“Papa kamu syok Ga,” bisik Natasya karena merasa senantiasa tatapan papa Gaza mengikuti setiap gerak tubuhnya.Setelah Gaza memperkenalkan Natasya pada papanya, Natasya dapat melihat sorot ingin tahu yang mendalam dari mata tua tersebut. Bahkan Natasya mendengar dengan jelas papa Gaza meminta sang putra untuk berbicara usai acara.Gaza mencari meja paling jauh dari perhelatan di atas panggung megah sana. Ia bahkan tidak menjawab sapaan keluarga mantan calon istrinya, melalui mereka begitu saja hingga menyisakan bisik-bisik sumbang di sekitarnya. Persetan dengan mereka semua, Gaza hadir semata untuk ayahnya. Ketika MC memanggilkan ke panggung untuk foto keluarga, dengan lantang Gaza menjawab tidak mau. Mengabaikan wajah merah sang papa dan kembarannya.“Sudah tinggalkan makanannya, kita pulang sekarang. Aku belikan satu truk nanti.” Gaza menggandeng telapak tangan cantik berkuku merah tersebut untuk bangun dan segera meninggalkan ruangan.Jika di situasi normal pasti Natasya akan
Gaza memijat keningnya yang semakin pening, ia hanya mengatakan jika Reyhan melakukan pelecehan pada kekasihnya. Menjadikan sang Papa menatapnya penuh rasa ingin tahu, Gaza sudah memiliki kekasih kembali ternyata.“Sudah sadar tapi belum diizinkan memberikan keterangan pada kepolisian. Orang tua Reyhan menginginkan penjelasan dan kejadian lengkapnya. Mereka bilang jika memang benar seperti perkataan kamu kalau anaknya melecehkan pacar kamu. Maka mereka tidak akan melanjutkan laporan mereka. Papa tanya sekali lagi, pelecehan yang bagaimana sampai kamu mau membunuhnya Gaza?” Papa menghempaskan punggung ke sofa rumahnya setelah menggiring si bungsu ke rumah yang sudah lama tidak di datangi.“Dia menyentuh Diwang dan memberikan pelecehan verbal juga Pak, lancang sekali membuntuti Diwang sampai kamar mandi khusus wanita. Apa aku harus diam saja?” Gaza melepas dua kancing setelah melepas jas dan dasi yang terasa mencekik lehernya.“Reyhan tahu kalau dia pacar kamu?” Papa bertanya dengan
Gaza menemui Reyhan yang kabarnya sudah sadar diri, di bawah pengawasan ke dua orang tua Reyhan yang menatapnya penuh amarah.“Bisa tolong tinggalkan kami Ma, Pa?” pinta Reyhan pelan.“Tidak apa-apa tidak perlu keluar dari sini Om, Tante. Saya hanya akan mengatakan satu hal sama Reyhan. Silakan dilanjutkan proses laporannya di kantor polisi, saya akan mengikuti semua penyelidikan, karena saya sudah melaporkan kembali tentang apa yang diperbuat kamu pada Diwang secara verbal dan non verbal. Atau saya perlu memberitahu Om dan Tante bagaimana kamu menggoda Diwang?” Gaza berkata dengan senyum kecil. “Kamu tidak bisa mengancam Reyhan seperti itu Gazalio? Terlepas dengan apa yang Reyhan perbuat salah, yang kamu lakukan juga sangat salah.” Papa Reyhan mengatakan dengan tegas.“Iya Om saya bertanggung jawab dengan itu, Om tidak ingin tahu mengapa Reyhan sampai sangat tidak sopan menyentuh wanita yang jelas-jelas bersama saya? Karena Reyhan biasa mengunjungi .... “Reyhan memotong panik.
“Mau apa menemui kamu?” Gaza menghentikan langkah dan menarik telapak tangan Diwang di genggaman.“Nanti dulu jangan emosi, kita masuk dulu. Aku benar-benar digigiti nyamuk.” Natasya menarik kuat tangan Gaza untuk segera masuk ke dalam Vila.Mamang penjaga Vila Gaza sudah menyiapkan minuman dan camilan untuk keduanya, dan menanyakan apakah mau dibuatkan makanan oleh istrinya atau bagaimana. Gaza sendiri mengatakan beli saja supaya tidak merepotkan istri si Mamang karena sudah gelap harus mereka repotkan.“Aku mau pinjam selimut Ga,” pinta Natasya saat keduanya sudah duduk di sofa ruang tengah.“Kamu itu repot sekali mau cerita, ambil sendiri sana di kamar.” Gaza mengangkat kaki ke sofa dan merebahkan punggung di sana, kedatangan Natasya membuatnya sangat terhibur dari kepala yang terus berputar-putar mengenai keonaran yang ia buat dua hari lalu.Natasya kembali dengan membawa selimut dan dua bantal, ia juga capai mengemudi lama selama perjalanan. Memutuskan bercerita dengan posi
Natasya menelisik raut wajah damai Gaza saat terlelap, mereka akhirnya menginap dengan Gaza yang meminjamkan pakaiannya untuk ganti dirinya. Wajah itu wajah yang tidak banyak berubah dari masa remaja, hanya jauh lebih dewasa.“Aku tidak tahu kamu bodoh atau terlalu baik. Sudahlah bodoh saja aku sebutnya. Gaza ... Gaza.” Natasya berkata pelan dengan jari telunjuk menyusuri garis alis tebal sang laki-laki.“Tidur Diwang ... kamu tahu akibatnya kalau terus bicara sendiri saat aku merem.” Gaza bergumam pelan namun masih terdengar jelas oleh Natasya yang tidak kaget lagi saat Gaza memergokinya bicara sendirian ketika Gaza tertidur.“Aku sebetulnya kurang cocok sama dataran tinggi dan cuaca dingin Ga, jadi besok mari balik Jakarta. Pekerjaan kamu kata Olan banyak tahu.” Natasya menarik selimut lebih tinggi.“Enggak suka dingin kok punya mimpi tinggal di kutub utara, baru kena uap dinginnya sudah beku.” Dengan mata terpejam Gaza menarik tubuh Natasya ke pelukan.Mendengar hal tersebut
“Bajingan! Sialan!” Gaza terus memaki dengan tangan tidak berhenti mendaratkan pukulan pada laki-laki yang mengerang kesakitan dan memohon ampunan akan tetapi tidak di indahkan oleh Gaza yang sudah lepas kontrol.“Gaza!” jerit Natasya dari atas ranjang dengan selimut putih yang terdapat bercak darah.“Aku bersumpah akan membunuh kamu brengsek!” Gaza tidak mengindahkan seruan Natasya.“Gaza! aku mohon sudah! Kamu bisa jadi pembunuh. Tolong lepaskan aku dulu.” Natasya menjerit kencang sekali karena Gaza masih kesetanan memukuli tamu Natasya.Gaza bagai tersiram air dingin mendengar kata lepaskan aku, seketika kepalanya berputar ke belakang untuk melihat Natasya. Ternyata yang ia lihat tadi hanya sekilas punggung terbuka sang wanita, tidak melihat kedua kaki dan tangannya terikat dengan tali.“Biadap!” Pukulan pamungkas Gaza layangkan pada laki-laki yang sudah babak belur hingga jatuh pingsan.Secepat kilat Gaza melepaskan empat ikatan di sana, memaksa matanya agar tidak melihat p
“Ini hasil Visum untuk bukti, jerat dengan hukuman mati kalau bisa.” Gaza berkata pelan pada Olan dengan melirik sekali Natasya yang terlelap di atas bangkar.“Tersangkanya kritis Ga,” bisik Olan.“Buat mati kalau bisa, dia hampir membunuh Diwang asal kamu tahu.” Gaza mengeratkan rahang saat ingat bagaimana keadaan Natasya saat ia menemukannya, bukan manusia laki-laki itu memperlakukan seorang manusia dengan mengikat tangan dan kaki Natasya agar tidak melawan.“Jangan gegabah ok, elu jaga Natasya saja. Yang ini biar gua urus, gua akan jadikan dia menerima balasan paling berat. Gila Ga, elu enggak menangis pas lihat Natasya pertama kali? kok elu bisa langsung tahu dia dalam bahaya hanya dari sebuah pesan nomor kamar hotel.” Olan ikut menatap Natasya yang tidur miring dengan tertutup selimut.“Feeling Lan, kalau gua nangis bagaimana gua bisa bawa Diwang kemari dengan pendarahan hebat. Tolong ya Bro, buat di brengsek itu merasakan neraka.” Gaza menatap nanar wajah pucat Natasya.Ol
Natasya memejamkan mata menahan perih saat Dokter mengecek luka punggungnya dengan mengganti perban luka jahitnya. Ia tidak memberitahukan siapapn mengenai keadaannya. Ia hanya sekali menerima panggilan Mami yang panik menanyakan kabarnya dan ingin melihat keadaannya. Namun Natasya menolak dengan dalih sedang menenangkan diri, ia tahu persis jika Mami akan berkata dengan banyak bualan untuk membujuknya mencabut laporan karena pasti rumah Mami Grace akan terbawa.“Sudah lebih baik Bu, mulai kering sedikit-sedikit. Luka jahitnya juga bagus. Sementara bersabar dulu ya Bu, pasti sangat susah tidurnya.” Dokter menarik selimut kembali untuk menutupi punggung terbuka Natasya setelah memeriksanya.“Terima kasih Dok,” jawab Natasya pelan.Dokter mengangguk menatap wajah datar Natasya sebelum kembali bersuara.“Ibu Diwangkari apa merasa lebih baik?” tanya Dokter hati-hati.Natasya memandang sesaat wajah Dokter yang menanganinya sedari awal. Mengangguk kecil tanpa bersuara.“Ibu ... mau s