Kenapa Revan berada di sini!? Bukankah Filbert bilang temannya yang satu ini tidak diundang?!
Tidak, bukan hanya itu, bukankah Filbert juga tahunya Revan masih di luar negeri!?
Lalu, kenapa sekarang dia ada di sini!?
Selagi deretan pertanyaan itu berputar di otak Jolie, terdengar sebuah suara berseru, "Revan! Kenapa tidak mengabari kalau bakal datang? Aku kira kamu masih di luar negeri, Bung!" Filbert buru-buru turun dari panggung dan menghampiri sahabatnya itu.
Cepat Jolie menoleh menatap sang kakak. Jadi, benar sang kakak tidak tahu-menahu soal kepulangan Revan!?
Jolie kembali menatap ke arah sahabat baik kakaknya tersebut. Jadi, apa tujuan pria ini ada di sini sekarang!?
"Kesempatan reuni dengan kalian tentu tidak boleh dilewatkan." Revan membalas rangkulan singkat Filbert, lalu maniknya bergeser untuk menatap Jolie.
Jolie tertegun, lalu langsung membuang muka.
Reuni? Reuni dengan teman-temannya, dan bukan dengan Jolie, ‘kan? Reuni apa yang kiranya perlu dirayakan di antara mereka berdua!? Bukan hanya masa lalu hubungan mereka cukup buruk, tapi kejadian dua malam itu adalah hal yang sepatutnya dilupakan!
Khawatir Revan mengungkit hal yang terjadi beberapa malam yang lalu, Jolie langsung berniat untuk pergi. Namun, belum sempat menemukan celah untuk kabur, teman-teman SMA Filbert sudah datang mengerubung.
Jalan keluarnya tertutup!
“Wah, Revan sudah jadi bos, ya.”
“Makin sukses saja, nih. Pantas, setiap diundang ke acara nikahan sering absennya.”
Godaan teman-teman lamanya itu sama sekali tidak membuat Revan tersinggung, pria itu hanya menyunggingkan senyum tipis khasnya yang hampir tak terlihat. “Aku baru kembali ke ibu kota minggu lalu, berikanlah aku keringanan.” Kemudian, dia mengalihkan topik ke sang empunya acara. “Berbicara pernikahan, kapan giliranmu?” tanya Revan santai.
“Jangan menyindir, ya. Kamu tahu aku baru putus dengan yang terakhir beberapa bulan lalu. Aku masih sakit hati!” Filbert memasang wajah memelas.
“Jangan-jangan kamu duluan yang nikah, Van?” tuding seorang teman Filbert.
“Di geng kita, tinggal kalian berdua lho yang masih single,” yang lain ikut menimpali.
Jolie menatap Revan, menyadari pria itu memilih menanggapi dengan senyuman tanpa mengatakan apa pun yang berarti. Hal itu membuatnya mendengus dalam hati, tahu bahwa topik macam ini adalah yang paling sering Revan hindari.
Lagi pula, Jolie tahu bahwa Revan sebenarnya sudah memiliki pilihan. Hanya saja, pria tersebut belum pernah mengatakannya secara terbuka.
Bagaimana Jolie tahu? Itu ... adalah cerita di lain hari.
Selagi Jolie melamun, mendadak salah seorang teman perempuan Revan dan Filbert berceletuk, “Barangkali jodohnya Revan sama adiknya Filbert. Cinta lama bersemi kembali!”
Omongan itu membuat Jolie terkesiap. Mengapa topik pembicaraan ini jadi mengarah ke dirinya?
"Eh, bener tuh!” Mata Filbert tampak berbinar. “Van! Masih ingat Jolie, kan? Nih, adikku sudah gede," katanya ceria seraya merangkul pundak Jolie.
Jolie langsung memasang wajah keruh. Biasanya Filbert selalu menjelek-jelekkan dirinya, lalu kenapa sekarang malah seperti mempromosikan!? Jolie tidak perlu!
“Kakak, lepas!” Jolie berusaha meronta, tapi dia langsung terdiam saat mendengar ucapan balasan Revan.
"Ingat, tentu saja ingat. Bagaimana bisa lupa?” Tatapan Revan bertemu dengan sepasang manik cokelat Jolie. “Seperti baru bertemu beberapa hari yang lalu,” ucap pria itu membuat Jolie terbelalak.
Apa maksud pria ini? Apa dia ingat kejadian malam itu dan berniat membongkar semuanya?
Melihat Jolie hanya menatap Revan dalam diam, Filbert langsung mencubit pipi adiknya. “Heh, disapa loh itu. Jawab dong!”
"Aku sudah menyapanya tadi," balas Jolie ketus seraya membuang muka.
Semua orang tertawa melihat sikap Jolie, menyalahartikan tindakannya.
“Cieee Jolie. Dulu waktu kecil kamu selalu mencari Revan, ‘kan? Sekarang sudah besar kok jadi malu-malu sama Revan?”
“Jangan-jangan, lama tidak bertemu malah tambah suka, ya?” goda teman Filbert yang disambut tawa teman-teman lainnya.
Melihat kesempatan untuk mengusili adiknya, Filbert menjadi semakin bersemangat. “Asal kalian tahu, ya! Jolie dari kemarin bolak-balik tanya, ‘Apa Kak Revan datang ke pesta?',” ujarnya, mengompori. “Eh, sekarang datang, malah malu-malu. Emang kok ya cewek itu jual mahal!”
Jolie melotot sebal.
Filbert minta dicincang, ya? Jolie kan cuma pernah tanya sekali! Itu pun untuk memastikan dia tidak perlu bertemu Revan di pesta ini, bukan malah menantikan pertemuan!
“Udah … sama Jolie saja, Van. Walau beda delapan tahun, kalau dilihat-lihat kalian cocok kok!” Teman-teman Filbert mulai berinisiatif menjodoh-jodohkan keduanya.
“Bener, bener! Dulu ‘kan Jolie selalu panggil kamu ‘calon suami’! Udah latihan tuh dari lama! Sekarang, direalisasikan aja!”
Filbert mengangguk-anggukkan kepala. “Aku tidak keberatan sih kalau kamu yang jadi saudara iparku.”
Jolie jadi jengkel. Saudaranya ini memang agak lain.
"Di mana-mana tuh, kakak laki-laki pasti protektif berat ke adik perempuannya. Ikut menyeleksi siapa calon pasangan adiknya. Tidak seperti kakak, malah menyodorkan aku ke sembarang orang!" protes Jolie.
"Eits ….” Filbert mengangkat jari telunjuknya ke hadapan Jolie. “Siapa bilang Revan sembarang orang? Kalau ditakar, dia ini grade A plus plus tau! Tampan, mapan, kaya! Banyak yang ngejar!”
Jolie memutar bola matanya, tidak menanggapi serius omongan Filbert. Namun, tiba-tiba Jolie pun dikejutkan dengan Revan yang sedikit membungkuk untuk menyejajarkan pandangan dengannya.
“Kenapa? Menurutmu aku masih di bawah standar?” tanya Revan, sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah Jolie, membuat gadis tersebut bisa mencium aroma musk dan cedar yang familier itu. “Kamu tidak lagi mau jadi calon istriku?”
Siapa yang mauuu jadi pacar Revan?
Pertanyaan itu membuat Jolie mematung selagi teman-teman Filbert bersiul. “Cieee! Langsung mingkem, berarti mau tuh!”“Ditembak kayak gini, siapa yang nggak oleng coba?!” sahut teman-teman perempuan Filbert yang tampak memekik kegirangan sendiri, padahal bukan mereka yang sedang digoda.Selagi teman-teman kakaknya tampak kesenangan dengan drama di depan mata, Jolie sendiri malah menggertakkan gigi dan mengepalkan tangannya.Bukan apa-apa, walau hatinya berdetak kencang untuk pria di hadapannya ini, tapi Jolie sadar diri dan tahu jelas Revan hanya bercanda. Alhasil, kemarahan dan rasa kesal pun timbul di hati Jolie.Dengan dingin, Jolie langsung berkata, “Karena ini pesta ulang tahun Kak Filbert, aku rasa membahas masalah ini tidak terlalu pantas.” Dia menepis tangan Filbert dan berkata ke arah teman-teman SMA lainnya sang kakak, “Aku yakin kakak-kakak punya banyak hal untuk dibicarakan, jadi aku permisi dulu untuk menjamu tamu lain.”Usai mengatakan hal tersebut, tanpa menoleh sedikit
Melihat sang putri mendadak muncul entah dari mana, Papa dan Mama Jolie tampak sangat terkejut. "Jolie?!" Mereka langsung berdiri dan menghadap Jolie dengan wajah canggung.Sementara itu, Jolie mengepalkan tangan dan menatap Filbert. “Apa maksud Kakak dengan pernikahan?” Dia melirik kedua orang tuanya. “Apa yang sebenarnya kalian bicarakan!?”Papa Jolie menarik napas panjang dan menatap gadis itu lurus. “Kami membicarakan pernikahanmu dengan Revan.”“Hah?” Jantung Jolie seperti ingin melompat keluar dari dadanya. Apa orang tuanya sungguh sudah tahu?!“Nenek Revan baru saja meninggal, Jolie.”Jolie menautkan alis. “Apa?” Dia merasa sedikit bingung dan terkejut di waktu yang bersamaan. “Nenek Julia ... meninggal?”Papa Jolie menganggukkan kepala. “Minggu lalu,” jawabnya singkat.Nenek Julia adalah nenek Revan, wanita yang sering mengurus Jolie saat dia masih kecil. Beliau adalah teman dekat kakek dan nenek Jolie, juga alasan hubungan keluarga Jolie dan Revan bisa sedekat itu dulu.“Aku t
Jolie Althea Manara. Revan sudah mengenal gadis itu sejak dia lahir. Jolie adalah adik perempuan sahabatnya, Filbert, pemuda yang menjadi teman baik Revan berkat kedekatan keluarga mereka.Di mata Revan, Jolie adalah bocah kecil periang berseragam SD yang gemar mengikutinya ke mana-mana. Sebagai anak tunggal sekaligus calon pewaris keluarga Ararya, Revan menganggap Jolie sebagai adiknya sendiri. “Aku paling suka dengan Kak Revan! Kak Revan ganteng, baik juga. Nggak seperti Kak Bert, bweeh!” Itu adalah ucapan yang paling sering Revan dengar terlontar dari mulut Jolie setiap kali mereka bertemu.Diam-diam, Revan sangat bangga karena Jolie lebih menyukai dirinya daripada Filbert, kakak Jolie sendiri. Hal itu membuatnya terdorong untuk bahkan bertanya, “Filbert, bagaimana kalau Jolie jadi adikku saja? Kau dan Jolie ‘kan selalu saja bertengkar.” “Tidak boleh!” tolak Filbert mentah-mentah. “Jolie dari lahir adalah adikku! Jadi dia adikku seorang! Enak saja asal mengambil adik orang!” Kem
Malam itu, Revan kehilangan kendali diri. Ciuman panas mereka terus berlanjut hingga ke hal-hal yang hanya Revan tahu.Rayuan gadis itu telah membangkitkan sisi tersembunyi yang tak pernah Revan sadari.Neneknya benar.Pada akhirnya, Revan ‘memang’ menginginkan Jolie. Dan untungnya, Jolie juga masih menginginkannya.Oleh karena itu, saat keesokan harinya dia mendapati Jolie telah kabur dari hotel. Revan merasakan kekecewaan mendalam.Hanya saja, hal itu tak menghentikan tekad Revan yang sudah bulat. Dia akan bertanggung jawab atas Jolie seperti yang juga diwasiatkan neneknya.Alhasil, setelah mempersiapkan semuanya, Revan langsung mengontak Richard Manara—ayah Jolie—guna menyampaikan permintaan sang nenek. Untungnya, pria itu menanggapi positif niat Revan dan bahkan mengundangnya datang di hari pesta ulang tahun Filbert untuk membicarakan masalah tersebut.Tapi, apa tanggapan gadis itu?“Yang jelas, aku tidak akan menerima perjodohan ini!” tegas Jolie.Revan membeku. Apa ini? Revan ti
Pagutan Revan pada bibirnya membuat Jolie sempat terbuai. Darahnya berdesir ... dan ingatannya langsung terlempar ke malam yang ditakdirkan itu.Sentuhan, desahan, dan gairah. Semua itu kembali memuncak dalam diri Jolie.Namun, saat teringat mengenai pembicaraan soal wasiat, juga ancaman Revan padanya, Jolie langsung tersadar.Pria ini adalah pria yang dia benci!Sekuat tenaga, Jolie mendorong Revan menjauh, dan—PLAK!Gema suara tamparan terdengar di ruangan itu.Dengan mata berkaca-kaca, Jolie menatap Revan dengan penuh kekecewaan. “Kak Revan sungguh keterlaluan!”Revan yang sempat membeku karena tamparan Jolie, langsung mengembalikan pandangan untuk menatap gadis tersebut.“Ya,” jawab pria itu dengan wajah datar dan dingin. Matanya memandang Jolie lurus, seakan ingin menelannya hidup-hidup. “Aku memang selalu berlebihan selama itu menyangkut dirimu.”Revan mendaratkan tangannya di tembok, lalu membungkukkan tubuh guna menyejajarkan pandangan dengan Jolie.“Akan tetapi ... apa yang b
Mendengar tuduhan kakaknya, Jolie memasang wajah tak percaya. “Kakak!”Mendengar suara sang adik, Filbert pun berpaling pada Jolie. “Kamu juga, Jolie! Kamu itu masih dalam pengawasan di rumah ini, belum menikah! Jadi, jangan menggoda Revan dan merusak kesuciannya!”Mulut Jolie terbuka lebar. Filbert ini bicara sembarangan apa, sih?!Kenapa kakaknya itu malah menuduhnya merusak kesucian Revan!? Apa selain otot, otak kakaknya itu tidak bisa berfungsi!?Jelas-jelas yang dirusak kesuciannya adalah Jolie, bukan sebaliknya!“Kenapa kalian jadi ribut-ribut, sih?”Orang tua Jolie yang tadi berada di ruang tamu langsung masuk saat mendengar suara kencang dari Jolie dan Filbert.Melirik Filbert yang tampak berdebat dengan Jolie, Hannah, sang mama, langsung menegur putra sulungnya, “Mama ‘kan cuma suruh kamu tanya apakah Jolie dan Revan sudah bicara, Bert. Kenapa kamu malah gangguin adikmu?” Di saat ini, Filbert memutar bola matanya. “Aduh, Ma. Kok jadi Filbert sih?” Dia langsung menjelaskan, “K
Pagi-pagi benar Revan menjemput Jolie di rumah. Filbert beserta kedua orang tua Jolie pun mengantarkan mereka sampai ke pintu utama kediaman keluarga Manara.“Ingat ya, Jolie. Kalian tidur kamar terpisah. Jangan aneh-aneh sama Revan dulu. Kamu dan Revan itu belum menikah,” Filbert melepas Jolie pergi diiringi segunung petuah. Sejak memergoki Jolie hampir berciuman dengan Revan, Filbert memang tak ada henti-hentinya menggoda sang adik.“Kakak! Apaan, sih?!” seru Jolie dengan wajah kesal, tapi kakaknya hanya tertawa.Di sisi lain, Jolie juga melemparkan tatapan sebal kepada Revan. Yang dilirik, seperti biasa, hanya memasang wajah datar.“Sudah, sudah,” ucap Hannah. Dia tersenyum pada sang putri. “Kamu di sana dengerin Revan, ya. Jangan aneh-aneh dan ngerepotin.”Jolie menjadi semakin merengut. Kenapa tidak ada satu pun orang yang lebih percaya padanya dibandingkan Revan?!Andai mereka tahu apa yang sudah dilakukan pria tersebut kepada Jolie, apa mereka masih akan mengatakan hal yang sam
Jantung Jolie berdebar keras mendengar ucapan Revan. Hatinya bertanya-tanya, kenapa pria ini peduli mengenai kenapa Jolie masih menyukainya atau tidak?Bukankah yang terpenting adalah mereka tetap menikah dan Revan bisa mendapatkan warisan dari neneknya?Pusing, Jolie langsung mendorong Revan menjauh. “Aku mengantuk,” ucapnya seraya memakai selimut yang disediakan. “Aku mau tidur dulu. Jangan ganggu aku.” Kemudian, dia pun menggulung diri bak ulat bulu agar jauh dari jangkauan Revan.Tanpa Jolie ketahui, Revan menatap dirinya dalam untuk beberapa saat. Pancaran mata dingin yang biasa menyelimutinya menghilang dan digantikan kelembutan tak terhingga. Hanya untuk sesaat, karena detik dia mengalihkan pandangan kepada tablet di depan mata, aura dingin itu kembali menyelimuti.Diam-diam membuka mata dan melirik Revan, Jolie menghela napas dalam hati. Dia menggigit bibirnya dan membenamkan wajah ke dalam selimut.‘Perjalanan ini akan panjang.’**Sesudah menghabiskan waktu puluhan jam di pes