Pertanyaan itu membuat Jolie mematung selagi teman-teman Filbert bersiul. “Cieee! Langsung mingkem, berarti mau tuh!”
“Ditembak kayak gini, siapa yang nggak oleng coba?!” sahut teman-teman perempuan Filbert yang tampak memekik kegirangan sendiri, padahal bukan mereka yang sedang digoda.
Selagi teman-teman kakaknya tampak kesenangan dengan drama di depan mata, Jolie sendiri malah menggertakkan gigi dan mengepalkan tangannya.
Bukan apa-apa, walau hatinya berdetak kencang untuk pria di hadapannya ini, tapi Jolie sadar diri dan tahu jelas Revan hanya bercanda. Alhasil, kemarahan dan rasa kesal pun timbul di hati Jolie.
Dengan dingin, Jolie langsung berkata, “Karena ini pesta ulang tahun Kak Filbert, aku rasa membahas masalah ini tidak terlalu pantas.” Dia menepis tangan Filbert dan berkata ke arah teman-teman SMA lainnya sang kakak, “Aku yakin kakak-kakak punya banyak hal untuk dibicarakan, jadi aku permisi dulu untuk menjamu tamu lain.”
Usai mengatakan hal tersebut, tanpa menoleh sedikit pun ke arah Revan, Jolie langsung berbalik dan berjalan pergi meninggalkan tempat itu.
“Waduh, duh, duh. Makin besar, Jolie makin galak juga nih,” komentar salah satu teman pria Filbert.
Di sisi lain, seorang teman wanita Filbert yang merasa sedikit tidak enak bertanya, “Dia nggak ngambek ‘kan, Bert? Apa kami keterlaluan ya bercandanya?”
Melihat reaksi teman-temannya, Filbert langsung tertawa. “Nggaklah, begitu doang masa ngambek.”
Sebagai seorang kakak, Filbert tahu sifat adiknya. Pun Jolie marah, paling mentok yang membuatnya kesal adalah dirinya sendiri atau Revan, bukan teman-temannya yang lain.
Dengan santai, Filbert pun langsung menunjuk ke arah Jolie yang ganti berbicara dengan teman-teman bisnisnya. “Tuh, dia cuma langsung jamu tamu pesta yang lain aja,” tegasnya seraya langsung mengalihkan topik. “Udah, mending sekarang kalian ikut aku nyanyi di panggung, sini!”
Selagi Filbert menyeret sejumlah teman-temannya ke panggung, Revan yang sedang menggoyangkan gelas winenya masih tetap berdiri di tempat. Tatapannya terpaku kepada Jolie yang sedang tersenyum manis selagi berbincang dengan teman-teman bisnis Filbert.
Merasa ada yang memerhatikannya dengan tajam, Jolie yang sedang sibuk berbincang pun mengalihkan pandangan. Dia tersentak saat tatapannya bertemu dengan tatapan dingin Revan.
Seluruh tubuh Jolie menggigil karena tatapan Revan, dan secepat kilat dia pun membuang muka.
‘Apa maksud tatapan itu?’ batin Jolie dengan was-was, merasa sangat tidak nyaman. ‘Apa dia tersinggung dengan sikapku tadi?’
Walau merasa sedikit bersalah, tapi Jolie kembali ingat mengenai apa yang terjadi di antara dirinya dan Revan. Akhirnya, gadis itu pun mengeraskan hati dan mengabaikan pria tersebut.
Saat sudah cukup lama, barulah Jolie kembali memberanikan diri untuk menoleh ke arah Revan. Untungnya, Revan sudah tidak menatap ke arahnya akibat dipanggil oleh Filbert ke panggung.
Melihat itu, Jolie menghela napas lega. ‘Menakutkan saja ...’ batinnya.
Merasa dirinya bisa gila lama-lama di sana, Jolie pun memutuskan untuk pergi ke kamar tamu di lantai bawah.
Merebahkan tubuh di tempat tidur, Jolie menghela napas kasar sambil menutup mata dengan lengan. Bukan hanya fisiknya yang terasa lelah, tapi psikisnya juga.
“Kenapa Kak Revan harus datang ...?” gumam Jolie, terus dihantui keberadaan Revan di kediamannya itu.
Di saat itu, Jolie merasa sedikit aneh. Dia baru tersadar kalau Revan tampak tenang sepanjang pertemuan mereka dan masih menggodanya seperti dulu.
“Apa ... dia tidak ingat soal malam itu?"
Detik pertanyaan itu muncul di benaknya, dada Jolie terasa sesak dan dia merasa kesal. Apa beban ingatan malam itu hanya ada di pundaknya saja?
"Mungkinkah dia juga mabuk berat dan tidak ingat tidur dengan siapa?” tebak Jolie dengan alis tertaut. “Tidak heran aku ingat ada juga wangi wine menyengat dari tubuhnya," ucapnya setengah mendengus dengan senyuman pahit terlukis di bibir.
Benar juga, kalau bukan karena mabuk berat, mana mungkin Revan bersedia mengajaknya tidur bersama? Lagi pula, di mata Revan dirinya hanya anak kecil yang dari dulu suka mengintil!
‘Sudahlah, Jolie ...’ batin Jolie bersuara. ‘Bukankah ini yang kamu inginkan? Tidak ada yang ingat, tidak ada yang tahu, kecuali dirimu ....’
**
Saat dirinya bangun, Jolie langsung mendudukkan diri di atas tempat tidur.
Sial! Dia ketiduran sampai pesta sudah selesai!
"Habis sudah besok aku dimarahi Kak Filbert!" gumam Jolie seraya turun dari tempat tidur dan berjalan ke luar kamar, berusaha mengecek apakah masih ada yang bisa dia lakukan guna membantu sang kakak.
Namun, siapa yang menyangka dirinya malah memergoki empat orang yang terduduk di ruang tamu dengan wajah serius. Dua orang tuanya, lalu dua orang lagi Revan dan Filbert.
"Apa yang mereka bicarakan?" pikir Jolie dengan alis tertaut, berusaha mendekati tempat tersebut tanpa diketahui keberadaannya.
"Papa serius soal ini?" ucap mama Jolie dengan wajah khawatir. "Kita akan melangsungkannya dalam waktu dekat?”
Papa Jolie menghela napas menanggapi ucapan sang istri. “Tidak ada pilihan. Ini jalan terbaik. Bukan hanya untuk Revan, tapi Jolie juga.”
Kening Jolie berkerut semakin dalam. Kenapa dirinya disebut-sebut dalam pembicaraan ini?
'Tunggu.'
Jantung Jolie mencelos. Dia mengalihkan pandangan ke arah Filbert yang memasang wajah serius, juga Revan yang berwajah datar.
'Mungkinkah Kak Revan mengatakan apa yang terjadi di malam itu kepada Papa dan Mama?!'
Di saat ini, Filbert pun angkat bicara, "Kalau memang harus menikah, ya nikahkan saja. Selain itu, memangnya Jolie dan Revan ada pilihan lain?”
Sontak, mata Jolie membola. Dia langsung berlari ke ruang tengah sembari berseru, "Pernikahan apa yang kalian bicarakan!?"
Waduh? Apa iya dibongkar sama Revan!?
Melihat sang putri mendadak muncul entah dari mana, Papa dan Mama Jolie tampak sangat terkejut. "Jolie?!" Mereka langsung berdiri dan menghadap Jolie dengan wajah canggung.Sementara itu, Jolie mengepalkan tangan dan menatap Filbert. “Apa maksud Kakak dengan pernikahan?” Dia melirik kedua orang tuanya. “Apa yang sebenarnya kalian bicarakan!?”Papa Jolie menarik napas panjang dan menatap gadis itu lurus. “Kami membicarakan pernikahanmu dengan Revan.”“Hah?” Jantung Jolie seperti ingin melompat keluar dari dadanya. Apa orang tuanya sungguh sudah tahu?!“Nenek Revan baru saja meninggal, Jolie.”Jolie menautkan alis. “Apa?” Dia merasa sedikit bingung dan terkejut di waktu yang bersamaan. “Nenek Julia ... meninggal?”Papa Jolie menganggukkan kepala. “Minggu lalu,” jawabnya singkat.Nenek Julia adalah nenek Revan, wanita yang sering mengurus Jolie saat dia masih kecil. Beliau adalah teman dekat kakek dan nenek Jolie, juga alasan hubungan keluarga Jolie dan Revan bisa sedekat itu dulu.“Aku t
Jolie Althea Manara. Revan sudah mengenal gadis itu sejak dia lahir. Jolie adalah adik perempuan sahabatnya, Filbert, pemuda yang menjadi teman baik Revan berkat kedekatan keluarga mereka.Di mata Revan, Jolie adalah bocah kecil periang berseragam SD yang gemar mengikutinya ke mana-mana. Sebagai anak tunggal sekaligus calon pewaris keluarga Ararya, Revan menganggap Jolie sebagai adiknya sendiri. “Aku paling suka dengan Kak Revan! Kak Revan ganteng, baik juga. Nggak seperti Kak Bert, bweeh!” Itu adalah ucapan yang paling sering Revan dengar terlontar dari mulut Jolie setiap kali mereka bertemu.Diam-diam, Revan sangat bangga karena Jolie lebih menyukai dirinya daripada Filbert, kakak Jolie sendiri. Hal itu membuatnya terdorong untuk bahkan bertanya, “Filbert, bagaimana kalau Jolie jadi adikku saja? Kau dan Jolie ‘kan selalu saja bertengkar.” “Tidak boleh!” tolak Filbert mentah-mentah. “Jolie dari lahir adalah adikku! Jadi dia adikku seorang! Enak saja asal mengambil adik orang!” Kem
Malam itu, Revan kehilangan kendali diri. Ciuman panas mereka terus berlanjut hingga ke hal-hal yang hanya Revan tahu.Rayuan gadis itu telah membangkitkan sisi tersembunyi yang tak pernah Revan sadari.Neneknya benar.Pada akhirnya, Revan ‘memang’ menginginkan Jolie. Dan untungnya, Jolie juga masih menginginkannya.Oleh karena itu, saat keesokan harinya dia mendapati Jolie telah kabur dari hotel. Revan merasakan kekecewaan mendalam.Hanya saja, hal itu tak menghentikan tekad Revan yang sudah bulat. Dia akan bertanggung jawab atas Jolie seperti yang juga diwasiatkan neneknya.Alhasil, setelah mempersiapkan semuanya, Revan langsung mengontak Richard Manara—ayah Jolie—guna menyampaikan permintaan sang nenek. Untungnya, pria itu menanggapi positif niat Revan dan bahkan mengundangnya datang di hari pesta ulang tahun Filbert untuk membicarakan masalah tersebut.Tapi, apa tanggapan gadis itu?“Yang jelas, aku tidak akan menerima perjodohan ini!” tegas Jolie.Revan membeku. Apa ini? Revan ti
Pagutan Revan pada bibirnya membuat Jolie sempat terbuai. Darahnya berdesir ... dan ingatannya langsung terlempar ke malam yang ditakdirkan itu.Sentuhan, desahan, dan gairah. Semua itu kembali memuncak dalam diri Jolie.Namun, saat teringat mengenai pembicaraan soal wasiat, juga ancaman Revan padanya, Jolie langsung tersadar.Pria ini adalah pria yang dia benci!Sekuat tenaga, Jolie mendorong Revan menjauh, dan—PLAK!Gema suara tamparan terdengar di ruangan itu.Dengan mata berkaca-kaca, Jolie menatap Revan dengan penuh kekecewaan. “Kak Revan sungguh keterlaluan!”Revan yang sempat membeku karena tamparan Jolie, langsung mengembalikan pandangan untuk menatap gadis tersebut.“Ya,” jawab pria itu dengan wajah datar dan dingin. Matanya memandang Jolie lurus, seakan ingin menelannya hidup-hidup. “Aku memang selalu berlebihan selama itu menyangkut dirimu.”Revan mendaratkan tangannya di tembok, lalu membungkukkan tubuh guna menyejajarkan pandangan dengan Jolie.“Akan tetapi ... apa yang b
Mendengar tuduhan kakaknya, Jolie memasang wajah tak percaya. “Kakak!”Mendengar suara sang adik, Filbert pun berpaling pada Jolie. “Kamu juga, Jolie! Kamu itu masih dalam pengawasan di rumah ini, belum menikah! Jadi, jangan menggoda Revan dan merusak kesuciannya!”Mulut Jolie terbuka lebar. Filbert ini bicara sembarangan apa, sih?!Kenapa kakaknya itu malah menuduhnya merusak kesucian Revan!? Apa selain otot, otak kakaknya itu tidak bisa berfungsi!?Jelas-jelas yang dirusak kesuciannya adalah Jolie, bukan sebaliknya!“Kenapa kalian jadi ribut-ribut, sih?”Orang tua Jolie yang tadi berada di ruang tamu langsung masuk saat mendengar suara kencang dari Jolie dan Filbert.Melirik Filbert yang tampak berdebat dengan Jolie, Hannah, sang mama, langsung menegur putra sulungnya, “Mama ‘kan cuma suruh kamu tanya apakah Jolie dan Revan sudah bicara, Bert. Kenapa kamu malah gangguin adikmu?” Di saat ini, Filbert memutar bola matanya. “Aduh, Ma. Kok jadi Filbert sih?” Dia langsung menjelaskan, “K
Pagi-pagi benar Revan menjemput Jolie di rumah. Filbert beserta kedua orang tua Jolie pun mengantarkan mereka sampai ke pintu utama kediaman keluarga Manara.“Ingat ya, Jolie. Kalian tidur kamar terpisah. Jangan aneh-aneh sama Revan dulu. Kamu dan Revan itu belum menikah,” Filbert melepas Jolie pergi diiringi segunung petuah. Sejak memergoki Jolie hampir berciuman dengan Revan, Filbert memang tak ada henti-hentinya menggoda sang adik.“Kakak! Apaan, sih?!” seru Jolie dengan wajah kesal, tapi kakaknya hanya tertawa.Di sisi lain, Jolie juga melemparkan tatapan sebal kepada Revan. Yang dilirik, seperti biasa, hanya memasang wajah datar.“Sudah, sudah,” ucap Hannah. Dia tersenyum pada sang putri. “Kamu di sana dengerin Revan, ya. Jangan aneh-aneh dan ngerepotin.”Jolie menjadi semakin merengut. Kenapa tidak ada satu pun orang yang lebih percaya padanya dibandingkan Revan?!Andai mereka tahu apa yang sudah dilakukan pria tersebut kepada Jolie, apa mereka masih akan mengatakan hal yang sam
Jantung Jolie berdebar keras mendengar ucapan Revan. Hatinya bertanya-tanya, kenapa pria ini peduli mengenai kenapa Jolie masih menyukainya atau tidak?Bukankah yang terpenting adalah mereka tetap menikah dan Revan bisa mendapatkan warisan dari neneknya?Pusing, Jolie langsung mendorong Revan menjauh. “Aku mengantuk,” ucapnya seraya memakai selimut yang disediakan. “Aku mau tidur dulu. Jangan ganggu aku.” Kemudian, dia pun menggulung diri bak ulat bulu agar jauh dari jangkauan Revan.Tanpa Jolie ketahui, Revan menatap dirinya dalam untuk beberapa saat. Pancaran mata dingin yang biasa menyelimutinya menghilang dan digantikan kelembutan tak terhingga. Hanya untuk sesaat, karena detik dia mengalihkan pandangan kepada tablet di depan mata, aura dingin itu kembali menyelimuti.Diam-diam membuka mata dan melirik Revan, Jolie menghela napas dalam hati. Dia menggigit bibirnya dan membenamkan wajah ke dalam selimut.‘Perjalanan ini akan panjang.’**Sesudah menghabiskan waktu puluhan jam di pes
Sekitar setengah jam kemudian, bel kamar Jolie berbunyi. Pintu terbuka, dan Jolie melihat Revan telah siap dengan setelan jas lengkap.Jolie menatap Revan dari ujung kepala sampai kaki. “Kenapa rapi banget? Memang mau ke mana?” tanya gadis itu dengan alis tertaut.“Restoran hotel ada dress code," jawab Revan. Dia pun memerhatikan penampilan Jolie dari atas ke bawah. “Kenapa tidak ganti baju?” tanya pria itu saat sadar baju yang Jolie kenakan masih sama.Jolie menggigit bibirnya dan menatap Revan gelisah. “Aku ... aku nggak bawa baju banyak, jadi pakai lagi yang ini,” jawabnya. Dia kembali bertanya, “Apa nggak bisa kita makan di restoran lain, Kak? Aku rasa ... bajuku kurang cocok.”Revan menautkan alis, merasa ada yang aneh. “Hotel jelas dirimu yang pilih. Semua karena ingin mencoba restoran di lantai bawah itu, ‘kan? Kenapa sekarang ingin ganti restoran?” tanyanya.“Eh ... itu ... aku nggak jadi ....”Melihat sikap Jolie yang gugup, Revan langsung melirik ke belakang Jolie. Mendapati