Nuri dan Danis berlari menyusuri lorong rumah sakit. Sesekali Danis menegurnya dan menyuruhnya untuk memperlambat sedikit larinya sebab beberapa kali Nuri terlihat hampir bertubrukan dengan orang-orang yang juga sedang berjalan di lorong rumah sakit tersebut.Dari ujung lorong Nuri melihat Eko dan Rini sudah berada di sana, mereka berdua berdiri sambil mondar- mandir di depan ruang ICCU. ICU?? Nuri kemudian menyadari satu hal bahwa kecelakaan yang menimpa Andri bukanlah kecelakaan ringan. Karena korban kecelakaan yang dibawa ke ruangan ICU adalah korban kecelakaan dengan kategori cedera parah.“Mbak Nuri!!!” pekik Rini begitu melihat Nuri. Rini refleks memeluk Nuri sambil menangis, Nuri pun membalas pelikan Rini sambil menepuk-nepuk pundaknya.“Ko, gimana keadaan Mas Andri? Mengapa dia dibawa ke ICU bukan ke UGD?” tanya Nuri pada Eko.“Pak Andri dalam kondisi parah ketika dibawa kesini, Bu. Saya pun tidak mengerti seperti apa keadaannya. Saya tadi menerima telpon dari kepolisian yang
“Kamu ikutin Rini aja dulu, Ri. Biar aku dan Eko di sini menunggu perkembangan Andri,” kata Danis yang melihat Nuri kebingungan. Nuri pun segera berlari kecil mengikuti langkah para perawat yang membawa Rini.“Mbak, aku kenapa?” tanya Rini setelah mendapatkan kesadarannya kembali.“Kamu tadi pingsan, Rin, sewaktu dokter Bayu menjelaskan tentang keadaan Mas Andri. Oiya, Pak Maulana dan Bu Susi akan berangkat dari Medan dengan penerbangan pertama besok,” kata Nuri menjelaskan.“Maaf ya, Mbak, sudah merepotkan, entah kenapa tadi aku tiba-tiba aja merasa tubuhku lemah dan pandanganku gelap.”“Rini ... Rini ... Ya Allah Rin, kamu kenapa?” Meli terlihat memasuki ruang UGD tergesa-gesa menghampiri ranjang pasien di mana Rini berbaring.“Bu Nuri ... selamat malam, Bu,” sapanya kemudian ketika melihat Nuri duduk di kursi yang ada disebelah ranjang.“Malam juga,” sahut Nuri sambil mengerutkan keningnya.“Saya Meli, Bu. Tadi Pak Eko menelpon menyuruh saya kemari menemani Rini,” kata Meli menyada
Rini terlihat senang sekaligus terkejut mendengar kabar kehamilannya dari dokter Lucy, Meli pun demikian dia segera memeluk Rini dan memberinya ucapan selamat.“Selamat ya, Rin. Ya Allah beruntung banget kamu Rin. Sudah jadi istri boss, sekarang hamil anaknya pula. Selamat Rin,” kata Meli terharu. Rini pun terlihat meneteskan air mata haru memeluk sahabatnya itu.“Alhamdulillah aku hamil Mel! Aku hamil? Di dalam perutku ada bayi, Mel, Ya Allah ini bukan mimpi kan?” Ekspresi Rini terlihat bingung antara senang dan terharu.***“Dit, kamu pulang aja. Terima kasih sudah mau mengantarku ke sini. Aku masih akan di sini menemani Eko menunggu Mas Andri. Paling tidak hingga orangtuanya tiba dari Medan. Rini pun sepertinya perlu dirawat inap d isini sementara, tubuhnya terlihat sangat lemah tadi,” kata Nuri pada Danis.“Tidak, Ri. Biar kutemani sampai orang tua Andri tiba ya. Aku udah mengabari ibu dan bapak tadi kalau kemungkinan aku masih akan menamanimu di,sini,” jawab Adit.Keesokan paginy
“Assalamualaikum,” sapa Nuri ketika membuka pintu ruangan.“Walaikumsalam,” jawaban dari dalam.Di sana terlihat Pak Maulana, Bu Susi, Nindya dan Rini. Wajah-wajah mereka semua terlihat lelah. Bu Susi langsung tersenyum ketika melihat Aldy dan Nanda.“Haii, apa kabarnya cucu-cucuku yang soleh soleha ini,” sapanya kemudian menggendong Nanda.Pak Maulana dan Nindya pun menghampiri Aldy dan Nanda sambil melepas rindu pada cucu dan keponakan mereka. Sedangkan Nuri berjalan menghampiri Rini.“Sudah sehat, Rin?” tanya Nuri.“Alhamdulillah sudah, Mbak. Sudah nggak perlu diinfus lagi. Cuma masih agak pusing aja,” jawab Rini.“Iya, Rin. Kamu masih terlihat pucat. Kenapa nggak pulang aja istirahat di rumah dulu sampai kamu benar-benar sehat kembali?”“Nggak, Mbak. Aku nggak akan bisa istirahat juga di rumah sendirian,” jawab Rini sambil melihat kearah Andri yang masih terbaring memejamkan matanya. Aldy dan Nanda pun sudah dibawa oleh Bu Susi untuk mendekat pada ranjang pasien. Beberapa kali Bu
Rini hamil?Rini mengandung anak Andri?Nuri terhuyung mendengar tangisan lirih Rini dari dalam ruang rawat. Nuri memilih duduk sebentar di kursi yang ada di depan ruang VIP itu. Setelah menata hatinya dan menemukan kembali kekuatannya, Nuri pun mengetuk pintu ruangan.Tok. Tok. Tok.Rini menoleh ke arah pintu. Terlihat matanya sembab penuh dengan air mata. Tangannya menggenggam telapak tangan Andri dan meletakkannya di pipinya. Melihat Nuri mengetuk pintu, Rini perlahan meletakkan kembali tangan Andri dan mengusap air matanya.“Maaf, Rin. Sepertinya ponselku ketinggalan di sofa, jadi aku kembali untuk mengambilnya,” kata Nuri sedikit salah tingkah.“Iya, Mbak. Silahkan,” jawab Rini.Nuri pun mengambil ponselnya yang memang ketinggalan di sofa yang ada di ruangan itu. Kemudian kembali berpamitan pada Rini setelah mengambil ponselnya. Rini hanya tersenyum tipis pada saat Nuri kembali berpamitan, dia pun merasa risih ketika tadi Nuri memergokinya menggenggam tangan Andri.Mobil Nuri mel
Sedari tadi Nuri terus merasa gelisah di dalam kamarnya. Bayangan Rini menangis sambil menggenggam tangan Andri terus menerus mengganggu pikirannya. Andri akan memiliki anak dari Rini, itu artinya keinginan dan doanya selama ini terkabulkan. Dulu Andri selalu berkata pada Nuri bahwa dia ingin memiliki 3 anak, namun setelah melahirkan Nanda, dokter memvonis bahwa sangat kecil kemungkinan bagi Nuri untuk bisa kembali hamil. Kini doa-doa Andri terkabulkan, dia akan kembali memiliki keturunan meskipun itu bukan dari Nuri. Entah mengapa Nuri merasa tidak dapat mengendalikan hatinya saat ini. Ada perasaan terpukul di dadanya saat tadi mendengar Rini menyatakan kehamilannya pada Andri yang sedang tertidur dalam komanya. Sekuat tenaga ditepisnya perasaan itu namun sekuat itu pula rasa sesak yang datang memenuhi dadanya. Adzan Ashar berkumandang sedikit memberi rasa damai di dalam hatinya. Nuri pun bergegas mengambil wudhu dan bersiap menunaikan kewajibannya.Selepas salat, Nuri menengadahkan
“Aldy kangen papa, Ma .…” Terlihat raut sedih di wajah Aldy mengatakannya. Nuri memeluk putranya remajanya itu.“Iya, Nak. Papa pun pasti kangen pada Aldy dan Nanda.”Aldy pun mengangguk dan kemudian pamit pada Nuri untuk mandi. Sementara Nanda masih terus bermain dengan berbagai mainannya dan Nuri dengan sabar menemaninya bermain.***Nuri menunggu Rizal dan Andin di balik pagar di pintu kedatangan bandara. Setelah beberapa saat menunggu, dilihatnya kakak dan sahabatnya itu melangkah mendekat sambil menarik trolly bag. Nuri tersenyum senang melihat ekpresi senang dari keduanya, namun seketika Nuri memperlihatkan ekspresi terkejutnya ketika melihat Andin dengan manjanya bergelayut menggandeng tangan Rizal. Bukankan Andin adalah wanita soleha yang pantang disentuh lelaki? Nuri hanya syok terdiam mematung ketika Rizal dan Andin sudah tiba di depannya.“Heh! malah jadi patung. Mau nunggu pilotnya keluar, Ri? Pilotnya nggak bakal lewat sini, noh tunggunya di sana kalo mau cari jodoh pilot
“Eh yang jomblo jangan iri, ya. Sana cari pasangan biar bisa sayang-sayangan juga. Udah jadian belum ama pak pengacara,” sahut Andin.“Apaan sih Ndin, aku dan Adit hanya berteman. Nggak lebih.”“Jadiin teman di pelaminan juga boleh kok, Ri. Iya kan sayang?” sahut Andin lagi sambil melirik Rizal.“Sudah ... sudah … jadi nggak nih kita mampir ke rumah sakit?” tanya Rizal.“Boleh juga, Kak. Mampir beli makanan dulu ya buat Pak Maulana dan Bu Susi,” kata Nuri.“Okey, Dek.”“Ini sudah kurang lebih 3 bulan mas Andri koma, Pak Maulana dan Bu Susi tak pernah sekalipun meninggalkannya. Usahanya di Medan diserahkan sepenuhnya pada Nindya. Aku kasihan melihat mereka, Kak. Aku sudah menganggap mereka sebagai orang tuaku sendiri," gumam Nuri.“Itulah kenapa ada pepatah kasih sayang orang tua sepanjang masa sedangkan kasih sayang anak hanya sepanjang galah, Ri. Orang tua seperti Pak Maulana dan Bu Susi adalah sosok orang tua terbaik, ada begitu banyak doa yang selalu mereka sisipkan di setiap hembu