“Mr. Cooper, saya tahu Anda sudah melihat saya!” Brad berseru. Berusaha mengejar karena tentu langkah kaki Ash jauh lebih cepat.Ash masih berpura-pura tidak mendengar, dan terus maju.“Kau tidak akan bisa menghindar selamanya. Dia akan terus mengejar meski kau kabur ke ujung dunia.” Ian yang menyusul di sampingnya, mengingatkan keahlian Brad yang utama. Menemukan Ash.“Ck!” Ash akhirnya berhenti berjalan. “Terima kasih.” Brad ikut berhenti dengan napas terengah. Berterima kasih karena Ash tidak membuatnya berlari jauh. Tentu ia akan tetap kalah kalau Ash berlari sekuat tenaga.“Ada apa?” tanya Ash, dengan ketus.“Sir Cooper ingin bertemu Anda,” kata Brad.“Aku tahu itu! Tapi ada apa?” Kehadiran Brad untuk menjemput sudah pasti atau suruhan ayahnya, Ash tidak perlu keterangan semacam itu.“Akan lebih baik Kalau anda bicara sendiri pada beliau.” Brad tersenyum pahit saat mengatakannya.Ian menyambar bahu Ash dan berbisik. “Jangan mengindikasikan aku tahu tentang apa yang kau lakukan,
Ash mengernyit, rumahnya terlalu sepi, padahal seharusnya Mae ada di dalam. Pintu depan tidak terkunci, dan gerbang rumahnya juga terbuka tadi. “Mae?” Ash mengetuk pintu kamar Mae, bisa jadi ia tertidur, tapi kemudian Ash juga sadar kalau pintu itu tidak terkunci. Ash membuka dan keadaan normal. Ada sedikit berantakan, lipstik terjatuh. Ash mengambil dan mengembalikannya bersama make up yang lain di meja. Tapi hal itu tidak menjawab pertanyaannya dimana Mae berada. “Mae?!” Ash memanggil sedikit lebih keras, ke halaman belakang dan samping, yang mana tidak memperlihatkan apapun. Area luar rumah tua itu tidak tersentuh oleh apapun. Mae tidak mungkin tersembunyi di antara rumput tinggi, karena tidak mungkin ada hal yang bisa dilakukan di sana. Ash mengangkat kedua tangan, sambil memejamkan mata, mencoba berpikir logis. Mae tidak ada di rumah, yang menjadi masalah mobilnya masih ada di garasi. Ash melihatnya tadi saat memarkir mobilnya sendiri. Sementara sedikit mustahil kalau Mae p
“Sedikit saja, Mae. Sekali saja.” Hubert sedang memohon pada Mae agar mereka tidur bersama. Sekali saja, sebagai balas jasa. Hubert tergila-gila pada tubuh Mae memang. Lebih dari yang lain, krena itu ia sampai rela berhutang untuk mendapatkannya. Diantara semua pria mantan Mae, mungkin hanya Hubert yang sampai saat ini masih terus berhalusinasi dan menganggap Mae kekasihnya. Hubert tidak menerima keputusan Mae yang meninggalkannya. Tapi memang Hubert tidak suka membuat masalah, dan menjauh saat Mae menikah lagi. “Aku sudah mengatakan padamu bukan? Kau sebut lagi hal itu, maka aku akan meminta polisi mengusirmu. Aku tidak peduli apakah aku akan ada di dalam penjara selamanya, yang pasti aku akan membuangmu selamanya juga!” Mae menegaskan. Ia tahu kelemahan Hubert. Pria itu mudah menurut asalkan Mae meminta dengan sedikit keras. “Oke… Oke. Jangan begitu.” Hubert menyerah sambil tertawa masam, dan membuka tas yang dibawanya. “Aku sudah membaca berkas kasus milikmu, dan buruk sekal
Dulu Ash memproyeksikan seluruh kebencian yang dipunyainya, hanya kepada Dean, tapi semenjak mendengar Mae menyebut dirinya melakukan kebiasaannya mencari uang itu semenjak umur delapan belas—tanpa sekalipun mengenal pria dalam keadaan wajar, Ash mempunyai objek baru untuk dibenci, yaitu semua pria yang telah bersama Mae.Ash tidak akan memaafkan pria manapun yang bersama Mae—kecuali yang sudah mati. Mereka yang telah membuat Mae menjadi seperti itu. Membuat Mae merasa perlu untuk membuka baju dan mencumbu, saat memerlukan uang. Pria tua hidung belang yang dengan sangat sadar memanfaatkan gadis muda untuk kepuasan adalah setan dalam bentuk lain, dan saat ini, pria seperti itu ada dalam genggaman tangannya. Datang sendiri tanpa harus dicari.“Kau babi busuk!” desis Ash.“Jangan! Jangan! Jangan! Apa yang kau lakukan? Aku mohon lepaskan!” Ian tentu saja dilanda kepanikan luar biasa, dan menarik punggung Ash, beserta tangannya, karena wajah Hubert semakin berwarna ungu—kesulitan bernapa
Ian menyambar dokumen itu dari tangan Ash, dan memeriksanya sendiri, kurang percaya. “Ini gila! Pembunuhan berencana ini terlalu berat. Aku bahkan tidak yakin ayahmu bisa menolongnya.” Ian berbisik lagi—agar Hubert tidak mendengar. Ash masih belum bereaksi, sama sekali tidak menyangka masalahnya akan sebesar ini. Setelah tahu Mae ada di kantor polisi. Ash berharap hanya masalah kesalahpahaman, bukan pembunuhan besar. “Kemarikan.” Hubert meminta dokumen itu lagi karena memang masih diperlukan. “Kenapa kau yang membawa berkas ini?” tanya Ash. Sejak tadi belum paham apa peran Hubert dalam masalah ini. “Aku kekasih…” Hubert diam dan menelan ludah. Membatalkan jawaban itu karena tangan Ash sudah bergerak naik lagi—ditahan oleh Ian, sebelum sampai ke lehernya. “Aku pengacaranya. Mae meminta bantuanku untuk membelanya dalam kasus ini.” Hubert menjelaskan sisanya dengan jujur. “Babi mesum sepertimu rupanya juga bisa menjadi pengacara? Mengejutkan!” Bukan hanya memakai lidah, Ash menanda
“Ini, minum. Aku rasa kau sangat kurang caffeine. Emosi beruntun yang tidak jelas itu mungkin bisa disembuhkan dengan kafein.” Ian mengulurkan kopi di depan Ash, lalu duduk di sampingnya.Air liur Ash nyaris saja menitik. Aroma harum kopi itu sangat menggoda, lidahnya seolah bisa mengecap rasa pahit, gurih, dan sedikit asam dari cairan yang berwarna hitam itu. Tapi Ash menggeleng dan menyingkirkannya. Kalau tidak dimulai sekarang, akan lebih sulit baginya terlepas dari minuman itu. Sekarang saja ia sudah sangat sulit untuk mengatasi dorongan mencandu kafein yang muncul setiap pagi. Kalau menyerah sekarang, maka ia tidak akan pernah bisa berhenti.Ash mungkin bisa menahan diri untuk tidak minum kopi saat bersama Mae, tapi akan ada aroma yang akan dibawanya. Ash bisa menghabiskan enam cangkir kopi biasanya. Aroma kopi tidak pernah lepas darinya. Ada kemungkinan Mae akan mencium aromanya. Itu yang dihindari Ash.“Kau aneh sekali. Kenapa mendadak kau menghindari kopi? ini tidak normal.”
“Ini Mary.” Mae tersenyum, karena memang Mama Carol memintanya untuk tersenyum saat memperkenalkannya pada teman. Teman Mama Carol yang mengundang mereka datang kali ini memiliki mata yang besar, membuka dengan ramah dan tampak tersenyum saat mengusap kepalanya. Mae lebih mudah tersenyum padanya juga.“Dan ini yang sakit?” Pria bermata besar itu berpaling pada Daisy yang ada di atas kursi rodanya. Daisy mengangguk dan menjabat tangan yang terulur padanya. “Daisy.” “Kau malang sekali.” Pria itu mendesah dan menepuk pelan kepala Daisy dengan wajah prihatin. Mama Carol pasti sudah menceritakan apa penyakit Daisy kepadanya. “Daisy sangat kuat tapi, sangat tegar melawan penyakit ini. Aku bangga sekali padanya.” Mama Carol mengecup puncak kepala Daisy, dengan lembut. Pria bermata besar itu mengangguk lagi, dan kembali pada Mae. “Mary, kau tolong bawa Daisy ke sana. Bermainlah di dekat kolam. Jangan jauh-jauh.” Pria itu dengan baik hati memberi izin, sambil menunjuk ke arah kolam. Ada
“Mae, aku sudah memintamu untuk tidak membahasnya.” Ash menggeleng dan menggandeng tangan Mae, turun dari teras kantor polisi itu, sampai masuk ke mobil.“Aku masih ingat, tapi aku tidak ingin percaya.” Mae sejak tadi tidak sedikitpun mengalihkan pandangan dari Ash, yang sekarang kembali berhenti bergerak, batal menghidupkan mobil.“Aku ingin melakukan sesuatu—hal baik untukmu dan kau memilih tidak percaya kalau aku tidak akan meminta apapun? Kau lebih percaya kalau aku meminta tubuhmu. Begitu maksudnya?” Ash bersandar lalu menatap wajah pucat Mae.“Ya, karena masuk akal. Apa yang kau lakukan saat ini sangat tidak masuk akal. Siapa orang yang memberikan ratusan ribu pound tanpa meminta balasan? Keadaan itu hanya dongeng, dan aku benci dongeng.” Mae panjang lebar menjelaskan, nadanya masih menuduh.Ash terdiam, sambil meremas kemudi yang ada di tangannya, karena Mae benar. Dirinya saat ini terlihat tidak meminta imbalan, tapi niatnya tidak semurni itu. Ash melakukan semua itu untuk men