Author povDirga sampai di rumah pada pukul sepuluh malam. Seperti nasihat Bagas, Dirga pulang dengan membawa sekotak martabak dan ayam goreng untuk istri dan anaknya. Dirga mengerutkan keningnya ketika melihat rumahnya gelap gulita. Tak ada satupun penerangan di rumahnya yang menyala. Dirga bergegas keluar dari mobil dan membuka gerbang rumahnya kemudian berjalan masuk ke dalam rumah. Dengan meraba dinding Dirga berjalan mencari sakelar rumahnya untuk menyalakan lampu. Nampak kondisi di dalam rumah masih sama seperti ketika ditinggalkannya beberapa jam yang lalu, berantakan penuh dengan pecahan kaca dan barang-barang yang tadi sore di bantingnya.Dengan sedikit berlari Dirga menuju kamar putrinya tanpa mengetuk Dirga langsung membuka pintu dan masuk kedalam kamar. Kosong, tidak ada siapapun di dalamnya. Dirga membuka pintu kamar mandi, sama saja, kosong. Rahangnya mengeras, genggaman tangannya mengerat pada kantong plastik yang di bawanya ketika tanpa sengaja tatapannya terarah pad
Sore ini Gibran memutuskan untuk mendatangi rumah Serena. Kakak Serena itu merasa curiga, mengapa adik bungsunya tiba-tiba pergi liburan di saat Zena tidak dalam masa liburan sekolah. Anehnya Serena tidak pamit dulu sebelum pergi, sikapnya itu sama sekali tidak seperti kebiasaannya. Sudah lebih dari satu minggu Serena tidak masuk kerja tapi alasannya tetap sama, liburan bersama Nurida. Awalnya Serena mengatakan jika hanya izin untuk beberapa hari saja. Tapi sampai lebih dari satu minggu Serena juga belum datang ke kafe. Apa lagi Serena juga mengganti no telelponnya. Bukankah itu sangat mencurigakan, pikir Gibran. Setibanya di depan rumah adik bungsunya, Gibran bergegas turun dari mobilnya dan memencet bel yang ada di pagar rumah. Gibran mengulangi beberapa kali, namun tidak ada tanda-tanda keberadaan sang pemilik rumah. Gibran sedikit berjinjit untuk melihat situasi di teras rumah, tak nampak motor milik adiknya maupun mobil milik adik iparnya. "Serena..." Gibran memanggil nama Sere
Sambil mengendarai mobil Gibran menghubungi Dirga. Kakak sulung serena itu tidak bisa lagi menunggu sampai besok. Gibran juga tidak berniat untuk bertanya terlebih dulu pada Serena karena Gibran sangat tahu seperti apa sifat adik bungsunya itu. Serena pasti akan bersikap sok kuat dan berusaha menyelesaikan masalahnya sendiri. [Hallo, datanglah ke taman kota! Aku tunggu di sana sekarang,] perintahnya begitu sambungan telponnya di jawab. Gibran segera menutup panggilannya tanpa menunggu jawaban dari orang yang di telfonnya.Dengan kecepatan tinggi Gibran mengendarai mobilnya ke arah taman kota. Wajahnya terlihat tenang tapi tidak dengan hatinya. Rasa marah dan kesal bercampur aduk di dadanya. Dalam hati Gibran bersumpah tidak akan membiarkan siapapun menyakiti keluarganya. Bagi seorang Gibran Abikara Saputra, ibu dan kedua adiknya adalah jantung dan nafas hidupnya. Tidak akan ia biarkan siapapun menyakiti tiga wanita yang ia cintai itu. Siapapun yang berani menyakiti mereka berarti men
Setelah bertemu Dirga sekarang Gibran sedang dalam perjalanan menuju ke alamat yang di berikan oleh Dewa. Setelah beberapa saat yang lalu dia menghubungi sahabat adik bungsunya itu. Dewa memberitahukan bahwa benar memang dirinya yang telah menjemput Serena dan Zena beberapa hari yang lalu kemudian mengantarkan mereka ke rumah Nurida seperti permintaan Serena. Sekitar 45 menit perjalanan, Gibran sampai di sebuah rumah sederhana yang memiliki halaman cukup luas di depan dan samping rumah dengan pagar besi sedada orang dewasa. Gibran bergegas turun dari mobilnya. Karena pintu pagar tidak di kunci Gibran bisa langsung masuk ke dalam pelataran rumah. "Om Gibran,,," teriak Zena dengan wajah ceria begitu melihat kedatangan kakak sulung dari Mamanya. Zena berlari lalu menubruk Gibran yang merentangkan kedua tangannya, "Om rindu sekali sama Zena," bisik Gibran sambil memeluk gadis kecil yang sudah dianggapnya seperti anaknya sendiri. Ada rasa sedih yang tiba-tiba muncul sesaat setelah ia me
"Jangan bohong!" Gibran memicingkan matanya curiga. Gibran tahu betul jika adiknya itu sedang berbohong. Diantara dua adiknya Serena yang paling tidak bisa berbohong kepada dirinya atau Bundanya. "Tidak. Dia tidak melakukan apa-apa padaku Mas," jawab serena dengan tatapan matanya yang tidak berani menatap langsung mata Kakak sulungnya itu. Dewa yang sejak tadi mengawasi di depan pintu hanya bisa menghela nafas lelah, ia merasa kecewa dengan sikap Serena yang masih tetap membela Dirga. Padahal Dirga sudah sangat menyakiti perasaan dan fisik Serena. Tapi apa lagi yang bisa Dewa perbuat? Jika cinta itu sudah membutakan mata, maka manusia sepintar apapun akan menjadi bodoh. Sama halnya dengan Serena, dirinya sendiri juga salah satu manusia yang sudah dibutakan oleh cinta, pikir Dewa. "Baiklah. Kalau kamu masih tetap ingin menyembunyikannya, tapi kamu pasti tahu jika aku bisa mencari kebenarannya sendiri?" Gibran menatap lekat pada adik bungsunya yang terlihat gugup. "Sekarang jawab de
Hari ini Serena sudah mulai bekerja kembali setelah cuti selama hampir tiga minggu untuk menenangkan diri. Pagi ini Setelah Serena mengantar Zena ke sekolah, ia langsung menuju kafe miik kakaknya untuk kembali mengerjakan pekerjaan yang beberapa hari yang lalu harus di kerjakan oleh Ratna. "Maaf ya Mbak Ratna yang cantik!!" ucap Serena memelas sambil mengulurkan sebatang coklat yang diikat pita ujungnya. "Ck... Mau nyogok?" Ratna melirik Serena. "Lain kali jangan coklat tapi kunci mobil," ucap Ratna setelah mengambil coklat dari tangan Serena. Serena tersenyum lebar menampilkan gigi putihnya, "Lain kali akan aku pastikan untuk tidak melakukan kesalahan lagi, karena aku tidak sanggup membelikan dirimu mobil," Serena menimpali candaan Ratna. Ratna memberinya 2 jempol, "Good, jangan melakukan kesalahan yang sama lagi," ujar Ratna menimpali ucapan adik dari bosnya itu. Mulai hari ini Nurida yang akan menjemput Zena pulang sekolah jadi Serena hanya fokus bekerja untuk membiayai hidupny
Flasback 12 tahun yang lalu. "Kamu mau kemana?" tanya Miko saat melihat bos sekaligus temannya keluar dari ruang kerjanya. "Kita ada meeting setelah jam makan siang." sambunhnya mengingatkan. "Batalkan meetingnya. Dan kamu ikut aku! Bunda Rahma sedang menungguku," ajak Kaisar "Ok, siap bos." Miko segera menghubungi sekertaris Kaisar untuk membatalkan meeting. "Sekarang Bunda Rahma dimana?" "Di taman kota." jawabnya sembari berjalan menuju lift khusus untuk pimpinan perusahaan. "Oh," Miko mengikuti Kaisar masuk ke dalam lift. Selama perjalanan menuju taman kota Kaisar hanya membisu sambil memandang keluar jendela mobil. "Kamu kenapa?" tanya Miko tanpa mengalihkan pandangannya pada jalanan di depannya. "Gak apa-apa?" jawab Kaisar masih dengan posisi yang sama. "Yakin?" Miko melirik sahabatnya itu dari ekor matanya. "Gak papa Miko," ucap Kaisar berusaha berbicara setenang mungkin sekalipun hatinya sudah sangat gelisah memikirkan apa lagi yang diinginkan ibu dari kekasihnya datan
"Baik, jika kamu benar-benar mencintai Serena. Apa kamu bersedia meninggalkan orang tuamu untuk bisa menikahi Serena?" tantang Rahma pada laki-laki yang sudah merendahkan harga dirinya dengan berlutut di depannya demi untuk mendapatkan restunya. "Tidak," jawab Kaisar setelah terdiam beberapa detik. Mendengar jawaban Kaisar membuat ibu Serena itu tersenyum remeh, "Aku sudah bisa menduganya. Kamu pasti tidak akan bisa meninggal kemewahan dan harta warisan orang tuamu," ejeknya lalu kembali mendudukkan dirinya di kursi taman dengan angkuh. "Bunda salah. Saya bisa kehilangan semua harta dan warisan dari orang tua saya. Tapi tidak untuk meninggalkan orang tua saya. Mama dan Papa saya sangat menyayangi Serena dan menerima Serena dengan tangan terbuka. Sebaliknya, Serena juga sangat menyayangi Mama dan Papa saya." Kaisar berusaha menjelaskan dan meyakinkan Rahma jika orang tuanya sudah memberi lampu hijau untuk hubungannya dan Serena. "Jadi saya mohon, Bunda juga bersedia memberikan restu