“Selamat datang ayah dan ibu dari Aldy Habibie,” sambut Panitia yang menyambut mereka di pintu depan Aula di mana kegiatan penyerahan penghargaan dilaksanakan. Mereka pun dibimbing oleh panitia dan mempersilahkan Andri dan Nuri duduk di deretan kursi untuk tamu sedangkan Aldy duduk di depan bergabung bersama beberapa siswa penerima penghargaan lainnya. Nuri sedikit merasa salah tingkah duduk berdampingan dengan mantan suaminya itu, sedangkan Andri terlihat sangat bersemangat dan selalu menebarkan senyuman. Nuri bahkan sempat melihat ada beberapa panitia dan guru wanita di sana yang terus menatap Andri dari tadi karena Andri terlihat ramah dan tersenyum kepada semua yang ada disana.Entah mengapa Nuri merasa sedikit kesal melihat tatapan beberapa guru wanita tadi pada Andri. “Kok dari tadi senyam-senyum terus, Mas,” cetus Nuri.“Aku sedang sangat bahagia, Dik. Putraku mendapatkan penghargaan yang sangat membanggakanku, dan sekarang bisa duduk di sampingmu. Rasanya aku ingin menghentika
“Kamu ini apa-apan sih, Mas,” protes Nuri tegas setelah mereka berjalan menajuh.“Habisnya kamu dari tadi kelihatannya nggak suka padanya. Apa karena dia melirikku?”“Ishhh ... jangan berlebihan, deh. Lagian aku bukan istrimu, Mas. Kenapa menyebutku seperti itu tadi.”“Mereka taunya kita berdua orangtuanya Aldy, sayang. Yang artinya kita adalah suami istri.”“Ckk!!” Nuri hanya berdecak kesal dan tak meneruskan perdebatan mereka. Sementara Andri terlihat sangat puas bisa menggoda Nuri.“Papa dan Mama sudah mau pulang? Aldy titip trophy dan piagam ini ya. Aldy masih akan mengikuti rangkaian kegiatan lainnya setelah ini.” Aldy menghampiri mereka sambil menyerahkan trophy yang baru saja diperolehnya.“I--iya, Nak. Mama pulang duluan, ya,” jawab Nuri sambil menerima trophy yang disodorkan Aldy. Nuri sedikit gugup menyadari bahwa tadi dia tak membawa mobilnya, yang artinya dia harus pulang dengan diantar Andri.“Mas, kamu pulang duluan aja, ya. Biar aku pesan transportasi online aja,” kata
“Kalau begitu tugasku akan sedikit lebih ringan. Aku hanya perlu membuatnya menyudahi perasaannya padamu.”“Ck ... aku nggak mau membahas hal yang nggak penting, Mas.”“Terima kasih sudah meringankan tugasku. Akan lebih berat bagiku jika kamu punya perasaan yang sama padanya.”“Mas!!!” protes Nuri dengan suara meninggi.Andri terkekeh mendengar hardikan Nuri.“Apa kamu janjian dengan Adit di sini, Dik?” tanya Andri ketika memarkirkan mobilnya di depan kafe Rizal dan melihat Adit juga sedang memarkirkan mobilnya.“Aku nggak janjian dengan siapa-siapa, Mas, dan berhentilah menanyakan hal yang tak seharusnya Mas urusi.”“Lalu mengapa dia ada di sini. Aku selalu tak bisa menahan rasa cemburuku ketika melihatnya, terlebih melihat caranya menatapmu.”“Terima kasih sudah mengantarkanku, Mas. Assalamualaikum.” Nuri mengakhiri berdebatannya dengan Andri sambil mebuka pintu mobil.“Walaikumsalam,” jawab Andri.Adit memicingkan matanya ketika melihat Nuri turun dari mobil yang bukan mobil Nuri.
“Tuan Andri Firmansyah?” tanya dokter Novia sambil membaca data pasien yang diserahkan oleh petugas. Petugas yang mengantar Andri tadi menjelaskan bahwa pria itu adalah suami dari pasien terkahirnya hari ini yang tadi tanpa sengaja meninggalkan dokumen hasil USG dan pemeriksaannya.“Betul, Dok,” jawab Andri.Dokter Novia menyerahkan dokumen yang berisi beberapa lembar kecil foto hitam putih. Andri menerimanya dengan perasaan takjub, dia tau bahwa itu adalah foto hasil USG dari Rini tadi. Dibacanya data pasien pada lembar paling depan dokumen itu.Ibu : Ny. Rini AnggrainiAyah : Tn. Andri FirmasnyahBegitu tulisan yang tertera di sana. Andri meraih beberapa lembar foto yang menggambarkan kondisi bayi dalam rahim Rini. Tangannya gemetar memegang lembar-lembar foto itu, tanpa terasa matanya menghangat. Ini adalah foto bayinya, darah dagingnya. Bayi mungil yang sekarang tengah dikandung Rini.“Sepertinya Anda begitu bahagia akan dikaruniai anak pertama, Pak.” Suara dr. Novia meng
Andri kembali meraih beberapa lembar foto hitam putih yang tadi diletakkannya di atas dashboard. Hai, anakku, bisiknya sambil menciumi lembaran foto USG itu. Saat akan mengembalikan berkas dan foto itu, selembar fotonya bersama Nuri dan Aldy di sekolah Aldy tadi juga ikut terjatuh dari dashboard. Andri pun meraih foto itu di lantai mobilnya kemudian menatap fotonya bersama Nuri dan Aldy sambil tersenyum. Andri merasakan kebahagiaan memandangi kedua foto yang kini berada ditangan kanan dan kirinya itu.“Pak Andri?” sapa Eko ketika melihat boss nya itu keluar dari lift menuju ruang kerjanya.“Jangan bertanya apapun padaku,” cetus Andri pada Eko. “Apa kau tadi mengantar Rini pulang ke rumah?”“Iya, Pak. Bu Rini meminta diantar kembali ke kantor tapi saya melihat kondisinya lagi tidak baik, jadi saya menyarankan beliau untuk istirahat di rumah saja.”“Baguslah! Terima kasih atas bantuanmu hari ini,” sahut Andri.Andripun berlalu dari hadapan Eko dan memasuki ruang kerjanya. Setibanya di s
“Ini, Bu. Dimakan, ya. Tadi bapak berpesan agar saya lebih memperhatikan ibu lagi dan tidak boleh terlambat membuatkan susu untuk Bu Rini.”“Assalamualaikum,” suara Andri terdengar dari pintu depan. Sepertinya pria itu baru pulang dari mesjid untuk sholat Maghrib.“Walaikumsalam,” jawab Rini dan Bi Sum.“Maaf, saya kembali ke dapur dulu, ya, Bu,” kata Bi Sum yang dijawab dengan anggukan oleh Rini.Langkah Andri terhenti saat hendak membuka pintu kamarnya ketika melihat Rini yang tengah duduk di sofa. Perlahan Andri itu menghampiri wanita hamil itu.“Sudah baikan, Rin?” tanyanya kaku.Rini terlihat heran dengan pertanyaan Andri.“Aku memang nggak sedang sakit dan baik-baik saja, Pak. mengapa bertanya seperti itu?”“Nggak apa-apa. Apa badanmu terasa berat, Rin?”“Namanya ibu hamil ya pasti beratlah, Pak,” jawab Rini, dia menatap bingung pada lelaki yang tengah berdiri di hadapannya itu.“Mulai besok kamu nggak usah ke kantor lagi, istirahatlah di rumah.” Andri duduk di ujung sofa.“Tapi
Hari ini Nuri, Aldy, Nanda, bu Aisyah, Adit, Rizal dan Andin serta beberapa orang kerabat Rizal lainnya bertolak ke Kalimantan dalam rangka acara resepsi pernikahan Andin dan Rizal. Rizal terlihat sudah sangat akrab dengan bu Aisyah yang dulu begitu dibencinya. Bu Aisyah pun merasa sangat bahagia ketika anak lelaki dari mendiang suaminya itu sudah membuka diri terhadapnya dan Nuri.Sebelum mereka berangkat tadi, Andri menyempatkan diri mengunjungi mereka ke rumah Nuri, anak-anaknya berpamitan pada papanya untuk beberapa hari di Kalimantan. Bu Aisyah menyambut mantan menantunya itu dengan ramah, Andri pun tetap bersikap hormat pada bu Aisyah.“Buk, maafkan kesalahan saya selama ini” ucap Andri ketika bu Aisyah menyambutnya dan menemaninya di ruang tamu, sedangkan Nuri dan anak-anaknya terlihat masih sibuk bersiap-siap.“Kenapa minta maaf, Nak. Nak Andri nggak punya salah pada ibu” jawab bu Aisyah ramah.“Walaupun ingatan saya belum kembali, tapi saya yakin dimasa lalu saya banyak salah
Buru-buru diambilnya laptop Andri dan membukanya. Rini semakin terperangah ketika laptop Andri menyala, gambar latar belakang layar laptop Andri adalah foto Andri, Nuri dan Aldy seperti yang ada didalam kamar Andri tadi, kemudian foto Andri yang tengah menggendong Nanda di punggungnya, serta foto hitam putih hasil USG janin Rini yang sudah dieditnya menjadi satu dengan applikasi pengeditan foto. Dibagian bawah dari foto dilayar itu ada tulisan “My Familiy” dengan gambar hati berwarna merah. Rini terpaku beberapa saat menatap foto di layar laptop Andri. Rini kemudian mencari beberapa file yang diminta Andri dan kemudian mengirimkannya melalui e-mail sesuai perintah Andri.* “Pak Andri belum pulang?” tanya Eko.“Belum, Ko. Masih ada yang ingin kuselesaikan, kamu boleh pulang duluan” jawab Andri.“Apa ada pekerjaan penting, Pak? Saya lihat beberapa hari ini pak Andri selalu lembur” tanya Eko penasaran, tak biasanya boss nya itu pulang malam.“Nuri dan anak-anak lagi ke Kalimantan mengh