***"Udah siap kan, yuk."Aludra yang duduk di kursi roda, mengambil napas panjang ketika perlahan Arka mendorong kursi roda yang dia duduki menuju ruangan operasi.Tak hanya Arka, ada Dewa dan Aurora juga yang ikut mengantar sang putri lalu di belakang, Damar berjalan bersama Arsya yang sudah menyelesaiman shift kerjanya."Janji ya, Mas. Jangan kabur," pinta Aludra ketika semakin lama, jarak ruang operasi semakin dekat."Sesuai janji, aku akan ada di samping kamu sampai dua baby boy kita lahir," kata Arka."Awas aja kalau kabur.""Enggak, Ra."Dua menit berlalu, Aludra dan yang lainnya sampai di depan ruang operasi dan tentu saja di sana, dia sudah disambut para petugas medis yang siap bertugas—termasuk dokter Hima, dokter kandungan yang akan melakukan operasi bersama dokter lain yang bertugas memberikan anestesi."Siap Mbak Aludra?" tanya dokter Hima ramah."Siap, dok."Sebelum Aludra masuk ke ruang operasi, tentu yang dilakukan Aurora kini adalah menghampiri sang putri. Mengecup ke
***"Alhamdulillah."Ucapan syukur itu diucapkan Arka ketika dirinya kembali berdiri tegap setelah sebelumnya mencondongkan badan agar lebih dekat dengan dua inkubator berisi bayi mungil—putranya dengan Aludra.Tak bisa mengumandanhkan adzan di ruang operasi, Arka baru bisa melakukannya ketika dua bayi kembar dia dan Aludra sudah dipindahkan ke ruang NICU untuk mendapatkan perawatan intensif sampai berat badan kedua bayi tersebut berada pada batas normal."Jagoan-jagoan, Papa. Kalian baik-baik ya, di sini. Papa mau lihat Mama kalian dulu," ucap Arka.Memandang kedua putranya untuk beberapa detik, Arka memutar tubuh lalu melangkahkan kakinya kembali menuju ruang operasi untuk melihat keadaan Aludra.Pendarahan saat persalinan cessar sering terjadi, dan sekarang semua itu menimpa Aludra. Kehilangan banyak darah, Aludra sampai membutuhkan transfusi.Beruntung, meskipun stok darah di bank darah rumah sakit habis, ada Dewa yang tentunya bisa mendonorkan darah untuk Aludra karena dari segi
***"Aish, sialan."Arka mengumpat untuk yang kesekian kalinya setelah hampir sepuluh menit dia berjongkok di depan kloset untuk memuntahkan semua isi perut.Penderitaan Aludra ketika hamil kini telah usai, mual muntah langsung berpindah pada Arka. Tak ada hubungannya dengan bayi atau apapun itu, Arka mual dan muntah karena masuk angin.Ya, tentu saja. Menempuh perjalanan dua jam penuh dari Bandung ke Jakarta dengan memakai kaos singlet dan kolor saja, tubuh Arka kacau—ditambah, setelah itu dia langsung masuk ke ruangan operasi yang memiliki suhu cukup dingin.Meskipun ketika di ruang operasi Arka memakai jaket bomber milik Dewa, tetap saja masuk angin melandanya.Perut kembung, pusing, mual dan muntah dirasakan Arka pasca pulang ke apartemen untuk mengganti baju pagi ini.Jangankan mandi, melepas pakaian kemarin pun belum sempat dilakukan Arka karena tubuhnya yang langsung tumbang."Bisa-bisanya aku masuk angin," desis Arka sambil mengelap mulutnya yang basah menggunakan lengan.Bera
***"Bosen."Bersandar pada ranjang, Aludra menghela napas sementara tangannya sibuk mengotak-atik remote televisi—mencari acara yang mungkin bisa dia tonton, tapi yang ditemukan hanya film dan untuk saat ini, Aludra sedang tak ingin menonton film."Papa ke kantor, Mas Arka belum ke sini, Mama enggak ada, Damar juga enggak ke sini," gumam Aludra—mengabsen satu-persatu orang yang harusnya ada, tapi tak ada karena sekarang, dia sendirian di ruang rawat.Bangun pukul setengah tujuh, Aludra sempat dibuat kaget karena tidak adanya Arka juga Dewa. Namun, setelah mendapatkan penjelasan dari Aurora, dia tak kaget lagi."Mas Arka lama banget ya, katanya mau ke sini jam tujuh, ini udah jam setengah delapan. Belum juga ke sini," keluh Aludra lagi. "Padahal kan aku pengen ketemu si kembar. Aku yang hamil, aku yang lahirin, tapi aku belum lihat lagi anak aku sampe sekarang.""Ish.""Ra, maaf lama."Aludra langsung menoleh ke arah pintu ketika suara sang Mama terdengar dari sana. Tak hanya membawa
***"Pelan-pelan, Mas. Sakit.""Ah, iya. Maaf, Sayang."Menyelesaikan sarapan paginya, Aludra meminta Arka untuk mengantar dia ke ruang NICU dan tentu saja karena luka jahitan di perut Aludra masih terasa sakit, dia harus menggunakan kursi roda untuk pergi ke ruangan tempat kedua bayinya berada."Gimana nyaman enggak?" tanya Arka setelah dia mendudukkan Aludra di kursi roda."Nyaman, cuman nanti pelan-pelan ya. Jahitannya bikin ngilu," pinta Aludra yang dijawab anggukkan pelan Arka."Oke, sekarang kita ke sana ya.""Sebentar," pinta Aludra."Kenapa?""Ambilin bunga mawar itu," pinta Aludra sambil mengarahkan jari telunjuknya pada tong sampah yang berada di samping meja nakas.Bukan dari Arka, Aludra membuang bunga mawar putih yang dia terima pagi ini ketika Arka tiba-tiba saja mengucap kemungkinan terburuk.Marvel. Dugaan Arka, dialah pengirim bunga tersebut karena disaat yang bersamaan, dia juga mendapat telepon misterius dari seorang pria yang tiba-tiba saja menanyakan keadaan si ke
***"Namanya bagus-bagus, kalian yang rangkai."Aludra yang sejak tadi berdiri di depan inkubator mengangguk pelan mendengar pertanyaan dari Amanda.Usai mengisi data-data kedua bayinya dan Arka, Aludra langsung melanjutkan niatnya untuk menengok si kembar dan kini—dibantu Arka, Aludra masih setia memandangi kedua putra mungilnya yang nampak nyaman."Iya, Ma. Kita yang rangkai," ucap Aludra."Hebat," puji Amanda. "Tapi Aludra, Papa kamu tahu kan, kalau nama belakang anak kalian pake nama belakang Papa Dirga sama Arka.""Tahu, Ma. Dan Papa Dewa paham kok," ucap Arka."Syukurlah."Regan Farrash Mahendra juga Raiden Farrash Mahendra, dua nama itu disematkan Aludra juga Arka untuk kedua putra tampannya.Bukan kembar indentik, kedua putra Arka dan Aludra memiliki wajah yang berbeda. Baik Arka maupun Aludra sepakat memberikan nama Regan untuk si sulung dan Raiden untuk si bungsu.Kedua nama yang mereka pilih memiliki arti yang bagus, baik Arka maupun Aludra sama-sama memiliki harapan baik u
***"Kenapa belum ke rumah sakit lagi?"Dewa yang baru saja pulang, langsung melontarkan pertanyaan tersebut pada Aurora yang kini duduk di sebuah kursi santai di kamar.Tak kerja full, Dewa sudah pulang ke rumah pukul dua siang agar bisa langsung pergi ke rumah sakit lagi untuk menjenguk kedua cucunya.Namun, tentu saja—saat sampai di rumah, Dewa dibuat heran melihat Aurora ada di rumah, sedangkan Aludra di rumah sakit pasti membutuhkan sesuatu.""Ada Bu Amanda sama Pak Dirga," ucap Aurora. "Tadi pagi mereka ke rumah sakit dan kayanya sampai sekarang mereka masih ada di sana.Selesai melepaskan dasi juga kemeja, Dewa yang terlihat tampan memakai kaos hitam, seketika berbalik badan lalu memandang sang istri."Seharusnya karena ada mereka, kamu di rumah sakit," ucap Dewa. "Temenin mereka ngobrol, kalau perlu kalian bisa bahas rencana pernikaham Aludra sama Arka nanti.""Nanti aja," ucap Aurora. "Sekarang aku lagi enggak mood."Dewa mengerutkan kening lalu berjalan mendekati Aurora. Dud
***"Mau ngapain ke sini?"Duduk di lantai, Arka memandang pria yang kini duduk di ujung kaki Aludra dengan tatapan tak suka. Bukan tak suka akan kedatangannya, hanya saja Arka pikir—dari semua waktu yang ada, kenapa pria itu datang di saat Arka hampir saja mencium Aludra."Kenapa, enggak suka?""Bukan enggak suka, tapi datangnya enggak tau waktu banget.""Justru kalian harus berterima kasih sama Kakak, kalau Kakak enggak datang di waktu yang tepat, bisa-bisa Regan sama Raiden punya adik lagi."Aksa. Tentu saja yang datang dan menggagalkan ciuman Arka juga Aludra adalah pria itu. Tak hanya mencegah adiknya berbuat dosa, Aksa juga rasanya bahagia karena berhasil balas dendam.Ya, dulu ketika Arka masih lajang, pria itu seringkali menjadi wasit alias pengganggu ketika Aksa dan Ananta berada di momen romantis dan kini Aksa puas karena untuk yang kedua kalinya dia berhasil mengacaukan sweet momen adiknya dengan Aludra.Rasanya ... ah, Aksa sangat bahagia. Lebih bahagia dari memenangkan te