Hari ini interview di Gavin Tect. Sebenarnya terlihat sangat bodoh bagaimana seorang Zoranatta Arnold bisa terjebak dengan Chicken Pop. Dia adalah pewaris tunggal Forte Grup. Tidak sedikit pengalamannya melakukan bisnis dan berbuah memuaskan. Tapi Zora terlalu remeh memandang semuanya hingga mendapat tamparan keras. Tanpa Forte Grup, ia bukan siapa-siapa.
Bila di bilang Zora dalam titik terendah, tidak juga, ia hanya kecewa dengan kenyataan yang ia terima atas penilaian semua orang terhadapnya kali ini.Sedikit gugup untuk menjalani interview kali ini, apa benar-benar bisa masuk tanpa berkas kelulusannya? Ia jadi berfikir. Andai ia membangun perusahaannya sendiri, apakah ia mampu? Selama ini ternyata ia sangat sombong.'Tapi apa peduli, bukankah lebih enak hidup dengan sedikit beban begini? Ya paling-paling cuma mikirin uang, atau harus nabung. Tapi itu berkesan.' ngeyel dirinya membela diri, seolah membenarkan alasannya selama ini.Ia memantapkanZora tersenyum mengingat momen itu, tapi ia segera mengingatkan Ronald untuk tidak berharap banyak dari gadis muda itu. Bagaimanapun pengalamannya belum terlalu banyak, tapi ia berjanji untuk bekerja lebih giat dan belajar dengan cepat. Itulah keahlian Zora."Tidak masalah, buah tak jatuh jauh dari pohonnya. Saya melihat kemiripan yang signifikan dari Nona Zora dengan Tuan Arnold. Forte Grup sangat berkembang pesat setelah ayah anda menjabat menjadi presiden." Puji Ronald tidak bisa menyembunyikan kekagumannya pada Forte Grup. Yang membuat Zora lebih takut lagi untuk mengecewakannya."Mohon bimbingan pak, semoga saya bisa banyak membantu perusahaan." Zora menimpali dengan sederhana."Zora, dimanapun kamu berada, kamu harus sadar siapa dirimu, jadi percayalah. Tidak perlu terlalu gugup. Oke."Zora hanya bisa membalas senyum dengan semua harapan yang Ronald ungkapkan. Ia pandai membesarkan hati dan memotivasi anak buah untuk berkembang mencapai kapa
Satu tangan menggenggam tangan sang kekasih, dan tangan kanannya menyuapi dengan perlahan. Julian masih menelan dengan sedikit rasa sakit. Dan melihatnya kesakitan seperti hatinya teriris begitu menderita. Ia tidak bisa diam saja dan mengelus lembut pipi kekasihnya yang masih terlihat lemah. Di saat seperti ini Julian sangat membutuhkannya, tapi ia sibuk mengurus dirinya sendiri. "Maaf ya aku cuma punya sedikit waktu."Julian kini mengelus pipinya lembut dan tersenyum lemah, "Begini sudah cukup."Ia menghabiskan beberapa suap dan merasa cukup. "Sedikit lagi." Rayu Zora memohon, dan Julian menggeleng lemah.Waktu menunjukan Dzuhur, waktunya untuk balik kerja. Waktu yang sedikit rasanya membuat enggan untuk beranjak. Melihatnya begini saja terus rasanya tidak bosan.Julian mengerti, ini sudah saatnya Zora pergi melanjutkan harinya. "Sudalah, aku gak kenapa-kenapa. Cepet pergi kerja, nanti bosmu marah."Zora cemberut mengingat bosn
Segera Zora menghubungi Bu Novi untuk bicarakan pengunduran diri, dan sempat di tolak karna belum ada penggantinya. Kabar segera sampai ke telinga Affandra yang langsung menghubunginya."Kamu serius?""Iya aku udah fiks nih. Gimana dong Ndra.?""Yah gak bisa, tunggu dapet gantinya. Tapi tunggu aja siapa tau besok langsung ada yang masuk."Zora sempat galau karna ternyata tidak mudah ya berhenti dari pekerjaan walaupun sebagai pramusaji. Segala sesuatu walau menurutnya remeh juga harus dipertanggung jawabkan.Teman-temannya menghibur. "Gak usah khawatir. Paling belum sampe malam udah ada yang masuk ngelamar." Agus berkata."Ia cari pekerjaan sekarang susah Zora. Aku aja masuk dari iklan hari pertama biar cepat dapat uang. Dan masih bersaing sama bebrapa orang, aku udah pesimis kira-kira bisa masuk gak." Curhat Okta yang tahun lalu melamar pekerjaan. Saat ia baru saja lulus SMA. Ia menang di pembawaan supel dan good looking. Walaup
Pagi ini menjadi cerah setelah subuh rintik-rintik hujan turun, sepertinya langit tidak ingin membuat hari pertamanya menjadi mendung, dan menghadiahi semangat pagi yang terik.Bagi Zora, Matahari pagi adalah sebuah kekuatan. Walau terik ia hangat dan mengisi jiwa, sering kali saat hatinya sedang lelah, berjemur di matahari pagi akan membuat dirinya lebih baik. Ia dengan gontai penuh semangat melangkah menuju parkiran dengan kekuatan penuh. Ternyata sepasang mata memperhatikannya."Semangat amat!"Zora melihatnya, memberikan senyum terbaik dan mendipkan matanya dengan genit, segera ia menancapkan gasnya untuk pergi ngantor hari ini.Sosok itu siapa lagi bila bukan Affandra yang bahkan tidak akan pergi sepagi itu ke kantor. Ia menjadi menyesal memberinya pinjam sebuah motor. Harusnya ia punya alasan untuk selalu sarapan bersama, tapi melihat gadis itu sekarang lebih ceria dan dewasa hatinya juga senang.Dulu wanita itu selal
Pagi ini menjadi cerah setelah subuh rintik-rintik hujan turun, sepertinya langit tidak ingin membuat hari pertamanya menjadi mendung, dan menghadiahi semangat pagi yang terik.Bagi Zora, Matahari pagi adalah sebuah kekuatan. Walau terik ia hangat dan mengisi jiwa, sering kali saat hatinya sedang lelah, berjemur di matahari pagi akan membuat dirinya lebih baik. Ia dengan gontai penuh semangat melangkah menuju parkiran dengan kekuatan penuh. Ternyata sepasang mata memperhatikannya."Semangat amat!"Zora melihatnya, memberikan senyum terbaik dan mendipkan matanya dengan genit, segera ia menancapkan gasnya untuk pergi ngantor hari ini.Sosok itu siapa lagi bila bukan Affandra yang bahkan tidak akan pergi sepagi itu ke kantor. Ia menjadi menyesal memberinya pinjam sebuah motor. Harusnya ia punya alasan untuk selalu sarapan bersama, tapi melihat gadis itu sekarang lebih ceria dan dewasa hatinya juga senang.Dulu wanita itu selalu merengek manja padanya. Sempat ia mengira kehilangan wanita
Zora terlihat menjadi murung dan mulai kehilangan selera makannya. Setiap orang punya alasan atas setiap tindakan yang dilakukan. Begitu pula pasti Papa nya. Dia pria yang juga keras kepala, mungkin ini salah satu yang di turunkan ya untuk Zora.Mengingat ayahnya, perasaan itu campur aduk.Dan Affandra kembali menawarkan untuk bekerja bersamanya."Pergi aja dari sana. Aku bisa jadiin kamu sekertarisku, atau posisi apapun yang kamu mau.""Aku gak menginginkannya." Jawab Zora dengan ketus, dan hatinya sedang tidak selera. "Apa bedanya bekerja denganmu atau Papaku? Kalian hanya memandangku sebagai putri orang kaya yang beruntung, tak peduli sekeras apapun aku berusaha, semua orang hanya memandangku sebagai keberuntungan memiliki ayah seperti itu." Jelasnya sedih."Lalu apa yang kamu dapat dari Gavin Tect? Bahkan kamu juga mendapatkan pekerjaan itu karna kamu seorang Zora kan?"Zora tidak bisa menyangkal bahwa ini benar. "Tapi tidak semua
Gavin Tect bukan hanya memproduksi ponsel. Tapi juga TV dan beberapa elektronik lain. Zora berada di Tim Divisi 6 yang memantau penjualan produk smart phone. Setelah beberapa hari Zora mendalami produk, Ami sebagai ketua Tim menghampirinya dan bertanya apa yang sudah ia pelajari sejauh ini. Dan bagaimana pendapatnya soal produk-produk yang sudah mereka garap.Ini bukan pertama kalinya Zora melakukan bisnis. Apalagi sebelumnya ia bekerja untuk ayahnya yang sangat efesien dan berpengalaman dalam bisnis. Pemasaran bukan hal yang sulit untuk Zora karna dia juga ikut memikirkan cara, tidak hanya bergantung pada para profesional marketing.Dengan lugas ia menjelaskan setiap detile produk yang sudah di pelajarinya, begitupun segmen yang cocok sesuai dengan kapasitas dan kebutuhan segmen tersebut.Mendengar penjelasannya Ami benar-benar puas dan kagum dengan wanita ini, entah bagaimana wanita muda seperti ini dengan cepat memahami proses pemasaran yang r
Kembali pada pekerjaannya, ia menemukan banyak iklan yang di pasang kurang efektif, atau tidak sesuai segmen. Walau tetap menghasilkan profit tapi tidak terlalu signifikan.Ia segera melihat daftar influencer dengan segmen audience yang ia inginkan dan mencatat beberapa nama. Juga membuat daftar dimana orang-orang yang membutuhkan produk ini bisa dengan mudah melihat iklannya.Ia segera membawa file yang sudah di kumpulkan untuk berkonsultasi dengan Mbak Ami. Mengeluhkan pendapat dan memberikan solusi yang mungkin bisa membantu."Ini bagus. Kamu bisa coba hubungi para influencer ini dulu.""Serius mbak?""Ya, coba tanya tarif mereka. Soalnya beda-beda kan?" Ami masih memperhatikan data-data yang diberikan Zora dengan seksama. "Saya akan konsultasi juga sama Pak Ronald bila ada yang cocok untuk jadi Ambassador produk kita." Zora mengangguk tersenyum penuh semangat, ia sangat senang konsepnya di perhatikan. Dan Ami terlihat antusi