Sudah beberapa hari ini tidak ada teriakan dari kamar sebelah rumahku. Serafin hanya berdiri di balkon kamarnya sebentar. Melempar senyum lalu menghilang. Kadang aku merasa rindu dengan tingkah konyolnya.
Hari ini juga dia tidak membuat onar. Aku duduk di balkon lalu memperhatikan kamarnya. Lampu kamarnya tidak menyala. Tandanya tidak ada orang di sana.
Aku iseng memeriksa ember yang diikat dengan tali yang menghubungkan kamarku dan kamar Serafin. Betapa kagetnya aku, di ember itu sudah dipenuhi oleh bermacam-macam barang.
Ada beberapa coklat, pesawat kertas dan bunga mawar yang masih segar. Sepertinya baru saja diberikan olehnya.
Aku mengambil bunga mawar itu dan menciumnya. Aroma lembut langsung mengingatkan aku pada sang pemberi. Aroma sangat enak untuk dicium terus.
"Serafin kemana sebenarnya," kataku pelan. Aku melirik ke arah sebelah lagi.
Tiba-tiba lampu kamarnya menyala. Sesosok laki-laki tinggi dengan rambut acak-acakan keluar dari sana dan berdiri di dekat pagar balkon.
Serafin masih mengenakan kemeja dan dan dasi yang sudah dilonggarkan. Wajahnya terlihat lelah tapi kesan sexy terpancar kuat.
Rambut berantakan dengan wajah lelah tapi masih terlihat sangat tampan. Dia kemudian tersenyum padaku. Tubuhnya disandarkan pada pagar balkon. Dengan kedua tangan memegang pagar.
"Suka hadiah kecilnya," katanya mengacak-acak rambutnya yang sudah acak-acakan. Tanganku kok terasa gatal ingin merapikan rambutnya. Walaupun wajahnya terlihat lelah, tapi mata dengan iris hijau besarnya masih sangat memancarkan semangat.
Aku yang tertangkap basah. Sedang menikmati salah satu hadiah kecilnya. Membuat wajahku bersemu merah, seperti bunga mawar yang baru saja mekar. Sangat kentara dan tidak bisa disembunyikan warnanya.
Berbohong pun aku sudah tidak bisa. Lebih baik jujur, tapi mungkin sedikit ngeles. Sebenarnya malu sekali, tapi yaudahlah tidak mungkin juga aku kabur. Serafin bisa membuat ulah.
"Siapa sih yang gak suka hadiah. Semua orang pasti suka. Apalagi makanan," kataku sok santai meletakan setangkai bunga itu di atas meja. Mengambil coklat lalu memakannya.
Aku melirik ke arah serafin yang tersenyum jenaka. Lagi-lagi memperlihatkan barisan gigi putihnya yang rapi. Paling kusuka adalah gigi taringnya yang tajam dan terlihat indah.
"Itu kan cuman hadiah kecil. Mau aku kasih hadiah besar gak?"
"Apa?" tanyaku pada Serafin. Laki-laki tampan itu menaikkan turunkan alisnya untuk menggodaku.
"Mahar lah," katanya lalu tertawa.
"Gila," makiku lalu ikut tertawa denganya. Hanya sebentar saja aku sudah bisa masuk ke dalam cara candaan Serafin.
"Beberapa hari ini, lo kangen gue gak? Gue kangen banget sama lo, tapi kalau gue males kerja. Nanti anak-anak kita gimana dong. Gue udah mikir punya anak 11 biar rame," katanya sungguh-sungguh.
"Zaman sekarang lo masih mikir punya anak 11. Lo mau bikin satu tim sepak bola?"
"Kalau bikin satu tim sepak bola. Butuh cadangan juga. Yaudah kita punya anak 14 aja. Biar ada yang jadi cadangan," kata serapi sambil mengacungkan jempolnya padaku. "Tenang aja. Gue pekerja keras, jadi gak ada tu anak yang bakal terlantar. Nafkah aman, duit bulanan buat lo juga aman."
"Lo yakin banget, gue mau nikah sama lo," kataku sambil memakan coklat yang diberikan Serafin.
"Yakin lah. Gue yakin lo itu jodoh gue. Kalau bukan jodoh gue, gue cari jodoh buat jodoh lo. Biar lo jadi jodoh gue.
"Gila," kataku hampir tersedak karena ucapan Serafin.
"Ah…. Gue tergila-gila sama lo Lunar. Ayo dong nikah sama gue. Gue baik kok," katanya merayu.
Mata bulatnya menatapku penuh harap. Doa seperti anak kucing sekarang. Terlihat imut dan menggemaskan, tapi tunggu dulu. Dia itu mesum, jadi harus waspada.
"Bentar gue punya hadiah lagi buat lo," kata Serafin lalu meninggalkan aku dan masuk kedalam kamarnya.
Aku menatap langit yang dipenuhi bintang hari ini. Ternyata indah juga, entah karena Serafin atau apa? Aku merasa malam ini jauh lebih indah daripada malam sebelumnya.
Serafin kembali dan menarik tari yang diikatkan ke ember. Sebelumnya talinya tidak ada, tapi karena aku tidak mau mengembalikan ember kesebelah. Serafin mengancam akan masuk kedalam kamarku, sehingga terpaksa ku kembalikan.
Setelah itu dia mengikat tali tambahan. Agar lebih mudah memindahkan ember itu dari kamarku ke kamarnya.
Serafin kemudian meletakan satu benda dan mendorong ember itu. Dengan perlahan ember itu menuju padaku.
Aku melihat apa yang diletakan oleh serafi. Ternyata dia memberiku sebotol parfum. Aku membuka tutup parfum dan menyemprotkan sedikit.
Aroma manis vanila langsung menyebar ke sekelilingku. Wanginya lembut dan menenangkan. Selera Serafin sungguh bagus sekali.
"Suka gak?" tanya dari seberang.
"Suka wanginya lembut, enak gak bikin eneg," kataku jujur.
"Lo tau gak kenapa gue beli parfum ini buat lo?" tanyanya. Aku hanya menggeleng, penasaran kenapa dia membeli parfum ini untukku.
"Karena wanginya enak dan lembut. Gak bikin eneg juga, kalau dicium terus menerus." Kini giliran serafin yang menggeleng.
"Itu bisa dijadikan alasan sampingan. Kalau alasannya utamanya bukan itu?"
"Terus apa?"
"Alasanya karena parfum ini bikin gue inget lo. Wanginya lembut dan bikin lapar. Gue jadi pengen gigit lo," katanya lalu ngakak. Aku langsung melotot padanya.
"Dasar mesum," kataku ketus.
"Bukan mesum. Gue normal, laki-laki normal. Mana ada cowok yang gak kepikiran buat gigit, cium dan peluk cewek yang dia suka?"
"Tapi gak terang-terangan juga bilang kalau mereka sangean," kataku membantah.
"Gak terang-terangan bilang tapi kalau ada kesempatan raba-raba. Gue kan gak gitu, gue kasih peringatan. Biar gak terjadi hal itu. Gue sangean tapi gak mau cari kesempatan dalam kesempitan. Kalau dalam keluasan boleh lah," katanya lagi.
"Dasar mesum!"
"Makanya terima lamaran gue. Biar gue gak gini lagi. Ayolah Lunar nikah sama gue. Bukan karena masalah sangean doang, tapi karena gue cinta banget ke lo."
"Kita baru aja ketemu tapi lo udah bilang cinta banget. Mana bisa gue percaya."
Serafin malah cemberut mendengar penolakanku lagi. Dia masuk kedalam kamarnya lagi. Kukira dia ngambek dan memilih meninggalkan aku.
Ternyata dia kembali untuk mengambil guling ku. Serafin kemudian duduk dan memeluk guling kesayanganku yang sekarang menjadi guling kesayangannya.
Dia menatapku dengan serius. "Lunar cinta itu bukan seberapa lama kita saling mengenal, tapi seberapa yakin kita pada orang itu. Cinta itu seberapa besar komitmen dan cara kita menjaganya. Caraku menjaga cintaku padamu adalah dengan menjadikanmu milikku seutuhnya. Menjaga dengan baik, tanpa niat untuk mencicipi walaupun aku ingin. Jujur Lunar cintaku penuh nafsu, tapi aku tidak ingin cintaku dibakar oleh nafsu itu hingga rusak."
Serafin tersenyum tulus padaku. Ternyata di balik sikap anehnya. Dia juga bisa sangat serius seperti ini.
"Lagian siapa bilang gue baru kenal lo," katanya lagi membuatku semakin bingung.
"Lo kenal gue sejak kapan?" tanyaku penasaran.
"Kapan ya," katanya berhenti sebentar, "Besok aja gue kasih tau. Gue mau meluk guling dan tidur. Lo mau ikut gak, tapi akad dulu cuman butuh nyari dua saksi. Abis itu langsung bisa bobo bareng gue," katanya jenaka.
"Gila!"
"Aku tergila-gila padamu Lunar," kata serafin lalu meninggalkan aku. Dia masuk kedalam kamarnya dan tidak keluar lagi.
Serafin meninggalkan aku dalam keadaan penasaran. Sejak kapan dia mengenalku.
Aku sudah mulai terbiasa setiap pagi dibangunkan oleh alaram hidup yaitu Serafin. Tetangga sebelah yang ganteng, tapi rada sinting dan mesum.Setiap pagi juga dia selalu memberiku hadiah dan surat cinta, yang isinya unik dan ajaib. Kadang aku bisa tersedak ludah sendiri jika membaca isi suratnya. Pokoknya hari-hariku sangat luar biasa karena ada Serafin."Tetangga, kamu cantik hari ini dan aku mau nikahi," kata Serafin yang sedang duduk di balkon kamarnya. Menikmati secangkir teh yang masih mengepulkan asap dan kue."Tetangga… woy tetangga, tidakkah kamu mau menikmati secangkir teh denganku. Kalau bisa dalam pangkuanku."Aku keluar kamarku dan menuju balkon. Bersandar pada pagar pembatas, dengan kedua tangannya menggenggam besi pagar yang di cat putih.
Seberapa keras pun aku berpikir. Aku tidak dapat menemukan jawaban, kenapa Serafin jatuh cinta padaku. Kami baru saja kenal dan dia seperti sudah tergila-gila padaku. Apakah benar jika cinta sedangkal itu? Bertemu sekali, mendengar suaranya yang lembut dan melihat senyumnya yang indah. Semua itu langsung bisa membuat jatuh cinta sedalam itu. Semuanya tidak masuk akal. Aku mengambil contoh dari kedua orang tuaku. Mereka menikah dan hidup dalam waktu yang lama. Bahkan memiliki aku, tapi mereka tidak bisa saling mencinta dan memilih untuk berpisah. Jika yang hidup tahunan saja, tidak bisa jatuh cinta. Kenapa yang kenal baru sebentar, sudah jatuh cinta dan ingin menikah. Tidakkah Serafin takut, jika cintanya hanyalah semu. Lalu saat dia sadar makan dia akan memilih untuk pergi.
"Cantik mau kemana?" tanya serafin saat aku meraih pintu mobilku dan hendak masuk kedalam. Hari ini aku ada urusan di kampus dan terpaksa harus kesana. Sebenarnya aku sedikit ragu untuk ke kampus sendirian karena takut hal yang tidak diinginkan terjadi. Tante Wenda pasti sedang mengawasi aku dengan ketat. Sedikit saja ada peluang untuk mencelakakan diriku. Pasti dia menggunakan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya. Ambisinya untuk menguasai harta keluarga ku sangat besar. "Mau ke kampus, ada tugas yang harus aku kumpulkan," kataku sok cuek. Padahal aku curi-curi pandang padanya. Serafin terlihat sangat tampan dengan kaos dan celana jeans yang berwarna hitam. Sangat kontras dengan kulitnya yang putih dan iris matanya yang hijau terang.
Sekarang sekelilingku sudah dikerumuni banyak orang. Mereka membuka pintu mobilku dan membantuku keluar dari dalam mobil. Aku keluar dengan keadaan linglung dan gemetaran.Aku bahkan tidak bisa mencerna setiap ucapan dan pertanyaan mereka. Otakku mendadak membeku dan bibirku tidak bisa mengucapkan sepatah katapun. Tatapan mataku juga hanya menatap pada mobil yang menyalip dan mengorbankan dirinya untuk ditabrak.Aku kenal sekali pada mobil itu, tapi otakku tidak bisa mencerna itu milik siapa. Diam ku membuat orang-orang menatapku aneh."Maaf pak, seperti dia syok berat sehingga sedang linglung parah. Biasanya kondisi seperti ini tidak bisa mencerna apa yang bapak-bapak katakan," kata orang itu dengan suara pelan. Menjelaskan kondisi ku pada orang-orang sekitar.
Ternyata otakku tidak bisa melupakan seringai Serafin saat ingin memanaskan mobilku. Aku mungkin sempat rapuh, tapi keraguan kini menghampiriku lagi.Aku juga tidak tau harus berbuat apa. Selain menjauh dari Serafin, walaupun dia terus berteriak dari balkon kamarnya. Aku memilih untuk mengabaikan dirinya. Aku juga tidak keluar kamar saat tau Serafin ada di rumahku.Sejujurnya aku juga merindukan senyum cerah itu. Iris mata hijau terangnya membuatku sangat rindu. Hanya saja otakku terus berpikir jahat tentangnya.Aku juga memilih mengurung diriku di dalam kamar. Tidak banyak keluar, mama dan om Rendi hanya diam. Mereka mungkin berpikir aku butuh waktu sendirian. Sehingga membuatku mengurung diri di dalam kamarku."Lunar… lunar… lunar…. Main y
Aku hampir saja ketiduran saat menunggu serafin pulang kerja. Rasanya tidak sabar menunggu dia pulang kerja. Aku benar-benar ingin memeluknya dan meminta maaf. Aku terus melirik ke arah jendela kaca. Berharap melihat sesosok serafin yang benar-benar kurindukan. Sudah beberapa hari ini aku mengabaikan dirinya. Jahat sekali aku memperlakukan Serafi, karena masa laluku. Aku menganggap semua orang itu sama. Harusnya aku tidak memukul rata setiap orang. Waspada boleh tapi overthinking, harusnya aku tidak melakukannya. "Lama banget pulangnya," kataku mengeluh. Padahal aku membiarkan Serafin menungguku dan berteriak-teriak berjam-jam di balkon kamarnya. Memang menunggu itu hal yang paling tidak menyenangkan. Apalagi menunggu dengan rasa bersalah yang memenuhi rongga dada. Sungguh tidak menyenangkan dan terasa
[Tante berharap, supaya kamu bisa hadir di acara pengajian yang tante buat untuk almarhum papamu.]Pesan dari tante wenda membuat kepalaku pusing seketika. Kali ini apalagi yang akan direncanakan oleh tanteku itu. Setelah rencana untuk mencelakakan aku kemarin gagal. Pasti tanteku itu membuat rencana baru lagi.Apakah dia tidak lelah terus merencanakan kejahatan untuk mencelakakan aku demi harta warisan. Padahal saat nenek dan kakek masih hidup. Tante wenda juga sudah diberikan bekal untuk hidup. Bahkan kakek mementikan satu perusahaan yang cukup besar untuknya.Sekarang setelah papa meninggal. Tante wenda merasa berhak memiliki apa yang harus nya menjadi milikku. Dia tidak bahkan tidak segan-segan kecelakaan aku.[Lunar usahakan untuk hadir tante.]
Suara ledakan dari kembang api yang mencapai puluhan. Memendam suaraku, sehingga Serafin pasti tidak mendengar suaraku.Aku menatap ke arah langit malam yang di ditaburi bintang dan pantulan cahaya kembang api yang indah. Di balkon juga terlihat sosok tampan Serafin. Bersandar di pagar balkon. Rambut dan kaos yang dipakainya ditiup angin.Wajahnya yang terlihat bercahaya apalagi saat kembang api meledak dan menyemburkan pantulan cahaya warna-warni yang indah. Serafin tersenyum sangat manis dan menatapku tulus.Tiba-tiba air mata menetes di pipiku. Seumur hidupku tidak ada orang semanis ini padaku. Hanya Serafin yang selalu memberiku kejutan yang luar biasa."Setelah ini tetangga lain akan komplain padaku," katanya riang. Tidak ada nada kekha