***"Gimana, Mas. Cantik enggak?"Arka yang sedang mengeringkan rambut menggunakan handuk, menoleh ketika Aludra melayangkan pertanyaan tersebut. Saat ini, Aludra sudah rapi dengan penampilannya.Mengenakan dress putih bunga-bunga berlengan pendek, Arka mengukir senyum karena jujur Aludra terlihat cantik."Cantik," jawab Arka. "Udah cantik kok.""Beneran?" tanya Aludra—sekali lagi meyakinkan.Jalan berdua bersama Amanda untuk pertama kalinya membuat Aludra mempersiapkan penampilannya serapi mungkin agar tak membuat mertuanya itu malu bersamanya. Aludra juga sudah berjanji untuk bersikap seanggun mungkin nanti."Iya beneran, Sayang," ucap Arka. Berjalan mendekat, dia menyelipkan bagian rambut Aludra ke belekang telinga. "Lagipula enggak usah dandan cantik banget, nanti kamu jadi bahan tontonan cowok nakal. Aku enggak suka.""Hm, iya deh. Gini aja cukup.""Nah."Selesai bersiap-siap, Aludra keluar dari kamar bersama Arka yang terlihat segar setelah mandi. Berbeda dengan Aludra yang suda
***"Lu, kartu kredit yang dikasih Arka, kamu simpan aja ya. Hari ini Mama yang belanjain kamu. Semenjak kalian nikah, kayanya Mama belum pernah belanjain kamu."Aludra yang sedang sibuk melihat-lihat dress yang digantung rapi berjejer lalu menoleh ketika ucapan itu dilontarkan Amanda."Tapi, Ma. Yang seharunya bayarin itu kan, aku. Masa Mama?" tanyanya."Ya enggak apa-apa," jawab Amanda. "Udah, kamu pilih aja mau yang mana, nanti tanyain sizenya ada enggak buat kamu.""Oh ya udah, Ma.""Ini butik langganan Mama, jadi untuk kualitas, kamu tenang aja."Aludra tersenyum. "Iya, Ma," jawab Aludra."Mama mau ke sana dulu ya, kalau ada apa-apa, panggil aja."Dijawab anggukkan pelan dari Aludra, Amanda melangkahkan kakinya ke sudut lain butik, sementara Aludra kembali melanjutkan kegiatannya.Namun, tiba-tiba saja Aludra terdiam ketika dia teringat Arka. Terhitung sudah setengah jam lebih dia pergi dari rumah, Arka sedang apa?"Mas Arka lagi apa ya?" gumam Aludra pelan. Penasaran, dia kemudi
***"Ini seriusan mau pulang aja, Lu?"Lagi, pertanyaan tersebut dilontarkan Amanda ketika mobil yang dia dan Aludra tumpangi melaju menuju jalan pulang.Perasaannya tiba-tiba saja tak enak, Aludra memang segera mengajak Amanda pulang setelah memilih tiga setelan dengan alasan tiba-tiba rindu Arka.Mungkin alasan yang dilontarkannya terkesan lebay, tapi nyatanya Aludra tak peduli karena yang dia inginkan sekarang adalah benar-benar pulang dan memastikan jika semuanya baik-baik saja, tanpa ada sesuatu yang terjadi."Iya, Ma. Pulang aja," kata Aludra. Dia yang semula memandangi jalanan langsung menoleh pada Amanda. "Enggak apa-apa, kan?""Enggak apa-apa," jawab Amanda. "Cuman itu kenapa wajah kamu kok kaya gelisah gitu, ada apa? Enggak ada sesuatu terjadi, kan? Kamu ... enggak berantem sama Arka, kan?"Aludra menggeleng. "Enggak, Ma," jawabnya. "Lulu sama Mas Arka enggak berantem kok, ini gelisah karena nahan pipis."Aludra berbohong. Feelingnya belum tentu benar, dia memilih untuk berb
***"Agh!"Arka menghempaskan tubuhnya di samping Aludra, setelah kurang lebih sepuluh menit penyatuan mereka berlangsung.Tak lama memang. Namun, nyatanya apa yang dilakukan Arka pada Aludra mampu menghentikan hasrat dan gairah gila yang sejak tadi menyiksanya, karena memang setelah meminum obat perangsang, yang dibutuhkan adalah pelampiasan.Meskipun, sekarang Arka dihadapkan dengan masalah besar karena harus menjelaskan semuanya pada Amanda, Dewa, juga Aurora. Setidaknya, dia bersyukur karena tak jadi melakukan sesuatu yang macam-macam dengan Rania.Sungguh, tak bisa dibayangkan bagaimana jadinya kalau Amanda tak datang. Setelah meminum minuman itu Arka memang sadar, tapi kesadarannya hampir kalah dengan gairah yang benar-benar memuncak."Mas." Aludra yang masih tidur di sisi Arka—dengan selimut yang menutupi tubuhnya, memandang Arka yang sontak menoleh ketika dia memanggil."Lu," kata Arka. Perlahan—masih dengan kondisi yang telanjang, Arka mengubah posisi tidurnya jadi menyamping
***"Seharusnya aku lebih waspada."Arka menyandarkan tubuhnya pada jok mobil yang dikendarai langsung oleh Aksa. Datang ke rumah di saat yang tepat, Aksa langsung menyanggupi dengan senang hati ketika Amanda meminta dia mengantar Arka pergi ke rumah sakit.Hasrat gila sialan itu datang setelah Arka meminum minuman pemberian Rania ditambah pengakuan perempuan itu yang samar-samar dia ingat, Arka akhirnya menelepon dokter Giza dan meminta tolong. Cukup akrab, pada akhirnya Arka dipersilakan datang ke rumah sakit untuk melakukan pengetesan di lab tentang kandungan pada minuman tersebut dan ternyata benar.Minuman yang diminum Arka mengandung obat perangsang dari jenis yang cukup berbahaya karena memiliki dosis yang tinggi."Udahlah, semua udah terjadi. Yang terpenting sekarang kita ada bukti buat keluarin Rania dari rumah," ujar Aksa. "Kalau perlu laporin sekalian dia ke kantor polisi.""Enggak usah," ujar Arka.Aksa mengerutkan keningnya lalu menoleh sekilas pada sang adik. "Kenapa eng
***Suasana kembali seperti biasa setelah Rania pergi, Arka, Aludra juga keluarganya yang lain kini menggelar makan siang bersama di dekat kolam renang.Tak di meja, mereka memutuskan untuk menggelar karpet dan makan lesehan di bawah dan tentu saja ide tersebut dicetuskan oleh Amanda.Bekerja sama dengan besannya—Aurora, Amanda sibuk menghangatkan semua masakan di dapur, sementara Aludra dan Arka berkumpul dengan yang lainnya di pinggir kolam renang.Suasana tambah ramai karena kehadiran Ananta juga ketiga anaknya. Aileen yang santai bermain ipad di pangkuan Aksa, sementara Danial juga Azura sibuk merangkak ke sana kemari dijaga dua pria berusia matang, Dewa dan Dirga."Sini ganteng, ke Opa!" Dewa berseru bahagia ketika Danial merangkak ke arahnya. Menggendong tubuh balita gembul itu, Dewa membawa Danial mendekati Aludra yang sejak tado terus menempeli Arka, seola takut sedikit saja jarak memisahkan, Arka diambil orang."Heh kalian, kapan kasih ini buat Papa?" tanya Dewa sambil menunj
***"Mama sama Papa pulang dulu ya, kalau ada apa-apa jangan lupa telepon.""Iya, Ma. Padahal, kenapa enggak nginep aja sih?"Aludra bertanya setengah merengek di depan Aurora ketika tepat pukul tujuh malam, mama juga papanya itu berpamitan bersamaan dengan Amanda juga Dirga yang pulang.Berkumpul seharian rasanya sudah cukup. Meskipun, sempat diwarnai insiden, setidaknya rindu Aurora pada Aludra sudah terobati. Namun, entah kenapa feelingnya tetap sama seperti tempo hari. Aurora merasa aura berbeda pada putrinya. Bukan Alula, dia masih merasa gadis berambut coklat di depannya adalah Aludra, karena memang dia Aludra, bukan Alula."Pengennya gitu, tapi besok Papa ada meeting penting, Sayang. Enggak enak kalau diundur," ungkap Aurora. "Nanti lagi deh ya."Aludra mengangguk. "Iya," jawabnya, lalu sedetik kemudian perhatiannya beralih pada Arka yang juga mengantar pulang orang tuanya sampai mobil mereka pergi. "Pokoknya harus sering-sering ke sini.""Pasti, Sayangku," kata Aurora. Dia kem
***"Darimana, Mas?"Arka yang baru saja masuk ke dalam kamar memandang Aludra yang kini duduk di pinggir kasur. Tadi saat gadis itu mandi, Arka memang turun ke bawah untuk mengunci semua pintu. Tugas yang biasanya dilakukan oleh Rania."Habis ngunci pintu," kata Arka. "Udah mandinya?""Udah," jawab Aludra. "Kalau belum aku enggak akan ada di sini kali.""Ah iya, aku lupa," kata Arka. Menutup pintu kamar lalu menguncinya, dia berjalan mendekati Aludra lalu duduk di samping gadis itu yang ternyata sedang memegangi sesuatu."Udah diminumnya?" tanya Arka. Namun, Aludra menggeleng.Sejak beberapa menit yang lalu dia memang hanya memegangi kemasan pil kontrasepsi tersebut tanpa membukanya, karena tiba-tiba saja Aludra bimbang.Mendengar ucapan-ucapan Dewa, ternyata bisa membuat Aludra goyah. Entah kenapa, senyuman sang Papa ketika melihat Danial dan Azura membuat Aludra merasa bersalah karena sudah menunda kehamilan.Dewa sudah menginginkan cucu, sedangkan dirinya harus menunggu Alula kem