Felliska dan Prapto menaiki mobil menuju sebuah rumah. Setelah sampai, Prapto pun memarkirkan mobil di halaman rumah mewah bertingkat dua. Setelah itu, mereka turun dari mobil.Felliska sibuk mengamati rumah tersebut. Rumah yang cukup mewah menurutnya. Prapto mengandeng tangan Felliska menuju pintu utama.Kemudian Prapto menekan bel rumah berkali-kali. Tak lama kemudian, pintu dibukakan oleh seorang pembantu. "Cari siapa?" tanyanya ramah."Pak Farel," jawab Prapto singkat."Baik, tunggu sebentar. Silahkan duduk dulu."Prapto mengangguk lalu duduk di sofa bersama Felliska. Beberapa menit kemudian, seorang pria paruh baya yang bernama Farel memasuki ruang tamu. Ia saling melempar senyum dengan Prapto."Tumben datang ke sini. Sudah lama kita gak ketemu," ucap Farel seraya berpelukan dengan Prapto."Kamu tahu sendiri 'kan kalau aku sibuk banget. Perusahaanku lagi maju-majunya," balas Prapto."Wih, sombongnya. Hahahaha. Ya sudah, apa maksud kedatangan kalian?"Bertepatan dengan itu, pelaya
"Karina, keluar kamu!" Agatha menggedor-gedor pintu rumah Karina dengan tidak sopan.Pintu pun dibuka oleh Suri. "Mohon maaf, kalau ingin bertamu tolong jaga sikap. Sangat tidak pantas seorang tamu menggedor-gedor pintu rumah orang," ujar Suri.Agatha mengabaikan perkataan Suri. "Mana Karina?"Suri menghela nafas lelah. Ia pun memanggil Karina yang langsung menghampirinya. "Ada apa, Bi?* tanya Karina.Saat Karina melihat kedatangan Agatha dan Aurel, ia pun tersenyum ramah. "Ada apa kalian datang kemari? Silahkan masuk dulu.""Tidak perlu basa-basi. Maksud kamu ngirim ini apa?!" Agatha melempar amplop berisi foto-foto Aurel dan Rey ke wajah Karina sampai foto-fotonya berhamburan di lantai."Astaga, kenapa kalian tidak bisa menjaga sopan santun," sentak Suri."Tolong diam dan biarkan saya menyelesaikan masalah ini dengan Karina," desis Agatha.Karina berjongkok lalu memungut foto-foto itu. "Jadi kalian menuduhku untuk yang kedua kalinya?" tanyanya pelan."Kami tidak asal menuduh. Lihatl
Veti mengemasi barang-barangnya ke dalam koper. Kini Veti tidak memakai seragam maid-nya. Kini ia berpenampilan cantik dengan rok panjang dan blouse.Setelah selesai, Veti menggeret kopernya keluar kamar. Ia menaruh sebuah map besar di atas meja ruang tamu di hadapan Davin yang sedang terlelap di sofa. Veti mengecup kening Davin singkat."Bye, my sugar daddy. Thank you so much untuk semua yang kamu berikan. Aku ijin pergi membawa sebagian hartamu. Aku pantas mendapatkannya bukan?* Veti terus bicara seolah Davin bisa mendengar dan menjawabnya."Mungkin setelah itu kamu akan mendapat sebuah masalah besar. Tapi tenang saja, aku akan sangat bersedia jika kamu mau kembali kepadaku dan… memberikan hartamu kepada ku." Setelah mengucapkan itu, Veti tertawa terbahak-bahak sampai memegangi perutnya.Veti mengusap sudut matanya yang berair lalu melambaikan tangan dengan centil ke arah Davin. "Bye-bye, i love you." Veti pun berjalan dengan berlenggak-lenggok keluar dari rumah lalu menaiki taksi y
Felliska bangun di sore hari setelah tertidur akibat kelelahan setelah melakukan aktivitas ranjang bersama Davin. Fellisa merentangkan otot-ototnya yang kaku laku beranjak dari ranjang dengan tubuh yang polos tanpa memakai sehelai benangpun. Felliska memunguti pakaiannya yang terlempar di lantai lalu memasukkannya ke keranjang pakaian kotor.Setelah itu ia mandi dan memakai pakaian. Dirinya bergegas menuju dapur karema perutnya keroncongan. Felliska merasa aneh karena suasana rumah terasa sepi.Ia bertambah bingung ketika melihat dapur dalam keadaan kotor. "Kemana Veti ini? Apa dia belanja? Tapi kenapa sama sekali tidak ijin," gumamnya.Felliska membuka tudung saji di atas meja makan dan seketika ia bertambah bingung lagi karena tidak ada makanan sama sekali. "Bisa-bisanya Veti pergi tanpa meninggalkan makanan. Padahal aku sudah sangat lapas. Apa Veti tidur di kamarnya, ya?" Felliska terus bermonolog.Felliska pun bergegas menuju kamar Veti dan mengetuk pintunya. "Veti, kenapa kamu be
Saat Prapto memasuki rumah anaknya, ia dikejutkan dengan Felliska yang sedang menangis tersedu-sedu di sofa. Ia pun bergegas menghampiri anaknya dan menenangkannya. "Kamu kenapa nangis, Nak?" tanyanya lembut."Papa lihat sendiri." Felliska menyerahkan beberapa lembar kertas dari map.Prapto mengerutkan kening saat menerima dan membaca kertas-kertas tersebut. Beberapa menit kemudian seketika matanya membola. "Kurang ajar si Davin itu! Bisa-bisanya dia menyelingkuhi kamu. Apa dia mau cari mati?!""Aku tidak terima diperlakukan seperti ini, Pa. Aku benar-benar tidak rela," ucap Felliska sesenggukan."Papa juga tentunya tidak terima. Anak kesayangan Papa satu-satunya di khianati suami sendiri. Papa harus memberinya pelajaran!"Prapto bangkit dengan raut wajah marah dan tangan yang terkepal erat sampai otot-ototnya terlihat jelas. Ia menendang pintu kamar utama dengan kasar hingga mengejutkan Davin yang sedang tertidur. Prapto berdiri di samping kasur seraya memandang Davin dengan sorot mat
Varel tersenyum melihat kedatangan Karina dan Elard. Hal ini telah ia tunggu-tunggu sedari tadi. Ia sudah memproses kasus ini dengan beberapa informasi baru.Diantara informasi itu adalah tentang mobil Alphard milik Felliska yang masuk ke dalam jurang. Ia juga menambahkan kesaksisan para saksi yang mengatakan bahwa mobil yang jatuh ke jurang sama persis dengan mobil yang menabrak Kasih. Kemungkinan besar kasus ini akan segera dianggap selesai.Ada usaha tentu ada bayarannya. Prapto telah menyuntikkan dana ke bisnis yang sedang dibangun Pandu. Hal itu telah mereka sepakati sebelumnya."Silahkan duduk Nona Karina dan temannya yang bernama….?""Elard," ucap Elard memperkenalkan diri."Oh, Tuan Elard." Varel mengangguk-angguk berusaha bersikap seramah mungkin."Bagaimana detail kasus kecelakaan Ibu saya, Pak?" tanya Karina."Begini, mobil yang diduga menabrak mendiang Ibu Kasih sudah ditemukan."Terdapat binar bahagia di wajah Karina. "Serius, Pak? Puji Tuhan.""Tapi…." Varel menjeda perk
Malam harinya, Felliska dan Pandu melakukan kencan di salah satu restoran mewah. Felliska terlihat sangat cantik dengan gaun merahnya yang menyala-nyala. Pandu tidak kalah menawan dengan menggunakan kemeja dan celana panjang yang membuatnya terlihat gagah dan maskulin.Restoran yang mereka kunjungi sudah disewa sepenuhnya oleh Pandu. Saat selesai memarkirkan mobil, Pandu bergegas membukakan pintu untuk Felliska. Ia mengulurkan tangannya yang segera di genggam oleh Felliska dengan senyum malunya."Kamu terlihat sangat cantik," bisik Pandu yang membuat bulu kuduk Felliska meremang."Kamu juga terlihat sangat tampan," balas Felliska.Pandu tersenyum lalu menggandeng tangan Felliska dengan lembut. Saat mereka memasuki restoran, para pelayan berjejer rapi seraya menunduk memberikan hormat. Hati Felliska berbunga-bunga, ia merasa diratukan.Mereka lalu duduk di kursi mewah di antara lainnya dengan mengelilingi meja yang sudah dihias sedemikian rupa. Banyak sekali menu yang tersaji di meja i
Agatha dan Davin dirawat di dalam ruang rawat inap yang sama. Aurel memandang mereka berdua dengan sendu. Ia memitar roda kursinya menuju brankar Davin.Dapat ia lihat kondisi Davin yang sangat memprihatikan. Tubuhnya penuh luka dan perban. Mulut dan hidungnya yang tertutupi selang oksigen.Tangan Aurel terulur mengusap rambut Davin. "Kenapa kamu melakukannya, Davin? Kakak kira hanya Kakak yang brengsek. Rupanya kamu juga melakukan kesalahan yang Kakak lakukan. Kakak sangat marah kepada diri Kakak sendiri. Kenapa Kakak begitu bodoh sehingga tidak bisa memberi contoh dan membimbing kamu dengan baik? Maafkan Kakak…." Aurel bertutur pilu.Aurel berusaha berdiri untuk menggapai Davin lebih dekat. Rara yang melihat itu ingin membantu Aurel tapi Aurel menahannya dengan gerakan tangan. Aurel pun mencium kening Davin beberapa saat dengan mata terpejam seolah menikmati momen itu."Cepat sembuh, Davin. Semoga setelah ini kamu bisa berubah menjadi lebih baik," ujar Aurel seraya memandang wajah d