Yes! Akhirnya bisa update juga! Gemes nggak sih liat kelakuan Ela di depan Dipta? Kok kayanya udah mulai manja-manja ga jelas gitu ya biar menarik perhatian Mas Dipta? Atau si Ela ini lagi stres putus cinta dan berantem sama keluarganya akhirnya yang kena batunya ya Mas DIpta. Iya nggak sih? Hehehe Anyway, besok pemilu ya, jangan lupa pergunakan hak suara kalian dengan bijak, ya. Salam sayang, Jemma
Ela menatap sebuah kantor minimalis modern tiga lantai yang didapuk sebagai kantor agensi keamanan tempat Dipta bernaung. Noble Safeguard Partners. Begitu sebuah signage elegan yang terpampang di dinding depan sebelum mereka berdua masuk ke dalam dan disambut oleh resepsionis yang begitu akrab dengan Dipta.“Tunggu di sini sebentar ya, aku perlu urus beberapa hal administratif sebelum kita bertemu Mas Sultan, atasanku.” Dipta meremas lengan Ela sejenak sebelum meninggalkan Ela di ruang tunggu tamu. Mungkin sekitar lima belas menit kemudian Dipta datang bersama seorang pria yang Ela taksir berumur sekitar empat puluh tahun yang berjalan penuh kharisma. Sepertinya pria itu adalah atasan Dipta, the famous Sultan Soewarno. Kini Ela mengerti kenapa Dipta memberikan peringatan agar tidak dekat-dekat dengan atasannya yang bernama Sultan Soewarno. Sultan adalah pengejawantahan pria matang, tampan, mapan, menawan, dan berkharisma. Itu adalah kesan yang Ela dapatkan saat dia menjabat tanga
Trigger warning : Revenge Porn, Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) Harap membaca dengan penuh kebijaksanaan dan pertimbangan pribadi Anda dengan baik. DIPTA “Gue dapat kabar dari anak-anak kalau hotel tetap bersikeras untuk meminta surat dari kepolisian untuk membuka CCTV.” Mas Sultan tiba-tiba masuk ke dalam ruangan tempat Ela dan Dipta duduk tanpa mengetuk terlebih dahulu. Ponsel Mas Sultan baru saja dimatikan dan dia kembali menaruh benda kecil itu ke dalam saku celananya sebelum duduk di hadapan Ela dan menatap lekat gadis itu, sebelum akhirnya memindahkan pandangannya kepada Dipta. “Jadi untuk CCTV masih kita usahakan cari cara legal, jika nggak bisa… kita akan putar otak cari cara lainnya,” ujar Mas Sultan menambahkan. Dipta tahu implikasi dari ucapan atasannya tersebut. Ada jalur ilegal untuk menggali informasi lainnya. Sebuah cara yang timnya jarang gunakan, namun dalam keadaan ekstrim Mas Sultan mengizinkannya demi tercapainya tujuan atau misi mereka di pekerjaa
“Orang dalam?” tanya Ela di tengah perbincangannya dengan Mas Sultan. Wajah Ela masih setengah tenggelam di dalam ceruk leher Dipta, namun gadis itu menoleh ke arah Mas Sultan untuk berbincang lebih serius lagi. Pipi dan hidungnya memerah karena Ela menangis tanpa suara tadi, dan Dipta memeluknya agar gadis itu tak malu terlihat rapuh di tengah-tengah mereka. “Ring a bell, sweetheart?” Suara Sultan melembut. Entah tatapan apa yang ditujukan Mas Sultan kepada Ela, tapi ada rasa tak nyaman yang mulai menggelitik isi hati Dipta dalam diam ketika menyaksikan Mas Sultan bersikap lembut kepada Ela. “Mas Sultan, stop calling her sweetheart. She’s not your sweetheart!” tukasnya tajam. Mas Sultan menaikkan sebelah alisnya tatkala mendengarnya protes demikian. “Ah shoot, sorry, kebiasaan. Saya harap kamu nggak tersinggung, Elaina.” Meskipun demikian, Mas Sultan akhirnya meminta maaf sambil meringis ke arah Ela, berharap tak ada masalah dari kebiasaan playboy Mas Sultan yang tak sengaja te
ELA“Kamu yakin nggak mau tinggal semalam lagi di tempat saya? Daripada ke hotel seperti ini, jujur saya nggak nyaman melepasmu seperti ini.” Dipta menoleh ke arahnya sekilas sebelum kembali fokus mengendarai mobilnya. “Daripada jadi omongan tetanggamu, Mas. Maksudku, aku rasa hatiku sudah cukup babak belur sejak sesi interview dengan atasanmu sejak siang. Rasanya nggak sanggup lagi kalau mendengar selentingan miring tentangku dari orang-orang asing yang begitu kepo dengan kehidupanku,” ucapnya lelah. Jika diingat-ingat bagaimana menguras emosinya percakapannya tadi dengan Mas Sultan tentang malam itu, Ela jadi bergidik sendiri. Untung saja sudah selesai dan dia tak perlu lagi mengingat-ingat malam sialan itu!“Kamu mau check in di mana? Biar sama saya saja.” Pertanyaan Dipta sontak membuat Ela berjengit kaget dan sontak membuat jantungnya berpacu cepat. “Hah?” Ela mengerjapkan matanya dengan cepat. Tidur bareng lagi, begitu?“Saya di kamar lain, maksudnya.” Dipta buru-buru menamb
Mereka berdua berdiri di depan kamar mereka masing-masing, masih dilingkupi kerikuhan–karena jika Ela plus Dipta, ditambah dengan hotel merupakan resep bahaya yang cukup membuat dadanya kembali berdebar karena mengingat malam panas saat Ela dan Dipta menggila dalam pengaruh kabut gairah yang tak terbendung. “Rasanya lebih baik saya cek tempat kamu dulu, untuk berjaga-jaga,” ujar Dipta di sampingnya dengan nada yang lebih yakin dan percaya diri. Tapi tahu apa dia soal prosedur keamanan. Jadi dia membiarkan Dipta melakukan apa yang pria itu ingin lakukan. “Ini bukan kejadian beberapa hari lalu, Mas. Masa sih ada orang yang bisa sampai segitu hebatnya melacak kita sampai ke hotel… uh, apa namanya tadi?” Ela mengernyit ragu dengan usul Dipta. “Princess, stop with your patronizing attitude. Ini jaringan hotel yang cukup dikenal, kok. Jangan pikirin hotel bintang lima semacam Royal Ruby Hotel saja kalau bicara soal hotel.” Keraguan Ela justru dibalas dengan kekehan pelan dari Dipta
“Berhenti memikirkan orang lain, Ela. Yang utama dan paling penting perlu kamu pikirkan adalah dirimu sendiri.” Lagi-lagi ucapan Dipta yang terkesan menggurui menyentil egonya yang sudah babak belur habis-habisan. Rasanya kini Ela semakin jengah dikuliahi layaknya anak sekolah yang bodoh dan bebal. Sekelebat potret masa lalunya yang ingin dia kubur dalam-dalam muncul ke permukaan. Bagaimana guru-guru yang memberikan remark dan sindiran-sindiran halus betapa beruntung dan mudahnya hidup sebagai putri pejabat negara yang bebas melakukan apa saja meskipun kapasitas otaknya pas-pasan. “Iya, sih…” Ela bergumam pelan. Kini mood-nya jadi terjun bebas memikirkan masalah sewa apartemennya. Padahal ini masalah mudah, entah mengapa dia menyabotase dirinya dan membuat hal ini menjadi sulit? “Apa perlu saya yang bicara dengan Ratri? Dengan senang hati saya akan membantumu,” tawar Dipta penuh perhatian. “Nggak deh, sekarang aku malah ngerepotin kamu, Mas.” Ela sontak menolak tawaran Mas D
DIPTADipta mengetuk pintu kamar Ela beberapa kali sebelum akhirnya Ela membuka pintunya pagi ini. Jujur saja, semalam Dipta tak dapat tidur nyenyak memikirkan pertengkaran yang terjadi antara dirinya dan Ela tentang masalah apartemen. Sebenarnya itu bukan masalah apartemen. Perkara Ela ingin tinggal di mana hanyalah pemantik, karena ternyata bensinnya ada pada cara mereka berkomunikasi dan juga menanggapi ujaran masing-masing yang begitu berbeda. Setelah dipikirkan semalaman, Dipta sampai pada kesimpulan jika mereka berdua memang seperti dua kutub magnet yang berbeda. Mulai dari bagaimana mereka dibesarkan, pandangan hidup, peristiwa-peristiwa lalu yang bergulir dan membentuk pribadi mereka masing-masing. Tapi satu hal, Dipta kemarin salah karena dia terlalu tendensius kepada Ela, meskipun niatnya baik karena dia ingin yang terbaik untuk Elaina. Gadis itu berdiri sambil memegangi daun pintu dan memicingkan matanya tatkala melihat Dipta yang sudah rapi dengan rambut setengah basah
Benar sesuai prediksi Ela. Ritual pagi Ela cukup panjang dan memakan waktu hingga satu jam. Dipta tak sadar waktu telah bergulir begitu lama karena dia begitu menikmati memperhatikan Ela secara lebih dekat dan personal. Intimasi yang tercipta bukan dari sentuhan fisik, namun dengan cara mengintip lebih dalam cuplikan kehidupan dan keseharian gadis itu. Mereka pun berbincang disela-sela kegiatan mengeringkan rambutnya, catok dan kegiatan make up Ela yang secara mengejutkan membuat Dipta merasa tenang. Mereka turun ke restoran hotel pukul sembilan pagi, untung saja makanan masih bersisa cukup banyak dan Dipta segera mengambil piring untuk mengisinya dengan beberapa menu prasmanan sebelum mengambil infused water dan membawanya ke meja yang telah ditempati Ela nan cantik paripurna tanpa cela. Hampir semua pengunjung menoleh dua kali ketika melihat Ela, beberapa tersenyum sontak ketika melihat Ela, beberapa sisanya seperti tersihir oleh pesona Ela. “Serius kamu nggak mau ambil sesua