"Jadi harus bisa nerima keluargamu ya Ta?" Pertanyaan Zora sekali lagi menjelaskan. Mengingat ia adalah tulang punggung keluarga dengan ibu janda dan nenek tua dan beberapa adik. Perjuangan Okta memang tidak mudah walau anak ini selalu tampil paling gokil seolah tak punya masalah.
"Iyalah. Tuh denger ya. Jadi gak usah baper-baper." Kali ini kalimat yang tertuju untuk Rofik. "Lah kamu ngasih jajan diri sendiri aja masih kurang kan? Temenan aja kita santai."Zora sampai geleng-geleng melihat kelakukan Okta yang sangat lugas dan ternyata punya pemikiran sedalam itu. Kita memang tidak bisa melihat orang sekilas dari apa yang terlihat. Anak ini selalu punya banyak kejutan."Terus kamu emang gak pernah akhirnya nyaman gitu sama orang?" Kali ini Naya juga akhirnya ikut kepo."Pernah sih, cuma ya biarin aja. Nanti juga lupa sendiri. Sesakit-sakitnya hati bakal sembuh dengan waktu. Eaaa!"Pluk! Sebuah gumpalan kertas tepat mengenai kepala Okta danSaat Affandra kembali, ia melihat Zora sudah lelap. Tapi mendengar langkah kaki Affandra Zora terbangun. Segera Affandra menyodorkan termometer yang digunakan Zora ke lipatan ketiaknya. 39° derajat."Udah minum obat?"Zora mengangguk lemah. Tidak ingin bicara.Affandra merapikan meja tidurnya. Menyiapkan minuman isotonik dan beberapa roti."Telpon aku kalo butuh apa-apa ya."Zora hanya mengangguk lemah.Affandra keluar dari kamarnya. Tapi tetap tidak tega. Sampai ia begadang di depan pintu Zora sambil nonton bola, takut tiba-tiba ada yang terjadi. Betul saja. Tengah malam Zora muntah-muntah dan lemas hampir jatuh di kamar mandi, untung Affandra sigap menangkapnya. Dan membantunya naik tempat tidur lagi.Ia membersihkan sisa muntahan dan menyiapkan baskom kecil di bawah tempat tidur. Juga merebus air untuk bikin teh manis."Ke rumah sakit aja ya." Pinta Affandra.Zora menggeleng lemah, meraih tangan Affandra untuk menjadi bantalan tidurnya. En
Melihat siapa yang sedang datang tenggorokan Zora tercekat, ingin menelan sesuatu tapi tenggorokan itu kering. Dan hatinya berdebar tidak tenang.Pria itu masuk dengan santai. Memberi senyum untuk semua orang. Dan mulai menyalami ayahnya Zora. "Selamat malam om." Sambil mengulurkan tangan.Terlihat jelas pria besar itu tidak senang dengan pria yang kini baru hadir. Ia mengulurkan tangannya, dan hanya mengangguk acuh.Julian juga menyalami Affandra yang tersenyum membalas jabatan tangannya. Untuk pertama kalinya mereka benar-benar bertemu.Dan menghampiri Zora dengan Nyonya Anita di tepi ranjang. Setelah bersalaman dengan ibunya. Ia menatap iba pada Zora.Ini hari ke dua Zora di rumah sakit, tapi Julian baru menjenguknya karna perjalanan bisnisnya. Zora tau itu, tapi tidak dengan ke dua orang tuanya yang pasti langsung memiliki pikiran negatif."Gimana keadaanmu" Tanya Julian perhatian. Ia meraih tangan Zora dan meremasnya.Zo
Keesokan hari dokter visit sudah memeriksa dan menyatakan Zora sudah bisa pulang dan beristirahat di rumah. Nyonya Anita yang mendengarnya memohon untuk Zora pulang ke rumah bersama mereka. Tapi Zora tetap menolak. Akhirnya mereka mengantar mereka menuju kossan milik Affandra.Julian datang untuk menjenguk, saat keluarga Zora sedang membantunya untuk pulang. Dimana Affandra mendorongnya dengan kursi roda dan membantunya naik ke mobil.Dengan jelas ia melihat, bagaimana pria itu sangat perhatian dari tatapannya. Dari kejauhan ia tidak bisa menerima, tapi saat ini keluarga Zora juga hadir dan tidak mungkin ia bersikap gegabah kecuali hanya menahan dan memperhatikan dari jauh. Sangat sia-sia berada di antara mereka.Julian mengekor hingga sampai di kosan. Ia pun turun dari mobil. Sangat ingin membantu Zora. Yang masih di bantu Affandra, dan kedua orang tua Zora terlihat membiarkannya. Ini jelas ada sesuatu yang salah. Sepertinya Affandra adalah orang yang men
Sebenarnya Zora masih merasa agak lelah, Affandra bersikeras menyuruhnya untuk tetap istirahat. Tapi Zora merasa lemahnya karna dia tidak beraktifitas. Mungkin dengan segera bekerja ia akan menemukan kembali energinya. Bukan Zora namanya bila dia juga tidak keras kepala.Ia melangkah lemah, menyusuri jalan dan naik ke lift untuk memencet tombol yang mengarah pada lantainya. Ternyata Yash sudah melihatnya dan buru-buru masuk ke lift yang sama. Ia melihat Zora masih agak pucat. "Kau masih pucat, kenapa sudah turun kerja?" Zora sempat kaget melihat siapa yang bicara padanya. "Oh Pak Yash, tidak masalah. Saya hanya bosan dan merasa lelah di rumah. Mungkin bertemu teman-teman bisa membuat energi agak meningkat." Jawabnya tersenyum dengan ramah. Yash hanya mengangguk. "Jangan terlalu lelah." Zora pun tersenyum berterima kasih atas perhatian bosnya.Di lift itu juga ada beberapa karyawan yang memperhatikan. Tentu rumor dengan cepat menyebar. Siapa yang tidak ken
Dengan kemarahan di hatinya, Celine membaca laporan yang di selesaikan Zora. Memang laporan ini rapih tapi hampir tidak ada bedanya dengan apa yang dikerjakannya selama ini. Semua ini hanya omong kosong untuk menendangnya.Tidak bisa di toleransi, dia mengatakan hal yang tidak-tidak sebagai kemarahannya. Sampai mengatakan pasti Zora sudah memberikan tubuhnya agar bisa ada di posisi ini. Kenapa Pak Yash begitu menyukainya?Seperti yang kita tau, rumor berkembang cepat dengan banyak asumsi negatif yang menyelimutinya, intinya orang-orang itu pasti iri dengan kepesatan karirnya. Hal yang tidak mungkin karyawan yang baru 6 bulan kerja sebagai karyawan biasa tiba-tiba naik ke jabatan sekertaris utama, memangnya sejenius apa orang itu? Bahkan teman-teman satu timnya tidak bisa percaya walau mereka melihat sendiri bagaimana Zora sangat lihai dan percaya diri. Ridwan tidak bisa menyembunyikan rumor, kalau dirinya sudah berjanji tidak akan memberi tahu rumor jahat
Zora masih diam mencerna semua yang terjadi, mencoba mengerti kenapa mereka bisa memikirkan hal ini."Kau yang omong kosong! Apa bila kesempatan itu datang padamu, kamu juga akan mengelak?!" Susan tak mengerti kenapa Karina membelanya, itu hal yang bisa saja benar. "Kalau memang itu tidak benar, tinggal dia jelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Bahkan dia masih diam saja." Susah menyerangnya dengan masif, sebenarnya ia hanya ingin mengetahui kebenaran, walau cara seperti ini benar-benar menyakitkan untuk Zora."Zora, biarkan aku memberi tahu mereka yang sebenarnya." Karina memohon, sangat tidak terima atas perlakuan teman setimnya kali ini."Aku tidak peduli, katakan semau kalian!" Zora pergi meninggalkan mereka dengan hati kesal, marah dan sedih menuju kamar mandi.Susan hanya tertawa mencibirnya, "Bila kamu melakukan itu, kau akan di cap benar-benar melakukannya, Zora."Tapi Zora sudah benar-benar tidak peduli.Karina segera me
Saat sampai di kamar mandi Karina melihat dua orang wanita yang sedang menguping bilik toilet dengan suara Zora yang masih sesegukan. "Hei ngapain kalian. Tukan ngosip! Pergi sana!" Kedua wanita itu menatapnya dengan sinis lalu pergi."Zora kau baik-baik saja?" Karina sangat khawatir.Karina menunggunya sampai jam istirahat hampir selesai. Ia keluar dengan wajah sedih dan bengkak."Kenapa kau menangis seperti ini, nanti orang menertawakan mu""Aku benar-benar tak nyangka ada kejadian kaya gini Rin."Karina memeluknya lembut menepuk punggungnya untuk menguatkan. "Mereka cuma gak ngerti."Zora mengangguk. "Aku baru sadar gimana hidupku sangat mudah sebelumnya." Kini ia tersenyum menyeringai.Karina tidak tahan untuk memeluknya. "Kamu kuat kok!"Zora mengangguk setuju. Ini adalah pelajaran hidup yang berharga, semua terlihat nyata, tidak seperti kehidupannya sebelumnya yang penuh pujian tapi tipu muslihat
Setelah makan malam sederhana, disebuah rumah makan Padang, mereka hanya sedikit mengobrol soal hal hal kecil. Ternyata Pak Yash bukan orang yang pandai mencari topik pembicaraan. Zora juga memuji kelulusannya dari Harvard. Pria itu sedikit terkejut bagaimana wanita ini bisa tau. Dan semakin di lihat, senyum wanita ini semakin menawan mencairkan hatinya. Sepulangnya dari sana, sebuah kenyataan, Yash tidak bisa berhenti memikirkannya.Hingga keesokan hari seperti petir di siang bolong. Tepat di depan lobby gedung perkantoran mereka. Sebuah mobil yang tidak murah mengantar Zora. Dengan pria yang mengecup keningnya sebelum wanita itu turun. Yash menyeringai kesal, tidak percaya dengan pengelihatannya. Baru saja dia menginginkan wanita itu, sekarang dia sudah bersama lelaki kaya, tapi ia semakin menginginkannya.Ia mengambil ponselnya dan berbicara pada seseorang, "Cari tau siapa yang bersama Nona Zora hari ini."Yash bergegas untuk naik lift yang sama dengan Zora. Tapi kali ini pria itu b