***"Ganteng banget kamu, Mas. Makin ke sini makin ganteng."Sekali lagi pujian itu dilontarkan Aludra pada Arka yang hari ini memang terlihat berbeda dari biasanya.Seminggu lebih selalu memakai pakaian pasien, siang ini Arka terlihat cukup modis dengan sweater coklat yang dia pakai juga celana jeans yang melekat di tubuhnya. Sebagai pemanis, Aludra bahkan sengaja memakaikan topi untuk Arka."Gombal?" tanya Arka."Aku serius," kata Aludra. Dia yang sekarang duduk di sofa—berhadapan dengan Arka yang duduk di kursi roda, sekali lagi mengalihkan perhatiannya ke arah pintu. "Kak Aksa lama ya.""Mungkin antri."Kondisi membaik, hari ini Arka bisa pulang dan melanjutkan pemulihannya di rumah lalu minggu depan dan seterusnya harus rutin ke rumah sakit untuk menjalani terapi bersama terapis handal di rumah sakit tersebut yang kebetulan sahabat Aksa bahkan bertetangga dengan Arka di perumahan.Adryan namanya. Terapis muda yang dulu juga pernah menyembuhkan Ananta dari kelumpuhan dalam jangka
***"Ya udah kalau gitu Lulu bawa Mas Arka ke kamar dulu ya, Ma. Kata dokter harus banyak istirahat.""Iya, Lu."Setelah mengobrol sambil makan bersama di pinggir kolam renang, Alula kini mendorong kursi roda yang diduduki Arka masuk ke dalam rumah karena memang hari sudah mulai sore dan sejak pulang dari rumah sakit, Arka belum sempat beristirahat."Kamar kita untuk sementara waktu di sini ya, Mas," kata Aludra ketika dia membuka pintu kamar di lantai satu yang letaknya berada di dekat tangga. "Nanti kalau kamu udah sembuh, kita pindah lagi ke atas.""Iya, Lu."Sebenarnya Arka bisa saja tetap tidur di kamar atas dengan bantuan Joe yang siap menggendong Arka naik atau turun tangga karena badan pria itu memang besar.Namun, tentu saja Aludra memikirkan perasaan Arka. Dia takut suaminya merasa risih karena memang Arka selalu berkata jika dia tak mau terlalu merepotkan orang lain."Minum obat dulu," kata Aludra setelah dirinya duduk di pinggir kasur sementara Arka duduk di depannya. "Mau
***"Enggak tega ya?"Aludra menoleh ketika sebuah pertanyaan tiba-tiba saja terlontar dari mulut seorang perempuan yang datang sambil menggendong balita di tangannya. Agatha. Dia istri dari terapis yang kini sedang menangani Arka."Eh Kak Agatha," panggil Audra sambil mengukir senyum. "Iya Kak, enggak tega banget. Kaya sakit gitu ya.""Begitulah," kata Agatha. "Semoga cepet sembuh ya, dulu juga Ananta enggak lama.""Aamiin, Mbak."Sesuai kesepakatan di awal, selain jadwal terapi di rumah sakit yang dilaksanakan hari rabu, setiap sabtu sore Arka melakukan terapi tambahan di rumah Adryan karena memang di rumahnya dia sengaja menyediakan beberapa alat penopang yang bisa digunakan untuk berlatih jalan seperti yang sedang dilakukan Arka.Terhitung, hari ini sudah empat kali Arka melakukan terapi di rumah Adryan dan itu berarti sudah satu bulan lamanya Arka tak bisa berjalan.Bagi orang lain mungkin waktu sebulan adalah waktu sebentar, tapi bagi Arka waktu tersebut adalah waktu yang lama n
***"Aku ke dapur dulu ya ambil minum, Bi Minah kayanya di kamar."Setelah mempersilakan tamunya masuk, Aludra berpamitan ke dapur—mengambil minum juga kudapan untuk tamu yang sore ini sengaja datang setelah hampir dua minggu lebih tak pernah main.Damar Agra. Tentu saja pria yang sore ini datang ke rumah Aludra adalah Damar—si pria berjasa yang berhasil membuat Raina berhenti mengganggu Aludra sehingga kehidupan Aludra maupun Arka sebulan terakhir ini bisa dibilang cukup aman dan damai."Jangan lama-lama," kata Arka memperingatkan."Iya, Mas."Aludra pergi, Damar dan Arka sempat dilanda kecanggungan untuk beberapa detik, karena memang sejak kejadian itu—ketika Aludra dan Damar makan siang diam-diam tanpa seizinnya, Arka masih kesal pada sahabat Aludra itu."Gimana sekarang, udah membaik?" Tak suka dengan suasana canggung, Damar buka suara—mengawali pembicaraan dengan Arka yang tetap duduk di kursi rodanya."Seperti yang kamu lihat," kata Arka. "Sampai sekarang saya masih duduk di kur
***"Ya udah kalau gitu aku pulang dulu ya, udah malam. Enggak enak."Satu jam mengobrol di ruang tamu, Damar akhirnya beranjak lalu berpamitan untuk pulang karena dia harus segera beristirahat sebelum besok pulang ke Jakarta."Buru-buru banget," kata Aludra."Udah malam, Lu. Kamu sama Arka kan harus istirahat," kata Damar."Benar," ujar Arka. "Habis ini aku emang mau istirahat. Capek.""Ya udah kalau gitu aku pamit ya," kata Damar. Dia kemudian melangkahkan kakinya menuju pintu. Namun, ketika tangannya hampir saja meraih handle, Aludra memanggilnya—membuat dia menoleh."Dam.""Ya, Lu?""Mas." Aludra melirik Arka. "Aku boleh antar Damar sampai ke mobil enggak?""Kenapa?" tanya Arka."Pengen aja, boleh enggak?" tanya Aludra.Untuk beberapa detik, Arka memandang Aludra lalu akhirnya mengangguk—mengizinkan perempuan itu mengantar Damar ke atas."Ya udah boleh," kata Arka."Makasih, Mas," ucap Aludra yang terlihat cukup senang karena diberikan izin. "Kamu tunggu di sini, ya?""Iya, jangan
***"Rara ayo buruan, Ra! Belnya mau bunyi!""Ra jangan mager dong! Aku gendong ya!""Damar gendong aku dong!""Mageran banget kamu, Ra. Untung cantik.""Aku lebih suka kamu daripada Alula, Ra."Aludra yang sedang melangkahkan kaki menuruni tangga menuju rumahnya kembali berhenti lalu terduduk di tangga ketika bayangan masa kecilnya dan Damar kembali melintas di pikirannya.Setelah perpisahan mereka barusan, entah kenapa Aludra tiba-tiba saja merasa bersalah karena sudah menolak cinta Damar. Selama ini Damar selalu ada untuk Aludra, bahkan Damar juga yang selalu sabar dengan segala sikap absurd Aludra yang pemalas.Namun, malam ini Aludra justru merasa jika dirinya sudah menyakiti hati Damar yang nyatanya banyak berjasa dalam hidup Aludra—termasuk menyingkirkan Raina yang sudah satu bulan ini tak mengganggunya."Rara." Aludra mengusap wajahnya kasar lalu memegangi kepalanya yang tiba-tiba saja pusing. "Kok kamu jahat sama Damar, Ra? Selama ini dia baik lho sama kamu.""Non Lula lagi a
***"Marvel pasti suka."Alula mengukir senyuman manisnya sambil memandangi blackforest berukuran sedang yang baru saja selesai dia buat.Hari ini, pagi sekali Alula sudah sibuk di dapur untuk membuat kue yang akan dia berikan pada Marvel sebagai hadiah aniversary hubungan mereka yang ke satu tahun, karena memang hubungan dia dan kekasihnya itu sudah terjalin jauh sebelum Alula melanjutkan kuliahnya di London."Happy aniversary Marvel ganteng," gumam Alula ketika dia membaca lagi tulisan di atas blakforest tersebut.Cantik. Kue coklat dengan taburan keju di atasnya itu terlihat sangat cantik. Tak hanya wujud, rasa dari kue itu pun tak bisa diragukan lagi karena Alula memang pandai membuat dessert maupun masakan lainnya."Oke deh, Lula. Habis ini kamu mandi terus ke apartemen Marvel deh," ucap Alula sambil melepas celemek yang sejak tadi dia pakai.Bangun pukul lima pagi, kue tersebut selesai dibuat tepat ketika jarum jam mengarah ke angka tujuh pagi.Memastikan kue di atas meja aman,
***"Mas, kamu bisa jalan!"Aludra berseru gembira melihat Arka semakin lancar melangkahkan kakinya di atas matras. Tanpa berpegangan pada besi seperti biasa, Arka berjalan cukup jauh. Tak ada lagi sakit, tak ada lagi kaku.Meskipun, jalannya masih terbilang lambat, tapi setidaknya kedua kaki Arka sudah bisa dipakai kembali setelah dua bulan lebih menjalani terapi."Aku bisa jalan, Lu," ucap Arka. Tak kalah bahagia, dia memandang Aludra yang kini berdiri di depannya dengan jarak beberapa meter saja. "Kaki aku bisa jalan lagi, Lu.""Iya, Mas," ucap Aludra. Terlampau bahagia, secara tak sadar Aludra meneteskan air mata—membuat Arka mengerutkan kening karenanya."Lu, kok kamu nangis?""Aku bahagia, Mas," ucap Aludra.Adryab yang duduk di kursi hanya bisa mengukir senyum melihat Aludra. Tahu bagaimana setianya Aludra menemani Arka menjalani terapi selama dua bulan ini, rasanya dia cukup paham kenapa gadis itu menangis."Lu."Berjalan semakin jauh, Arka keluar dari matras lalu menghampiri