa anjing ini mengikuti dokter? Apakah dokter baru saja ke kantor polisi satwa?""Tidak tahu, tapi dia tadi mengekori dokter yang sedang membawa pasien. Aku terpaksa menghalangi, supaya tidak mengganggu dokter." Perawat hewan berdiri lalu mengambil camilan anjing di bawah meja dan diberikan ke Blink. "Ini."Blink yang sudah terlatih, hanya
Selesai mengobati tangan Bora, Hendra menuntun anak itu menuju tempat tidur lalu memberikan obat tidur dosis rendah.Bora tertidur lelap dan memimpikan Bern. Memeluk anjing berbulu cokelat itu lalu berbicara dengan nada sedih, Bern hanya duduk mendengarkan seperti biasa.Bora terdiam.Bern menoleh bingung. Bora bertanya pada Bern. "Tolong jangan tinggalkan aku."Bern tidak menjawab dan hanya menyandarkan kepalanya di atas pangkuan Bora. Jika disuruh memilih, dan bisa memutar waktu, Bern tetap akan memilih jalan yang sama, jika itu untuk membuat Bora tidak menderita di masa depan.Bern tahu dirinya hanya seekor anjing yang bisa saja dilupakan di masa depan atau hanya seekor hewan yang dianggap tidak berguna. Namun dia beruntung dan bersyukur bisa bertemu dengan Bora.'Bora, aku tahu apa yang terjadi dengan Toni.'Karena terlalu sedih, Bora jadi melupakan Harsa dan Toni. Harsa pasti sedih karena kehilangan Toni.'Jangan sedih begitu, rabies me
Bora membuka mata dan melihat sekeliling ruangan, rupanya dia masih di rumah sakit.Dia bangun dan mendengar seseorang bicara kepadanya. "Apakah kamu sudah bangun?"Bora menoleh. "Dokter Ditya?""Aku kira kamu akan hilang ingatan setelah tidak sadarkan diri seharian." Ditya tertawa geli dan duduk di tempat favorit Bora di dekat jendela.Bora memegang kepalanya yang sedikit pusing. "Pingsan?""Apakah kamu tidak ingat?""Hm?""Ayahku melihat kamu hampir melukai diri sendiri." Ditya bangkit dari kursi lalu memeriksa suhu tubuh di kening. "Kamu sempat diberikan obat tidur, apakah karena itu?"Bora ingat sekarang. Waktu itu karena terlalu sedih, tanpa sadar meluapkan kekecewaan dengan meletakan handphone di dalam vas air. "Aku sudah ingat sekarang."Ditya menghela napas lega. "Syukurlah.""Dokter, saya tidak ingin membuang waktu lagi. Saya ingin memenangkan pertaruhan dengan profesor.""Bor
Menjadi anak yang tidak pernah diharapkan lahir oleh kedua belah pihak, membuat Bora menderita. Awalnya dia masih memiliki harapan kecil untuk keluarganya, namun makin lama- semuanya terkuak. Mama yang Bora cintai dan berada di sisi lemah karena suaminya ketahuan berselingkuh, ternyata membenci Bora di sudut hatinya dan lebih memilih mengobatinya dengan cinta lama.Papa yang mempertahankan serta memenangkan hak asuh terhadap Bora, ternyata hanya melakukan kewajiban, kadang kala dia akan melupakan keberadaan Bora.Jadi, satu-satunya yang bisa Bora kejar adalah calon suaminya di masa depan, pria yang paham perasaannya hanya dengan satu kali ucapan.Bora memegang erat kalung emas yang liontinnya melebur bersama sebagian kecil abu Bern."Liontin itu-" Ditya melirik Bora yang sedari tadi memegang erat liontin kalungnya. Sore ini, Ditya mengantar Bora ke penjara."Ah, ini-" Bora melihat liontin dengan tulisan Bebo. "Bebo. Be
Pria itu meletakkan pisau plastik di dalam kotak setelah mengambil kue yang jatuh di atas meja dan membuangnya ke dalam plastik.Bora memperhatikan detail itu.Tidak hanya membuang kue yang sudah jatuh, tapi juga membersihkan meja yang kotor. Bora menjadi tidak salah dengan penilaiannya. Di masa depan, dia memang berencana untuk mengambil anjing terlantar untuk dianggap sebagai anak, dia terlalu takut memiliki anak di masa depan. Pria itu menatap serius Bora. "Anak kecil, aku tidak tahu nama kamu- dan bahkan aku juga tidak mengenal kamu. Tapi kenapa kamu malah melamar aku di sini? Apakah kamu sudah bosan hidup?""Karena di masa depan saya akan mati.""Apa?""Saat ini saya bertengkar dengan keluarga dan bahkan tidak terlalu dekat dengan mereka. Saya ingin bertahan hidup dan juga mencari seseorang yang bisa memahami perasaan saya.""Tunggu dulu, anak kecil! Bagaimana bisa kamu seyakin itu, aku bisa memahami pera
Bora masuk ke dalam mobil sementara Efan mengomel di depan Ditya.Ditya terbelalak tidak percaya. "Bora mengatakan itu?""Ya, dia melamar langsung.""Gila! Apa sih yang ada di dalam pikirannya?"Efan mengangkat kedua bahu. Ditya menepuk pundak Efan dan mengucapkan terima kasih, lalu masuk ke dalam mobil. Mobil berjalan keluar penjara, Ditya bertanya pada Bora. "Kamu melamar-""Ya, aku ingin dia menikah denganku.""Bora.""Dokter, aku tidak tahu di masa depan apakah masih ada atau sudah pergi dari dunia ini- banyak yang tidak menyukai papa." Bora menjelaskan ke Ditya. "Mungkin saja aku akan mati lebih cepat."Ditya memukul kepala Bora. "Jangan bicara hal yang tidak masuk akal! Cepat tarik kembali!"Bora mengusap kepalanya yang dipukul dan menatap kesal Ditya. "Dokter tidak tahu apa yang aku lihat di masa depan!"Bora yang menyadari kesalahannya, sontak terdiam. Ditya mengarah
Fendi memiliki istri dan anak berjumlah dua belas orang. Banyak? Memang. Kata orang tua zaman dahulu, semakin banyak anak maka akan mendatangkan banyak rezeki.Fendi yang berpikiran kuno tidak pernah mempermasalahkannya, selama mampu menghidupi mereka semua. Dua atau tiga anak tertua merupakan anak bawaan dari istri, Fendi tidak pernah mengingatnya karena dia mau menerima anak-anak sebagai anak kandungnya sendiri. Yang menjadi masalah adalah kakak kedua Fendi yang bertengkar dengan istri Fendi. Tidak, lebih tepatnya murid kakak kedua Fendi yang bertengkar dan ditekan istri Fendi.Jika istrinya tidak membuat masalah, Fendi tidak akan pusing atau pun mulai curiga. Tapi-Fendi menghentikan langkahnya sambil menghabiskan boba rasa strawberry. Apa benar Rina sedang hamil sekarang?Otak cerdas Fendi yang awalnya jalan di tempat, mulai bisa digunakan seperti dulu. Fendi mulai berjalan sambil berpikir serius dan mem
Bima dan Donny adalah teman kuliah Ditya, mereka berdua mendapatkan beasiswa di bidang kedokteran hewan dari profesor Hendra secara langsung. Jadi, mereka berdua menjadi teman dekat Ditya, anak profesor. Sekaligus bawahan profesor langsung.Ditya menatap lurus Bima. "Ada yang ingin kamu tanyakan lagi?"Masih ada banyak pertanyaan di benak Bima, namun dia tidak akan mengutarakannya secara langsung di depan Ditya. "Tidak, terima kasih sudah bertanya."Ditya mengangguk lalu kembali ke ruangannya, meninggalkan Bima yang termenung.Hukum perlindungan hewan jarang atau kurang diperhatikan oleh masyarakat Indonesia. Hanya menyadarkan mereka dengan penyuluhan juga percuma. Masyarakat Indonesia kebanyakan malas membaca, satu-satunya cara yang bisa dilakukan adalah menegakkan aturan dengan keras.Tapi masalahnya adalah di Indonesia tidak populer jika membahas masalah perlindungan hewan. Bima kagum dengan langkah berani yang diambil profesor.***Di pagi hari, Bora pergi ke bagian keuangan dan