***"Aish, sialan."Arka mengumpat untuk yang kesekian kalinya setelah hampir sepuluh menit dia berjongkok di depan kloset untuk memuntahkan semua isi perut.Penderitaan Aludra ketika hamil kini telah usai, mual muntah langsung berpindah pada Arka. Tak ada hubungannya dengan bayi atau apapun itu, Arka mual dan muntah karena masuk angin.Ya, tentu saja. Menempuh perjalanan dua jam penuh dari Bandung ke Jakarta dengan memakai kaos singlet dan kolor saja, tubuh Arka kacau—ditambah, setelah itu dia langsung masuk ke ruangan operasi yang memiliki suhu cukup dingin.Meskipun ketika di ruang operasi Arka memakai jaket bomber milik Dewa, tetap saja masuk angin melandanya.Perut kembung, pusing, mual dan muntah dirasakan Arka pasca pulang ke apartemen untuk mengganti baju pagi ini.Jangankan mandi, melepas pakaian kemarin pun belum sempat dilakukan Arka karena tubuhnya yang langsung tumbang."Bisa-bisanya aku masuk angin," desis Arka sambil mengelap mulutnya yang basah menggunakan lengan.Bera
***"Bosen."Bersandar pada ranjang, Aludra menghela napas sementara tangannya sibuk mengotak-atik remote televisi—mencari acara yang mungkin bisa dia tonton, tapi yang ditemukan hanya film dan untuk saat ini, Aludra sedang tak ingin menonton film."Papa ke kantor, Mas Arka belum ke sini, Mama enggak ada, Damar juga enggak ke sini," gumam Aludra—mengabsen satu-persatu orang yang harusnya ada, tapi tak ada karena sekarang, dia sendirian di ruang rawat.Bangun pukul setengah tujuh, Aludra sempat dibuat kaget karena tidak adanya Arka juga Dewa. Namun, setelah mendapatkan penjelasan dari Aurora, dia tak kaget lagi."Mas Arka lama banget ya, katanya mau ke sini jam tujuh, ini udah jam setengah delapan. Belum juga ke sini," keluh Aludra lagi. "Padahal kan aku pengen ketemu si kembar. Aku yang hamil, aku yang lahirin, tapi aku belum lihat lagi anak aku sampe sekarang.""Ish.""Ra, maaf lama."Aludra langsung menoleh ke arah pintu ketika suara sang Mama terdengar dari sana. Tak hanya membawa
***"Pelan-pelan, Mas. Sakit.""Ah, iya. Maaf, Sayang."Menyelesaikan sarapan paginya, Aludra meminta Arka untuk mengantar dia ke ruang NICU dan tentu saja karena luka jahitan di perut Aludra masih terasa sakit, dia harus menggunakan kursi roda untuk pergi ke ruangan tempat kedua bayinya berada."Gimana nyaman enggak?" tanya Arka setelah dia mendudukkan Aludra di kursi roda."Nyaman, cuman nanti pelan-pelan ya. Jahitannya bikin ngilu," pinta Aludra yang dijawab anggukkan pelan Arka."Oke, sekarang kita ke sana ya.""Sebentar," pinta Aludra."Kenapa?""Ambilin bunga mawar itu," pinta Aludra sambil mengarahkan jari telunjuknya pada tong sampah yang berada di samping meja nakas.Bukan dari Arka, Aludra membuang bunga mawar putih yang dia terima pagi ini ketika Arka tiba-tiba saja mengucap kemungkinan terburuk.Marvel. Dugaan Arka, dialah pengirim bunga tersebut karena disaat yang bersamaan, dia juga mendapat telepon misterius dari seorang pria yang tiba-tiba saja menanyakan keadaan si ke
***"Namanya bagus-bagus, kalian yang rangkai."Aludra yang sejak tadi berdiri di depan inkubator mengangguk pelan mendengar pertanyaan dari Amanda.Usai mengisi data-data kedua bayinya dan Arka, Aludra langsung melanjutkan niatnya untuk menengok si kembar dan kini—dibantu Arka, Aludra masih setia memandangi kedua putra mungilnya yang nampak nyaman."Iya, Ma. Kita yang rangkai," ucap Aludra."Hebat," puji Amanda. "Tapi Aludra, Papa kamu tahu kan, kalau nama belakang anak kalian pake nama belakang Papa Dirga sama Arka.""Tahu, Ma. Dan Papa Dewa paham kok," ucap Arka."Syukurlah."Regan Farrash Mahendra juga Raiden Farrash Mahendra, dua nama itu disematkan Aludra juga Arka untuk kedua putra tampannya.Bukan kembar indentik, kedua putra Arka dan Aludra memiliki wajah yang berbeda. Baik Arka maupun Aludra sepakat memberikan nama Regan untuk si sulung dan Raiden untuk si bungsu.Kedua nama yang mereka pilih memiliki arti yang bagus, baik Arka maupun Aludra sama-sama memiliki harapan baik u
***"Kenapa belum ke rumah sakit lagi?"Dewa yang baru saja pulang, langsung melontarkan pertanyaan tersebut pada Aurora yang kini duduk di sebuah kursi santai di kamar.Tak kerja full, Dewa sudah pulang ke rumah pukul dua siang agar bisa langsung pergi ke rumah sakit lagi untuk menjenguk kedua cucunya.Namun, tentu saja—saat sampai di rumah, Dewa dibuat heran melihat Aurora ada di rumah, sedangkan Aludra di rumah sakit pasti membutuhkan sesuatu.""Ada Bu Amanda sama Pak Dirga," ucap Aurora. "Tadi pagi mereka ke rumah sakit dan kayanya sampai sekarang mereka masih ada di sana.Selesai melepaskan dasi juga kemeja, Dewa yang terlihat tampan memakai kaos hitam, seketika berbalik badan lalu memandang sang istri."Seharusnya karena ada mereka, kamu di rumah sakit," ucap Dewa. "Temenin mereka ngobrol, kalau perlu kalian bisa bahas rencana pernikaham Aludra sama Arka nanti.""Nanti aja," ucap Aurora. "Sekarang aku lagi enggak mood."Dewa mengerutkan kening lalu berjalan mendekati Aurora. Dud
***"Mau ngapain ke sini?"Duduk di lantai, Arka memandang pria yang kini duduk di ujung kaki Aludra dengan tatapan tak suka. Bukan tak suka akan kedatangannya, hanya saja Arka pikir—dari semua waktu yang ada, kenapa pria itu datang di saat Arka hampir saja mencium Aludra."Kenapa, enggak suka?""Bukan enggak suka, tapi datangnya enggak tau waktu banget.""Justru kalian harus berterima kasih sama Kakak, kalau Kakak enggak datang di waktu yang tepat, bisa-bisa Regan sama Raiden punya adik lagi."Aksa. Tentu saja yang datang dan menggagalkan ciuman Arka juga Aludra adalah pria itu. Tak hanya mencegah adiknya berbuat dosa, Aksa juga rasanya bahagia karena berhasil balas dendam.Ya, dulu ketika Arka masih lajang, pria itu seringkali menjadi wasit alias pengganggu ketika Aksa dan Ananta berada di momen romantis dan kini Aksa puas karena untuk yang kedua kalinya dia berhasil mengacaukan sweet momen adiknya dengan Aludra.Rasanya ... ah, Aksa sangat bahagia. Lebih bahagia dari memenangkan te
***"Jangan berantem ya, Mas. Di sana. Ngobrolnya agak jauhan, jangan dekat-dekat.""Iya, Ra."Aludra mendapat telepon dari Marvel, Arka dan Dewa bertindak. Sore ini, keduanya berniat untuk melihat dan memastikan Marvel di Sel dan tentunya—setelah mendapat persetujuan dari Aurora, Dewa dan Arka berniat untuk memberitahu keberadaan Alula pada Marvel agar pria itu berhenti mengganggu Aludra."Papa juga," kata Aludra sambil melirik Dewa. "Jangan deket-deket Marvel. Nanti dia gigit.""Kamu ini, emang Marvel serigala?" tanya Aurora sambil terkekeh."Serigala berbulu domba," celetuk Aurora."Udah sore, nanti jam besuknya keburu habis, Papa sama Arka ke kantor polisi dulu ya, Ra," pamit Dewa."Iya, Pa."Dewa mencondongkan badannya lalu memberikan sebuah kecupan di kening Aludra. "Istirahat yang cukup," ucapnya."Nanti aku ke sini lagi," kata Arka."Iya, Mas.""Enggak mau lakuin hal yang sama?" tanya Dewa pada Arka—membuat pria itu mengerutkan keningnya."Maksud Papa?""Enggak mau cium kening
***"Ih!"Aludra melempar buket bunga mawar berukuran besar yang baru saja dia temukan itu asal ke lantai. Tak kecil, buket bunga yang dia lempar kali ini berukuran cukup besar.Hampir dua minggu Aludra menjalani pemulihan di rumah sakit, ini bisa dibilang kali kelima dia mendapatkan bunga mawar dan tentu saja pengirimnya masih sama.Marvel. Entah siapa orang yang menjadi suruhan Marvel, tapi yang jelas dari kata-kata yang ditulisnya, pria itu seperti tahu apa yang dilakukan Aludra setiap harinya di rumah sakit.Marvel memang tak pernah menyakiti Aludra, bahkan mungkin orang suruhannya pun tak pernah menampakkan diri untuk melakukan sesuatu pada Aludra.Namun, tetap saja dengan bunga mawar yang selalu dikirim disertai kata-kata romantis menjijikan, Aludra tertekan.Terlebih lagi, hormon seorang ibu setelah melahirkan biasanya memang tak stabil."Ra, kenapa?"Aludra menoleh ke arah Aurora yang baru saja kembali setelah memberi camilan dari luar. Tak bisa setiap waktu dengan Arka, Auror