Tanpa menunggu waktu lagi, Alden melayangkan surat gugatan cerai dan semua dilakukan oleh Abby, kakaknya. Bukti-bukti yang menguatkan, termasuk Bondan sebagai pemakai obat yang sudah puluhan tahun meracuni, mereka sertakan.
“Ini bakal bikin suamimu menerima ancaman hukuman mati, Nia. Kamu siap?” tanya Alden sewaktu membaca berkas yang Abby kirimkan padanya.
Niara berpikir sejenak dan terlihat bimbang.
“Nia? Kamu nggak bisa mundur lagi dan semua memang akan terjadi!” desak Alden tidak sabar.
“Apa yang sebaiknya aku jawab, Al? Aku nggak berusaha membuatnya masuk penjara. Cuman mau bebas aja dari pria bejat itu,” keluh Niara resah.
“Kamu tahu berapa banyak wanita yang sudah menjadi korban Bondan? Kamu tahu tahun-tahun yang kalian lewati itu sangat tidak adil dan meresahkan? Dia psikopat, Niara! Kamu seharusnya tidak mengampuni pria seperti Bondan!”
“Tapi membiarkan dia dijatuhi hukuman mati?
Niara kini lebih bersemangat untuk menyelesaikan semua pekerjaannya yang tertunda selama ini. Beberapa buku yang sempat ditagih oleh penerbit, kini berhasil diselesaikan dalam tempo yang singkat. Alden selalu memberinya semangat untuk merampungkan satu persatu.“Tinggal buku kamu yang belum kelar. Semoga akhir minggu ini kelar dan bisa kita cetak,” harap Niara dengan antusias.“Aku ingin satu copy untuk kukirim pada seseorang,” pinta Alden.“Untuk Indira?” tanya Niara. Alden diam dan tidak segera menjawab.“Nggak apa-apa. Mungkin itu usaha yang bisa menyatukan kalian kembali,” harap Niara mendukung penuh rencana sahabatnya.“Ya. Walaupun kesannya pengecut, tapi cuman itu yang berani aku lakukan. Kesalahanku terlalu banyak padanya,” renung Alden dengan wajah penuh sesal.“Aku akan percepat dan kita harus realisasikan, Al!”Niara membuktikan janjinya. Seminggu penuh
Dengan hati yang geram, Indira membuka laptop dan mencari alamat email Alden. tidak peduli apa pun yang disampaikan melalui pesan buku tersebut, hati Indira sudah membeku dan tidak ingin kembali pada masa lalu kelamnya bersama Alden.Wanita itu berpikir jika ia tidak begitu saja membiarkan Alden datang kembali setelah sekian lama pergi tanpa kabar. Ia tidak semudah itu memaafkan.Tangannya mengetik dengan cepat pesan yang akan ia kirimkan untuk suami yang telah menjadi mantan baginya.‘Kepada YTH,Bapak Alden Aminata SHTerima kasih atas kiriman buku yang begitu menyentuh hati manusia yang membacanya. Tapi satu hal yang perlu Anda ingat! Lancang sekali Anda melakukan hal itu tanpa persetujuan saya?! Saya tekankan sekali lagi, bahwa tidak ada kata KEMBALI sampai kapan pun! Bagi saya dan Renzo, Anda sudah mati dan tidak akan pernah menjadi bagian hidup kami. Jadi buang jauh-jauh harapan itu, karena sampai kapan pun, manusia yang memiliki sifat
Indira yang sedang memegang gelas mendadak hatinya berdetak cepat dan gelas itu terlepas ke lantai.Praang!“Kenapa, Mbak Indi?” seru Narti yang ada di dapur dengan cemas.Indira berdiri dengan tertegun dan mengatur napasnya yang tersengal.“Nggak apa-apa, Mbak Narti. Tiba-tiba perasaanku nggak enak dan gelasnya terlepas,” jawab Indira yang masih duduk dengan tubuh gemetar.Narti tampak lega dan segera mengambil sapu untuk membersihkan pecahan yang tersebar di bawah.“Bawa dalam doa, Mbak Indi. Semoga aja semua berjalan dengan baik,” saran Narti yang langsung memikirkan Alden.“I-iya, Mbak. Makasih,” sahut Indira lemah. Ia segera masuk kamar dan melihat laptopnya yang terbuka dan masih menunjukkan email yang ia kirim untuk Alden. Dengan wajah berdebar, ia melangkah mendekat. Matanya kembali membaca setiap kalimat yang ia tuliskan. Indira merasa setiap kata-kata yang ia tujukan pada Alden
Sejak kejadian gelasnya pecah, Indira terus menerus dirundung keresahan. Berkali-kali ia melukai jarinya ketika menjahit. Dengan perasaan kalut, Indira memutuskan untuk tidak menjamah jahitan hingga merasa tenang kembali.Narti ingin mengatakan kekhawatirannya selama ini, akan tetapi tidak sampai bibirnya mengucap. Wanita itu khawatir jika akan membuat luka pada Indira. Narti juga melihat, jika Indira terlihat tidak tenang dan selalu was-was tanpa sebab.Dengan saling menjaga dan menyimpan, Indira dan Narti tidak pernah mengungkapkan hal yang menjadi ganjalan hati masing-masing.***Shana yang baru saja berbahagia karena dikarunia seorang putri yang sangat cantik, menutup pintu pelan-pelan. Bayinya baru tertidur. Ia mencari Keenan yang tadi ia lihat sedang mencuci mobil di garasi samping. Setelah melonggokkan kepala ke belakang mobil, Shana terhenyak. Keenan sedang berdiri dengan mata berkaca-kaca.“Keen? Kamu kenapa?” tanya Shana denga
Ada jutaan kata yang sudah terancang dalam pikiran Niara saat nanti Alden terbangun dan kembali sadar. Seluruh ungkapan hatinya ia rangkum dalam buku diari yang ditulis dengan rapi selama menunggu Alden di rumah sakit.Untaian doa yang tidak terputus selalu ia lantunkan, baik dalam diam mau pun dengan suara lirih di samping Alden yang sedang berbaring. Niara berharap Alden mendengar dan mengikuti suaranya untuk kembali. Mungkin saat ini jiwanya sedang tersesat dan tidak tahu cara untuk menemukan jalan menuju raganya.Setulus hati, Niara dan Rudi bergantian tidak berhenti menjaga dan merawat Alden tanpa lelah. Ada di malam-malam saat Alden menunjukkan pergerakan samar pada tangan juga kakinya. Niara makin gembira dan optimis. Alden akan membaik dan segera kembali pada mereka.Setiap sore, fisioterapi datang ke kamar dan melatih otot Alden untuk menjaga supaya tubuhnya tetap bugar. Niara memperhatikan dengan baik bagaimana tenaga professional tersebut menggerakkan
Setiap saat kita bisa kehilangan segalanya. Entah itu sahabat, kawan, anggota keluarga, ataupun harta benda yang kita kumpulkan selama bertahun-tahun.Menaklukkan hidup yang begitu tidak terprediksi adalah sesuatu yang masih menjadi misteri bagi setiap insan manusia. Terkadang bagi beberapa orang, hidup mereka terlihat sangat mudah. Sukses pada usia muda dan setiap jalan mereka selalu mulus. Hidup orang tersebut tampak menyenangkan juga membuat iri.Bagaimana menaklukkan tantangan hidup itu? Apa rahasia mereka? Kerja keraskah? Memiliki orang tua kayakah? Atau factor keberuntungan?Bagi Keenan, kehilangan Alden sangat menyakitkan. Keterangan dari Abby tidak membantunya untuk mengetahui keberadaan Alden saat ini. Apakah dia harus menyerah?Sementara itu, Indira sendiri memilih untuk mundur dan melupakan semua firasat buruk yang ia rasakan. Melupakan Alden adalah jalan terbaik untuk tidak lagi berhubungan dengannya.“Bagaimana kalau selama ini M
Mengingat semua hal yang sedang terjadi saat ini pada Alden, Niara memilih untuk memindahkan perawatan di kediaman mereka. Setelah mendapatkan persetujuan dari dokter, Niara dan Rudi membawa Alden pulang.Pria itu duduk di kursi roda dengan pandangan bingung.Semua tampak akrab sekaligus asing baginya. Niara menuntun Alden mengelilingi apartemen sembari menjelaskan dengan sabar. Rudi membereskan belanjaan serta baju yang sempat mereka bawa ke rumah sakit.Pria yang selama ini setia pada Alden, memutuskan merayakan dengan memasak sendiri. Tidak lama, Rudi sibuk di dapur dengan rancangan menu yang terbentuk sempurna di kepalanya.Niara mengajak Alden duduk di balkoni dan membuka pintu geser kaca leba-lebar. Alden meringis sejenak ketika udara yang berhembus terasa dingin. Lukanya terasa ngilu. Niara menyelimuti dirinya dengan selimut tebal dan merapatkan jaket yang Alden kenakan.“Aku udah boleh jalan dan beraktivitas ringan, ‘kan?”
Bertahan dalam kondisi yang tidak menyenangkan memang cukup melelahkan. Apalagi ketika ada pilihan untuk berada dalam situasi yang lebih baik. Vero mencoba menahan diri untuk terus memperpanjang kesabarannya atas perlakuan Widari yang menyakitkan.Belum lagi ucapan mertuanya yang sangat menyedihkan dan merendahkan. Vero menerima perlakuan yang tidak menyenangkan dan itu meruntuhkan mental juga emosinya.Namun apa daya? Vero bukan wanita yang sanggup membalas dan memilih mengalah juga diam. Seto yang melihat semuanya menjadi prihatin. Ternyata semua harta dan kebahagiaan yang ia berikan pada istri tercinta tidak cukup. Surga yang harusnya diberikan pada sang ibu, dari restu dan kasih sayangnya tidak juga terjadi.Alih-alih surga, neraka yang diberikan.“Kapan bisa mengatur semua perawatan ini hanya dilakukan oleh suster, Ver? Aku nggak tega liat perlakuan ibu lagi ke kamu,” keluh Seto. Suaranya seperti tercekik.Vero yang baru selesai me