Melihat sang putri mendadak muncul entah dari mana, Papa dan Mama Jolie tampak sangat terkejut. "Jolie?!" Mereka langsung berdiri dan menghadap Jolie dengan wajah canggung.
Sementara itu, Jolie mengepalkan tangan dan menatap Filbert. “Apa maksud Kakak dengan pernikahan?” Dia melirik kedua orang tuanya. “Apa yang sebenarnya kalian bicarakan!?”
Papa Jolie menarik napas panjang dan menatap gadis itu lurus. “Kami membicarakan pernikahanmu dengan Revan.”
“Hah?” Jantung Jolie seperti ingin melompat keluar dari dadanya. Apa orang tuanya sungguh sudah tahu?!
“Nenek Revan baru saja meninggal, Jolie.”
Jolie menautkan alis. “Apa?” Dia merasa sedikit bingung dan terkejut di waktu yang bersamaan. “Nenek Julia ... meninggal?”
Papa Jolie menganggukkan kepala. “Minggu lalu,” jawabnya singkat.
Nenek Julia adalah nenek Revan, wanita yang sering mengurus Jolie saat dia masih kecil. Beliau adalah teman dekat kakek dan nenek Jolie, juga alasan hubungan keluarga Jolie dan Revan bisa sedekat itu dulu.
“Aku turut berduka,” ucap Jolie serius. “Akan tetapi, aku masih tidak mengerti apa hubungannya ini dengan pembicaraan pernikahan tadi,” imbuhnya dengan alis menekuk tajam.
Papa Jolie menghampiri sang putri. “Nenek Julia meninggalkan sebuah wasiat sebelum dia meninggal,” jelas pria itu. “Dan di dalamnya, ada janji dengan kakekmu yang ingin dia penuhi.”
Jolie terdiam, perasaannya tidak enak.
"Mereka ingin kamu dan Revan menikah. Dan hal itu harus dilakukan paling lambat dua bulan dari sekarang.”
Sekali lagi, mata Jolie membulat besar. “Apa!? Omong kosong macam apa ini?!”
"Jolie!" Mama Jolie menegur. Bukan hanya karena sikap sang putri kepada ayahnya itu tidak sopan, tapi juga karena tidak enak Revan masih berada di sana.
Namun, emosi Jolie sudah membumbung tinggi.
Pernikahan bukanlah permainan, melainkan satu kali seumur hidup! Oleh karena itu, atas dasar apa orang lain malah mengaturkan hal ini untuknya seakan Jolie tidak memiliki pilihan!?
“Dengar dulu, Jolie,” tegas Papa. “Papa dan Mama ingin membantu Revan mewujudkan harapan terakhir neneknya. Revan dan Jolie menikah, itu syarat utama dari neneknya supaya Revan bisa mewarisi perusahaan keluarga.”
Tangan Jolie mengepal. Dia tidak percaya dengan apa yang sedang dia dengar.
Demi mewarisi perusahaan keluarganya, Revan harus menikah dengan Jolie? Syarat macam apa, itu?!
Dan lagi, warisan keluarga adalah urusan Revan, kenapa jadi Jolie yang harus dilibatkan!?
“Papa! Tidakkah Papa merasa pembicaraan ini terdengar konyol?!” sergah Jolie.
“Apanya yang konyol?” Kali ini, Filbert yang menimpali, “Bukannya kamu sendiri yang bilang ingin menikah muda begitu lulus kuliah? Kamu juga pernah bilang ingin punya suami seperti Revan, kan? Sekarang akan kejadian, kenapa malah menolak?”
Celetukan Filbert membuat Jolie melotot galak. “Kakak jangan mengungkit masa lalu! Ucapan anak kecil Kakak percaya?!” balasnya ketus. Dia beralih menatap kedua orang tuanya. “Intinya, Jolie nggak setuju dengan pernikahan ini!”
Balasan Jolie membuat sang ayah memasang wajah curiga. Baru kali ini sang putri berani secara keras menentang perintahnya, untuk menolak pernikahan yang sebenarnya dari dulu dia inginkan pula.
Apa ... jangan-jangan ada sesuatu yang terjadi?
Belum sempat ayah Jolie mengatakan apa pun, tiba-tiba sebuah suara terdengar memanggil, “Om Richard.”
Jolie dan ayahnya pun menoleh ke kiri. Ternyata, Revan sudah berada di dekat mereka.
“Boleh saya bicara dengan Jolie sebentar?” ucap Revan kepada ayah Jolie, membuat pria tersebut menganggukkan kepala.
“Silakan, Revan.”
Mendengar persetujuan itu, Revan pun langsung menarik tangan Jolie, membuat gadis itu kaget.
“Lepas!” Jolie meronta, tapi sia-sia. Revan mengenggam tangannya kuat dan menyeretnya masuk ke dalam kamar tamu tempat Jolie tertidur tadi.
Saat pintu tertutup, Revan pun melepaskan Jolie. Gadis itu sendiri langsung menjauh dan bersikap waspada terhadap Revan.
“Ngapain Kak Revan bawa Jolie kemari!?” bentak Jolie. “Kita nggak ada hal yang perlu dibicarain sama sekali!”
“Terima pernikahan ini.”
Jolie mematung. “Hah?” Wajahnya tampak bertanya-tanya.
Revan menatap Jolie lurus, tampak dingin dan seperti sedang memberikan perintah. “Aku bilang, kamu harus menerima pernikahan ini.”
Mata Jolie mendelik. Emosinya semakin terpancing. “Atas dasar apa!?” sergah gadis itu. “Kak Revan nggak suka ‘kan sama Jolie? Jadi, untuk apa memaksa Jolie menerima perjodohan konyol ini!?”
Aura dingin dan gelap menguar semakin kuat dari tubuh Revan. “Kalau aku bilang aku menyukaimu, apa kau akan menyetujui pernikahan ini?”
Jolie terbelalak. Dia tidak percaya dengan apa yang sedang dia dengar sekarang.
Apa Revan sungguh bertanya apakah Jolie akan menyetujui pernikahan ini bila pria itu berkata dia menyukainya!?
Memang, dulu Jolie sangat menyukai Revan yang tampak seperti ksatria berkuda putih bagi seorang bocah SD lugu. Akan tetapi, perasaan itu sudah sirna ketika Jolie tahu Revan sudah memiliki pacar!
Sial! Pria itu bahkan pergi dengan pacarnya itu untuk kuliah di luar negeri tanpa sedikit pun pamit kepada Jolie.
Sekarang, Revan ingin menipunya dengan kata ‘suka’ agar Jolie menikahi dirinya? Jolie akan lebih percaya kalau pria itu ingin menikahinya demi harta warisan neneknya!
“Tidak,” ucap Jolie pada akhirnya. “Simpan saja pengakuan kosong Kakak. Yang jelas, aku tidak akan menerima perjodohan ini!”
Tahu betapa keras kepalanya seorang Revan Lazuardi Ararya, Jolie pun menjatuhkan senjata terakhir yang dia miliki.
“Lagi pula, aku sudah punya pacar.”
Hening. Selain suara jarum jam, tidak ada suara lain yang terdengar.
Namun, Jolie bisa merasakan suhu ruangan berubah menjadi sangat dingin ketika Revan mengambil satu langkah mendekat ke arahnya.
“Pacar?” Pria itu mengulangi ucapan Jolie. Suaranya dalam dan parau, terdengar jelas amarahnya.
Mengepalkan tangan untuk mengumpulkan keberanian, Jolie berseru, “Ya!”
BRAK!
Revan memukul tembok di belakang Jolie, membuat gadis itu tersentak melihat dua tangan pria tersebut sekarang menguncinya, memojokkan tubuhnya ke dinding.
“Putuskan.”
“Apa?” Jolie terkejut mendengar titah Revan.
“Putuskan pacarmu itu,” jelas Revan dengan aura mendominasi. “Atau kau lebih bersedia mengaku padanya bahwa kita sudah tidur bersama?”
Seketika, mata Jolie membesar. Pria ini … bilang apa?!
APA?! Σ(°△°ꪱꪱꪱ) Σ(°△°ꪱꪱꪱ) Σ(°△°ꪱꪱꪱ) Terima kasih untuk pembaca yang sudah baca sejauh ini. Jangan lupa untuk terus dukung author dengan top up koin dan lanjut baca karya ini yaa! Seseorang: Kenapa harus beli koin sih!? Kan udah pake kuotaaa! Heiii! Kuota itu yang untung provider internet seluler! Untuk penyedia buku seperti penulis dan platform gak ada terima untunggg okeeeh?! (╥﹏╥) Jadi, tolong dukungannya dengan top up koinn~~ (˵ •̀ ᴗ - ˵ ) ✧ Lop u guys!
Jolie Althea Manara. Revan sudah mengenal gadis itu sejak dia lahir. Jolie adalah adik perempuan sahabatnya, Filbert, pemuda yang menjadi teman baik Revan berkat kedekatan keluarga mereka.Di mata Revan, Jolie adalah bocah kecil periang berseragam SD yang gemar mengikutinya ke mana-mana. Sebagai anak tunggal sekaligus calon pewaris keluarga Ararya, Revan menganggap Jolie sebagai adiknya sendiri. “Aku paling suka dengan Kak Revan! Kak Revan ganteng, baik juga. Nggak seperti Kak Bert, bweeh!” Itu adalah ucapan yang paling sering Revan dengar terlontar dari mulut Jolie setiap kali mereka bertemu.Diam-diam, Revan sangat bangga karena Jolie lebih menyukai dirinya daripada Filbert, kakak Jolie sendiri. Hal itu membuatnya terdorong untuk bahkan bertanya, “Filbert, bagaimana kalau Jolie jadi adikku saja? Kau dan Jolie ‘kan selalu saja bertengkar.” “Tidak boleh!” tolak Filbert mentah-mentah. “Jolie dari lahir adalah adikku! Jadi dia adikku seorang! Enak saja asal mengambil adik orang!” Kem
Malam itu, Revan kehilangan kendali diri. Ciuman panas mereka terus berlanjut hingga ke hal-hal yang hanya Revan tahu.Rayuan gadis itu telah membangkitkan sisi tersembunyi yang tak pernah Revan sadari.Neneknya benar.Pada akhirnya, Revan ‘memang’ menginginkan Jolie. Dan untungnya, Jolie juga masih menginginkannya.Oleh karena itu, saat keesokan harinya dia mendapati Jolie telah kabur dari hotel. Revan merasakan kekecewaan mendalam.Hanya saja, hal itu tak menghentikan tekad Revan yang sudah bulat. Dia akan bertanggung jawab atas Jolie seperti yang juga diwasiatkan neneknya.Alhasil, setelah mempersiapkan semuanya, Revan langsung mengontak Richard Manara—ayah Jolie—guna menyampaikan permintaan sang nenek. Untungnya, pria itu menanggapi positif niat Revan dan bahkan mengundangnya datang di hari pesta ulang tahun Filbert untuk membicarakan masalah tersebut.Tapi, apa tanggapan gadis itu?“Yang jelas, aku tidak akan menerima perjodohan ini!” tegas Jolie.Revan membeku. Apa ini? Revan ti
Pagutan Revan pada bibirnya membuat Jolie sempat terbuai. Darahnya berdesir ... dan ingatannya langsung terlempar ke malam yang ditakdirkan itu.Sentuhan, desahan, dan gairah. Semua itu kembali memuncak dalam diri Jolie.Namun, saat teringat mengenai pembicaraan soal wasiat, juga ancaman Revan padanya, Jolie langsung tersadar.Pria ini adalah pria yang dia benci!Sekuat tenaga, Jolie mendorong Revan menjauh, dan—PLAK!Gema suara tamparan terdengar di ruangan itu.Dengan mata berkaca-kaca, Jolie menatap Revan dengan penuh kekecewaan. “Kak Revan sungguh keterlaluan!”Revan yang sempat membeku karena tamparan Jolie, langsung mengembalikan pandangan untuk menatap gadis tersebut.“Ya,” jawab pria itu dengan wajah datar dan dingin. Matanya memandang Jolie lurus, seakan ingin menelannya hidup-hidup. “Aku memang selalu berlebihan selama itu menyangkut dirimu.”Revan mendaratkan tangannya di tembok, lalu membungkukkan tubuh guna menyejajarkan pandangan dengan Jolie.“Akan tetapi ... apa yang b
Mendengar tuduhan kakaknya, Jolie memasang wajah tak percaya. “Kakak!”Mendengar suara sang adik, Filbert pun berpaling pada Jolie. “Kamu juga, Jolie! Kamu itu masih dalam pengawasan di rumah ini, belum menikah! Jadi, jangan menggoda Revan dan merusak kesuciannya!”Mulut Jolie terbuka lebar. Filbert ini bicara sembarangan apa, sih?!Kenapa kakaknya itu malah menuduhnya merusak kesucian Revan!? Apa selain otot, otak kakaknya itu tidak bisa berfungsi!?Jelas-jelas yang dirusak kesuciannya adalah Jolie, bukan sebaliknya!“Kenapa kalian jadi ribut-ribut, sih?”Orang tua Jolie yang tadi berada di ruang tamu langsung masuk saat mendengar suara kencang dari Jolie dan Filbert.Melirik Filbert yang tampak berdebat dengan Jolie, Hannah, sang mama, langsung menegur putra sulungnya, “Mama ‘kan cuma suruh kamu tanya apakah Jolie dan Revan sudah bicara, Bert. Kenapa kamu malah gangguin adikmu?” Di saat ini, Filbert memutar bola matanya. “Aduh, Ma. Kok jadi Filbert sih?” Dia langsung menjelaskan, “K
Pagi-pagi benar Revan menjemput Jolie di rumah. Filbert beserta kedua orang tua Jolie pun mengantarkan mereka sampai ke pintu utama kediaman keluarga Manara.“Ingat ya, Jolie. Kalian tidur kamar terpisah. Jangan aneh-aneh sama Revan dulu. Kamu dan Revan itu belum menikah,” Filbert melepas Jolie pergi diiringi segunung petuah. Sejak memergoki Jolie hampir berciuman dengan Revan, Filbert memang tak ada henti-hentinya menggoda sang adik.“Kakak! Apaan, sih?!” seru Jolie dengan wajah kesal, tapi kakaknya hanya tertawa.Di sisi lain, Jolie juga melemparkan tatapan sebal kepada Revan. Yang dilirik, seperti biasa, hanya memasang wajah datar.“Sudah, sudah,” ucap Hannah. Dia tersenyum pada sang putri. “Kamu di sana dengerin Revan, ya. Jangan aneh-aneh dan ngerepotin.”Jolie menjadi semakin merengut. Kenapa tidak ada satu pun orang yang lebih percaya padanya dibandingkan Revan?!Andai mereka tahu apa yang sudah dilakukan pria tersebut kepada Jolie, apa mereka masih akan mengatakan hal yang sam
Jantung Jolie berdebar keras mendengar ucapan Revan. Hatinya bertanya-tanya, kenapa pria ini peduli mengenai kenapa Jolie masih menyukainya atau tidak?Bukankah yang terpenting adalah mereka tetap menikah dan Revan bisa mendapatkan warisan dari neneknya?Pusing, Jolie langsung mendorong Revan menjauh. “Aku mengantuk,” ucapnya seraya memakai selimut yang disediakan. “Aku mau tidur dulu. Jangan ganggu aku.” Kemudian, dia pun menggulung diri bak ulat bulu agar jauh dari jangkauan Revan.Tanpa Jolie ketahui, Revan menatap dirinya dalam untuk beberapa saat. Pancaran mata dingin yang biasa menyelimutinya menghilang dan digantikan kelembutan tak terhingga. Hanya untuk sesaat, karena detik dia mengalihkan pandangan kepada tablet di depan mata, aura dingin itu kembali menyelimuti.Diam-diam membuka mata dan melirik Revan, Jolie menghela napas dalam hati. Dia menggigit bibirnya dan membenamkan wajah ke dalam selimut.‘Perjalanan ini akan panjang.’**Sesudah menghabiskan waktu puluhan jam di pes
Sekitar setengah jam kemudian, bel kamar Jolie berbunyi. Pintu terbuka, dan Jolie melihat Revan telah siap dengan setelan jas lengkap.Jolie menatap Revan dari ujung kepala sampai kaki. “Kenapa rapi banget? Memang mau ke mana?” tanya gadis itu dengan alis tertaut.“Restoran hotel ada dress code," jawab Revan. Dia pun memerhatikan penampilan Jolie dari atas ke bawah. “Kenapa tidak ganti baju?” tanya pria itu saat sadar baju yang Jolie kenakan masih sama.Jolie menggigit bibirnya dan menatap Revan gelisah. “Aku ... aku nggak bawa baju banyak, jadi pakai lagi yang ini,” jawabnya. Dia kembali bertanya, “Apa nggak bisa kita makan di restoran lain, Kak? Aku rasa ... bajuku kurang cocok.”Revan menautkan alis, merasa ada yang aneh. “Hotel jelas dirimu yang pilih. Semua karena ingin mencoba restoran di lantai bawah itu, ‘kan? Kenapa sekarang ingin ganti restoran?” tanyanya.“Eh ... itu ... aku nggak jadi ....”Melihat sikap Jolie yang gugup, Revan langsung melirik ke belakang Jolie. Mendapati
“Jolie ….”“Tidak ….”“Lihat aku ….”“Sudah kubilang ‘tidak’, berarti ‘tidak’! Kak Revan nggak ngerti bahasa manusia, ya!?” bentak Jolie dengan pipi mengembung, tampak marah.Sekarang, Revan dan Jolie sedang berada di area pemandian air panas hotel. Keduanya tampak sibuk menyantap makan malam selagi berendam, sebuah pelayanan yang disediakan oleh pihak hotel. Ya, itu benar. Inilah yang dimaksud Revan dengan ‘makan malam dengan cara lain’. Alih-alih makan di restoran bintang lima hotel, Revan memutuskan untuk membawa Jolie makan malam di area kolam panas yang sepi. Alasannya, karena hanya tempat itu yang cocok dengan pakaian yang Jolie miliki dalam koper!Sepanjang makan, Jolie memilih diam. Sengaja dia mengabaikan Revan. Melirik pun tidak. Alasan pertama, tentu saja karena dia sangat malu telah salah sangka pada pria itu. Alasan kedua … Jolie tak bisa fokus dengan sosok Revan yang tidak mengenakan pakaian!Revan yang sedari tadi berusaha menghibur gadis itu akhirnya berkata, “Kau sem