“Kebetulan panitia yang jaga stand foto semua wanita, Pak. Ada apa ya?”“Ohhh, kalau gitu biar istri saya yang ke sana. Soalnya istri saya ini nggak terlalu suka kalau saya berinteraksi dengan wanita lain,” sahut Andri. Jawaban Andri membuat Nuri memberikan tatapan mematikan padanya.“Kamu ini apa-apan sih, Mas,” protes Nuri tegas setelah mereka berjalan menajuh.“Habisnya kamu dari tadi kelihatannya nggak suka padanya. Apa karena dia melirikku?”“Ishhh ... jangan berlebihan, deh. Lagian aku bukan istrimu, Mas. Kenapa menyebutku seperti itu tadi.”“Mereka taunya kita berdua orangtuanya Aldy, sayang. Yang artinya kita adalah suami istri.”“Ckk!!” Nuri hanya berdecak kesal dan tak meneruskan perdebatan mereka. Sementara Andri terlihat sangat puas bisa menggoda Nuri.“Papa dan Mama sudah mau pulang? Aldy titip trophy dan piagam ini ya. Aldy masih akan mengikuti rangkaian kegiatan lainnya setelah ini.” Aldy menghampiri mereka sambil menyerahkan trophy yang baru saja diperolehnya.“I--i
“Apa Adit juga ikut?”“Iya, Andin dan kak Rizal mengundangnya.”“Apa kamu punya perasaan padanya?”“Jangan menanyakan hal yang tidak-tidak, Mas.”“Kalau begitu tugasku akan sedikit lebih ringan. Aku hanya perlu membuatnya menyudahi perasaannya padamu.”“Ck ... aku nggak mau membahas hal yang nggak penting, Mas.”“Terima kasih sudah meringankan tugasku. Akan lebih berat bagiku jika kamu punya perasaan yang sama padanya.”“Mas!!!” protes Nuri dengan suara meninggi.Andri terkekeh mendengar hardikan Nuri.“Apa kamu janjian dengan Adit di sini, Dik?” tanya Andri ketika memarkirkan mobilnya di depan kafe Rizal dan melihat Adit juga sedang memarkirkan mobilnya.“Aku nggak janjian dengan siapa-siapa, Mas, dan berhentilah menanyakan hal yang tak seharusnya Mas urusi.”“Lalu mengapa dia ada di sini. Aku selalu tak bisa menahan rasa cemburuku ketika melihatnya, terlebih melihat caranya menatapmu.”“Terima kasih sudah mengantarkanku, Mas. Assalamualaikum.” Nuri mengakhiri berdebatannya dengan An
Nuri dan Aldy sudah bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah Aldy pagi ini. Nuri mulai menyalakan mobilnya memanaskan mesin, sementara Aldy masih terlihat mengikat tali sepatunya di kursi teras depan rumahnya. Nuri merapikan pakaiannya dengan berkaca pada kaca jendela depan rumahnya, namun dia terkejut ketika dari bayangan kaca jendela netranya menangkap sosok Andri yang turun dari mobilnya dan berjalan kearah mereka. Spontan Nuri mebalikkan badannya melihat ke arah pagar, benar saja, lelaki itu sedang melangkah kearah mereka dengan senyum yang merekah. Sesaat Nuri terpana melihat penampilan lelaki itu. Andri memakai kemeja biru dengan lengan yang digulung sampai siku, walaupun Andri tak memakai dasi namun hal itu tidak mengurangi kesan formal pada penampilannya.“Kenapa ke sini?” tanya Nuri.“Assalamualaikum,” kata Andri tersenyum padanya.“Walaikumsalam," jawab Nuri dan Aldy bersamaan.“Aku ke sini mau menjemput kalian berdua,” kata Andri, tangannya mengacak pelan rambut Aldy yang ma
“Selamat datang ayah dan ibu dari Aldy Habibie,” sambut Panitia yang menyambut mereka di pintu depan Aula di mana kegiatan penyerahan penghargaan dilaksanakan. Mereka pun dibimbing oleh panitia dan mempersilahkan Andri dan Nuri duduk di deretan kursi untuk tamu sedangkan Aldy duduk di depan bergabung bersama beberapa siswa penerima penghargaan lainnya. Nuri sedikit merasa salah tingkah duduk berdampingan dengan mantan suaminya itu, sedangkan Andri terlihat sangat bersemangat dan selalu menebarkan senyuman. Nuri bahkan sempat melihat ada beberapa panitia dan guru wanita di sana yang terus menatap Andri dari tadi karena Andri terlihat ramah dan tersenyum kepada semua yang ada disana.Entah mengapa Nuri merasa sedikit kesal melihat tatapan beberapa guru wanita tadi pada Andri. “Kok dari tadi senyam-senyum terus, Mas,” cetus Nuri.“Aku sedang sangat bahagia, Dik. Putraku mendapatkan penghargaan yang sangat membanggakanku, dan sekarang bisa duduk di sampingmu. Rasanya aku ingin menghentika
“Kamu ini apa-apan sih, Mas,” protes Nuri tegas setelah mereka berjalan menajuh.“Habisnya kamu dari tadi kelihatannya nggak suka padanya. Apa karena dia melirikku?”“Ishhh ... jangan berlebihan, deh. Lagian aku bukan istrimu, Mas. Kenapa menyebutku seperti itu tadi.”“Mereka taunya kita berdua orangtuanya Aldy, sayang. Yang artinya kita adalah suami istri.”“Ckk!!” Nuri hanya berdecak kesal dan tak meneruskan perdebatan mereka. Sementara Andri terlihat sangat puas bisa menggoda Nuri.“Papa dan Mama sudah mau pulang? Aldy titip trophy dan piagam ini ya. Aldy masih akan mengikuti rangkaian kegiatan lainnya setelah ini.” Aldy menghampiri mereka sambil menyerahkan trophy yang baru saja diperolehnya.“I--iya, Nak. Mama pulang duluan, ya,” jawab Nuri sambil menerima trophy yang disodorkan Aldy. Nuri sedikit gugup menyadari bahwa tadi dia tak membawa mobilnya, yang artinya dia harus pulang dengan diantar Andri.“Mas, kamu pulang duluan aja, ya. Biar aku pesan transportasi online aja,” kata
“Kalau begitu tugasku akan sedikit lebih ringan. Aku hanya perlu membuatnya menyudahi perasaannya padamu.”“Ck ... aku nggak mau membahas hal yang nggak penting, Mas.”“Terima kasih sudah meringankan tugasku. Akan lebih berat bagiku jika kamu punya perasaan yang sama padanya.”“Mas!!!” protes Nuri dengan suara meninggi.Andri terkekeh mendengar hardikan Nuri.“Apa kamu janjian dengan Adit di sini, Dik?” tanya Andri ketika memarkirkan mobilnya di depan kafe Rizal dan melihat Adit juga sedang memarkirkan mobilnya.“Aku nggak janjian dengan siapa-siapa, Mas, dan berhentilah menanyakan hal yang tak seharusnya Mas urusi.”“Lalu mengapa dia ada di sini. Aku selalu tak bisa menahan rasa cemburuku ketika melihatnya, terlebih melihat caranya menatapmu.”“Terima kasih sudah mengantarkanku, Mas. Assalamualaikum.” Nuri mengakhiri berdebatannya dengan Andri sambil mebuka pintu mobil.“Walaikumsalam,” jawab Andri.Adit memicingkan matanya ketika melihat Nuri turun dari mobil yang bukan mobil Nuri.
“Tuan Andri Firmansyah?” tanya dokter Novia sambil membaca data pasien yang diserahkan oleh petugas. Petugas yang mengantar Andri tadi menjelaskan bahwa pria itu adalah suami dari pasien terkahirnya hari ini yang tadi tanpa sengaja meninggalkan dokumen hasil USG dan pemeriksaannya.“Betul, Dok,” jawab Andri.Dokter Novia menyerahkan dokumen yang berisi beberapa lembar kecil foto hitam putih. Andri menerimanya dengan perasaan takjub, dia tau bahwa itu adalah foto hasil USG dari Rini tadi. Dibacanya data pasien pada lembar paling depan dokumen itu.Ibu : Ny. Rini AnggrainiAyah : Tn. Andri FirmasnyahBegitu tulisan yang tertera di sana. Andri meraih beberapa lembar foto yang menggambarkan kondisi bayi dalam rahim Rini. Tangannya gemetar memegang lembar-lembar foto itu, tanpa terasa matanya menghangat. Ini adalah foto bayinya, darah dagingnya. Bayi mungil yang sekarang tengah dikandung Rini.“Sepertinya Anda begitu bahagia akan dikaruniai anak pertama, Pak.” Suara dr. Novia meng
Andri kembali meraih beberapa lembar foto hitam putih yang tadi diletakkannya di atas dashboard. Hai, anakku, bisiknya sambil menciumi lembaran foto USG itu. Saat akan mengembalikan berkas dan foto itu, selembar fotonya bersama Nuri dan Aldy di sekolah Aldy tadi juga ikut terjatuh dari dashboard. Andri pun meraih foto itu di lantai mobilnya kemudian menatap fotonya bersama Nuri dan Aldy sambil tersenyum. Andri merasakan kebahagiaan memandangi kedua foto yang kini berada ditangan kanan dan kirinya itu.“Pak Andri?” sapa Eko ketika melihat boss nya itu keluar dari lift menuju ruang kerjanya.“Jangan bertanya apapun padaku,” cetus Andri pada Eko. “Apa kau tadi mengantar Rini pulang ke rumah?”“Iya, Pak. Bu Rini meminta diantar kembali ke kantor tapi saya melihat kondisinya lagi tidak baik, jadi saya menyarankan beliau untuk istirahat di rumah saja.”“Baguslah! Terima kasih atas bantuanmu hari ini,” sahut Andri.Andripun berlalu dari hadapan Eko dan memasuki ruang kerjanya. Setibanya di s