Kedatangan Karina bersama tim kepolisian membuat keluarga Adam dan para pekerja bertanya-tanya. Lain halnya dengan Felliska yang sudah panas dingin. Veti pun tak kalah panik, ia mengira perbuatan Felliska sudah diketahui oleh polisi."Permisi, benar ini dengan kediaman keluarga Adam?" tanya seorang polisi.Agatha mengangguk. "Benar, saya adalah Agatha Adam.""Kami kesini karena ingin memberitahukan bahwa tahanan atas nama Marta telah meninggal dunia karena kecelakaan. Ia ditabrak dan terlindas oleh truk yang langsung membuatnya meninggal di tempat. Berdasarkan keterangan Nona Karina selaku rekan kerja Marta dahulu, Marta adalah teman dekat Veti. Kami kesini ingin menemui Nona Veti untuk dimintai keterangan tentang keluarga Marta."Rasa cemas dan panik luar biasa yang dirasakan Felliska berangsur-angsur pudar. Ia sungguh selamat kali ini. Veti yang semula menunduk kini langsung mengangkat kepalanya dan menatap seorang polisi yang tadi bicara dengan waut wajah tidak percaya."B-bagaiman
Agatha, Veti, dan Andrew mendatangi rumah Karina. Davin dan Felliska tidak bisa ikut karena Davin harus menemani Felliska yang habis pingsan. Aurel juga tidak bisa ikut karena kondisinya masih sakit akibat terjatuh ke danau. Veti ikut untuk menemani Agatha.Karina menyambut mereka dengan ramah. "Silahkan masuk."Mereka pun duduk di sofa ruang tamu ditemani Karina. Sedangkan Suri pergi ke dapur untuk membuatkan minuman. Sedari tadi, Veti terus mengamati rumah Karina. Ia tertawa remeh dalam hati saat melihat rumah Karina begitu sederhana."Ternyata miskin juga si Karina," cibirnya dalam hati.Tak lama kemudian, Suri menghidangkan milk tea hangat di atas meja. Ia pun lalu duduk di sofa single untuk ikut nimbrung. Tiba-tiba Agatha menyerahkan sebuah amplop yang lumayan tebal untuk Karina."Ini dari kami untuk kamu. Saya mewakili sekeluarga turut berduka cita atas meninggalnya ibu kamu. Semoga beliau tenang di alam sana. Saya sekalian ingin meminta maaf jika dari saya atau keluarga saya pe
"Kenapa tidak mengabari Ayah kalau mau kemari, Nak?" Prapto bertanya saat Felliska memasuki ruang kerjanya."Ini gawat, Ayah! Aku sudah melakukan sebuah kesalahan besar," seru Felliska panik seraya menjatuhkan di di sofa dengan kasar.Prapto melepas kacamata kerjanya dan menutup laptopnya. Ia bangkit dari kursi kerjanya lalu menghampiri Felliska yang masih memasang wajah panik. Prapto pun duduk di sisinya dan mengelus rambutnya."Ceritakan, sayang. Ayah akan bantu semua masalah kamu. Ayah punya kuasa dimana-mana," ujar Prapto santai."Tapi ini beda, Ayah. Aku menabrak orang sampai meninggal. Dan orang itu adalah keluarga dari baby sitter anaknya Kak Aurel," jelas Felliska yang membuat Prapto terdiam."Apa kasus itu sampai diusut polisi?" tanya Prapto setelah beberapa saat terdiam."Iya, Ayah. Dan sekarang sedang dalam proses penyelidikan. Aku takut ketangkap, Ayah. Aku tidak mau sampai ketahuan. Ini pertama kalinya aku berurusan dengan hukum," ujar Felliska yang mulai terisak.Prapto
"Ya, aku harus melakukan ini. Tidak ada cara lain. Aku tidak bisa menahan perasaanku terlalu lama. Maafkan aku, Aurel," ujar Rey tersenyum.Ia memasukkan beberapa foto ke dalam amplop. Di ujung amplop, ia menuliskan kata "Karina". Ia teringat dengan perkataan Aurel dulu."Karina baby sitter Tania mengetahui hubungan kita. Aku takut kalau sewaktu-waktu dia membocorkan hubungan kita.""Karina, walau aku tidak mengenalmu, aku minta maaf dan minta ijin untuk menggunakan namamu," ucapnya pelan.Ia lalu memakai masker dan kacamata hitam kemudian berjalan menghampiri seorang laki-laki yang merupakan tukang ojek."Ini tolong dikirim ke mansion keluarga Adam yang ada di jalan xxx, bilang dari Karina," ujar Rey seraya menyerahkan amplop dan tiga lembar uang berwarna merah."Baik, Pak." Ojek tersebut pun melaju meninggalkan halaman gedung apartemen.Rey tersenyum puas. "Hanya ini yang bisa ku lakukan agar kamu kembali kepadaku."Bertepatan dengan itu, Karen memasuki halaman gedung apartemen sera
Felliska dan Prapto menaiki mobil menuju sebuah rumah. Setelah sampai, Prapto pun memarkirkan mobil di halaman rumah mewah bertingkat dua. Setelah itu, mereka turun dari mobil.Felliska sibuk mengamati rumah tersebut. Rumah yang cukup mewah menurutnya. Prapto mengandeng tangan Felliska menuju pintu utama.Kemudian Prapto menekan bel rumah berkali-kali. Tak lama kemudian, pintu dibukakan oleh seorang pembantu. "Cari siapa?" tanyanya ramah."Pak Farel," jawab Prapto singkat."Baik, tunggu sebentar. Silahkan duduk dulu."Prapto mengangguk lalu duduk di sofa bersama Felliska. Beberapa menit kemudian, seorang pria paruh baya yang bernama Farel memasuki ruang tamu. Ia saling melempar senyum dengan Prapto."Tumben datang ke sini. Sudah lama kita gak ketemu," ucap Farel seraya berpelukan dengan Prapto."Kamu tahu sendiri 'kan kalau aku sibuk banget. Perusahaanku lagi maju-majunya," balas Prapto."Wih, sombongnya. Hahahaha. Ya sudah, apa maksud kedatangan kalian?"Bertepatan dengan itu, pelaya
"Karina, keluar kamu!" Agatha menggedor-gedor pintu rumah Karina dengan tidak sopan.Pintu pun dibuka oleh Suri. "Mohon maaf, kalau ingin bertamu tolong jaga sikap. Sangat tidak pantas seorang tamu menggedor-gedor pintu rumah orang," ujar Suri.Agatha mengabaikan perkataan Suri. "Mana Karina?"Suri menghela nafas lelah. Ia pun memanggil Karina yang langsung menghampirinya. "Ada apa, Bi?* tanya Karina.Saat Karina melihat kedatangan Agatha dan Aurel, ia pun tersenyum ramah. "Ada apa kalian datang kemari? Silahkan masuk dulu.""Tidak perlu basa-basi. Maksud kamu ngirim ini apa?!" Agatha melempar amplop berisi foto-foto Aurel dan Rey ke wajah Karina sampai foto-fotonya berhamburan di lantai."Astaga, kenapa kalian tidak bisa menjaga sopan santun," sentak Suri."Tolong diam dan biarkan saya menyelesaikan masalah ini dengan Karina," desis Agatha.Karina berjongkok lalu memungut foto-foto itu. "Jadi kalian menuduhku untuk yang kedua kalinya?" tanyanya pelan."Kami tidak asal menuduh. Lihatl
Veti mengemasi barang-barangnya ke dalam koper. Kini Veti tidak memakai seragam maid-nya. Kini ia berpenampilan cantik dengan rok panjang dan blouse.Setelah selesai, Veti menggeret kopernya keluar kamar. Ia menaruh sebuah map besar di atas meja ruang tamu di hadapan Davin yang sedang terlelap di sofa. Veti mengecup kening Davin singkat."Bye, my sugar daddy. Thank you so much untuk semua yang kamu berikan. Aku ijin pergi membawa sebagian hartamu. Aku pantas mendapatkannya bukan?* Veti terus bicara seolah Davin bisa mendengar dan menjawabnya."Mungkin setelah itu kamu akan mendapat sebuah masalah besar. Tapi tenang saja, aku akan sangat bersedia jika kamu mau kembali kepadaku dan… memberikan hartamu kepada ku." Setelah mengucapkan itu, Veti tertawa terbahak-bahak sampai memegangi perutnya.Veti mengusap sudut matanya yang berair lalu melambaikan tangan dengan centil ke arah Davin. "Bye-bye, i love you." Veti pun berjalan dengan berlenggak-lenggok keluar dari rumah lalu menaiki taksi y
Felliska bangun di sore hari setelah tertidur akibat kelelahan setelah melakukan aktivitas ranjang bersama Davin. Fellisa merentangkan otot-ototnya yang kaku laku beranjak dari ranjang dengan tubuh yang polos tanpa memakai sehelai benangpun. Felliska memunguti pakaiannya yang terlempar di lantai lalu memasukkannya ke keranjang pakaian kotor.Setelah itu ia mandi dan memakai pakaian. Dirinya bergegas menuju dapur karema perutnya keroncongan. Felliska merasa aneh karena suasana rumah terasa sepi.Ia bertambah bingung ketika melihat dapur dalam keadaan kotor. "Kemana Veti ini? Apa dia belanja? Tapi kenapa sama sekali tidak ijin," gumamnya.Felliska membuka tudung saji di atas meja makan dan seketika ia bertambah bingung lagi karena tidak ada makanan sama sekali. "Bisa-bisanya Veti pergi tanpa meninggalkan makanan. Padahal aku sudah sangat lapas. Apa Veti tidur di kamarnya, ya?" Felliska terus bermonolog.Felliska pun bergegas menuju kamar Veti dan mengetuk pintunya. "Veti, kenapa kamu be