"Nggak apa-apa. Apa kamu merasa statusmu sekarang adalah kekuranganmu, Ri. Aku tidak akan mempermasalahkan itu," tanya Adit lagi."Nggak, Dit. Aku tidak pernah merasa begitu.""Lalu apa sebenarnya kekuranganmu yang kamu maksud itu, Ri. Maaf, aku tadi mendengar percakapanmu dengan Andri di restoran."Nuri terkejut mendengar ucapan Danis, kemudian hanya terdiam sambil menarik nafas."Kamu anak tunggal, Dit. Orangtuamu menyuruhmu segera menikah agar kamu mendapatkan keturunan. Dan aku bukan pilihan yang tepat bagimu. Aku tidak akan bisa memberimu keturunan. Kandunganku bermasalah ketika melahirkan Nanda, dan aku divonis dokter tidak bisa memiliki anak lagi. Itulah yang menjadi kekuranganku sekarang. Jadi kuharap jangan pernah berharap lagi padaku carilah wanita yang baik, yang pantas untukmu. Kamu orang baik." kalimat Nuri terdengar lirih.Danis terdiam mendengar penuturan Nuri. Sungguh banyak yang telah dilalui wanita di hadapannya ini, itulah yang membuatnya sekarang makin terlihat mat
“Tapi kan, Bapak bukan tamu, Bu.”“Terus kalau bukan tamu apa dong, Bi?”“Maaf Bu, saya masih menganggap Pak Andri majikan saya, dan mungkin akan selalu begitu. Pak Andri sangat baik pada saya, Bu. Bahkan bulan kemarin beliau menitipkan sejumlah uang pada saya untuk dikirim kan pada orang tua saya di kampung,” jawab Bi Ina lirih.Nuri tersenyum mendengar pengakuan Bi Ina. Andri memang selalu begitu, tidak pernah pelit dan baik pada semua orang. Bahkan adik Bi Ina dulu dimodalinya untuk membuka toko sembako hingga sampai sekarang toko sembakonya sudah makin berkembang di kampung Bi Ina.“Iya, Bi. Bapak memang baik. Tapi sekarang sudah bukan tugas saya untuk melayaninya, termasuk menuruti permintaannya untuk membuatkan minum. Jadi silahkan Bi Ina suguhkan saja minuman yang sudah Bi Ina buat tadi,” kata Nuri.“Baik, Bu,” jawab Ina patuh.Nuri pun kembali masuk kedalam kamarnya, dia hanya berlalu dan tidak menyapa ketiga pria yang masih bercengkrama di ruang tengah rumahnya.***“Dek, sep
Waktu menunjukkan pukul 16:10 ketika Nuri dan Andin keluar dari kantornya menuju parkiran. Mereka berdua terkejut ketika melihat Danis sedang berbincang-bincang dengan security di depan pos.“Danis?”“Adit?”Panggil Nuri dan Andin berbarengan. Danis pun menoleh kearah mereka berdua dan kemudian melangkah kearah Nuri dan Andin. “Ini bukannya masih malam jumat ya? Kok sudah diapelin aja?” tanya Andin entah bertanya kepada siapa, kemudian terlihat menghindar menjauhi Nuri ketika Nuri hendak menginjak kakinya. Danis hanya terkekeh pelan melihat kedua wanita itu.“Aku ngirim pesan kok dibaca doang sih, Ri?”“Eh, iya maaf, Dit. Tadi masih ada kerjaan jadi nggak sempat dibalas, ini rencanaya baru mau dibalas,” sahut Nuri.“Kalian perlu obat nyamuk nggak? Kalo nggak perlu obat nyamuknya mau pulang nih,” cetus Andin.“Ndiiinnn!” hardik Nuri.“Ya sudah, aku duluan ya. Sepertinya hari ini nggak ada nyamuk jadi obat nyamuknya pulang aja. Assalamualaikum,” kata Andin sambil memencet remot dan me
“Mas Andri!” sapa Nuri ketika melihat Andri berjalan menghampiri mereka. Danis menoleh kebelakang ketika mendengar Nuri menyebut nama Andri. Senyum Danis mengembang ketika melihat Andri berjalan kearah mereka.“Hai, Dik. Hai Danis. Kebetulan sekali ketemu disini,” balas Andri menyapa.“Hai Andri." Danis terlihat bersalaman dengan Andri. “Selamat malam, Bu Nuri. Gimana kabarnya?” sapa Eko pada Nuri.“Selamat malam juga, Ko. Aku kabar baik. Kamu sendiri gimana? Apa kabarnya juga anak dan istrimu, Ko?” Nuri membalas sapaan Eko sambil tersenyum.“Alhamdulillah anak istri saya baik, Bu,” jawab Eko.“Kalian lagi ngapain di mall ini?” tanya Nuri sambil memperhatikan keduanya yang masih dengan pakaian kerjanya. Andri bahkan masih menggunakan dasinya, lengan kemejanya digulung hingga sikunya membuat penampilan pria itu tampak formal namun stylish. Itu adalah gaya Andri yang sangat disukai Nuri, dulu dia akan bergelayut manja jika melihat Andri dengan style seperti itu. “Kami berdua lagi meng
Nuri, Aldy dan Nanda sudah terlihat rapi dan duduk di sofa ruang tamu bersiap menunggu Danis menjemput mereka. Tadi pagi Nuri menerima panggilan telpon dari Bu Safa yang mengundangnya secara langsung ke acara makan malam dalam rangka merayakan ulang tahun Bu Safa.“Ibu nggak yakin anak itu sudah ‘ngundang kamu, Nak. Dia selalu nggak pede apalagi jika itu menyangkut nak Nuri. Dan jangan lupa ajak anak-anakmu ya, Ibu ingin kenalan dengan mereka.” Begitu kata Bu Safa ketika mengundang Nuri lewat telpon.Tiinnn … tiinnnn … suara klakson mobil di depan pagar rumah Nuri membuatnya bangkit dari duduknya. Dilihatnya mobil Danis sudah ada di depan pagar.“Bi Ina, kami berangkat dulu, ya,” kata Nuri berpamitan pada Bi Ina kemudian mengajak kedua anaknya berjalan menuju mobil Danis.“Hai jagoan, sini duduk di depan bareng Om Adit,” sapa Danis pada Aldy sambil membuka pintu depan.“Kedua Tuan Putri yang cantik silahkan masuk,” lanjutnya lagi pada Nuri dan Nanda sambil membukakan pintu belakang mo
Bu Safa pun kembali menceritakan kejadian yang sudah pernah diceritakan Danis, dan mereka semua kembali tertawa mendengar cerita dari Bu Safa. “Aldy hobi badminton nggak?” tanya pak Wahyu pada Aldy.“Suka sih Opa, di sekolah Aldy sering ikut kegiatan ekstrakurikuler sepakbola dan badminton,” jawab Aldy sopan.“Wah kalau begitu kapan-kapan bisa ikut Opa ya. Opa tiap malam senin ikut kegiatan badminton,” ajak pak Wahyu.“Maaf Opa, kalau malam Senin Mama nggak bolehin Aldy ada kegiatan apapun karena besoknya harus sekolah.”“Oh ya ... kalau gitu Opa nanti bisa ganti jadwal ke malam Minggu kalau Aldy mau. Boleh kan nak Nuri?” tanya pak Wahyu pada Nuri.“Boleh aja sesekali Pak, saya memang jarang mengikutkan Aldy kegiatan di luar rumah karena setiap harinya kegiatan Aldy disekolah sudah banyak. Apalagi sekolahnya menerapkan sistem full day school,” jawab Nuri.“Wah kalau gitu nanti Opa kabari ya. Sesekali opa ajak latihan bareng, soalnya mau ajak Adit dia nggak doyan badminton. Opa kadang
Andri memarkirkan mobilnya di depan pagar rumahnya, lebih tepatnya pagar rumah Nuri. Karena rumah itu sudah diberikannya pada Nuri dan anak-anaknya. Rumah yang selalu dirindukannya, selalu ada rasa ingin kembali kerumah itu. Rumah yang dulunya penuh kebahagiaan, namun takdir membuatnya harus keluar dari rumah itu. Andri merah sekotak du*kin donut yang tadi dibelinya, Aldy sangat menyukai cemilan dengan brand yang terkenal itu.Andri tersenyum dan mengucapkan salam ketika Bi Ina membuka pintu untuknya."Kok sepi Bi? Abang dan Nanda mana?" tanya Andri."Iya, Pak. Bu Nuri, Abang Aldy dan Nanda baru aja pergi," jawab Bi Ina."Pergi? Pergi kemana Bi? Mobil Nuri ada di garasi tuh.""Bu Nuri dan anak-anak tadi dijemput Pak Danis, Pak. Kalau nggak salah dengar, Bu Nuri diundang untuk acara makan malam," jelas Bi Ina.Andri terlihat kecewa mendengar penjelasan Bi Ina. Ada perasaan sesak di dadanya membayangkan Nuri dan anak-anaknya sedang makan malam bersama Danis, pria yang belakangan ini ter
Nuri dan Danis berlari menyusuri lorong rumah sakit. Sesekali Danis menegurnya dan menyuruhnya untuk memperlambat sedikit larinya sebab beberapa kali Nuri terlihat hampir bertubrukan dengan orang-orang yang juga sedang berjalan di lorong rumah sakit tersebut.Dari ujung lorong Nuri melihat Eko dan Rini sudah berada di sana, mereka berdua berdiri sambil mondar- mandir di depan ruang ICCU. ICU?? Nuri kemudian menyadari satu hal bahwa kecelakaan yang menimpa Andri bukanlah kecelakaan ringan. Karena korban kecelakaan yang dibawa ke ruangan ICU adalah korban kecelakaan dengan kategori cedera parah.“Mbak Nuri!!!” pekik Rini begitu melihat Nuri. Rini refleks memeluk Nuri sambil menangis, Nuri pun membalas pelikan Rini sambil menepuk-nepuk pundaknya.“Ko, gimana keadaan Mas Andri? Mengapa dia dibawa ke ICU bukan ke UGD?” tanya Nuri pada Eko.“Pak Andri dalam kondisi parah ketika dibawa kesini, Bu. Saya pun tidak mengerti seperti apa keadaannya. Saya tadi menerima telpon dari kepolisian yang