“Lebih baik Pak Regan menikah dengan Kimberly. Mama sangat mendukung hal itu.”“Maksud kamu apa, Reina?” Regan menatap dalam manik mata milik istrinya. Terlihat ada kekhawatiran di sana.“Tidak ada yang menyukaiku, Pak. Aku selalu jadi masalah di keluarga ini. Reina merasa tidak pantas.”“Stop, jangan berbicara seperti, Reina. Kita jalani semua ini sama-sama. Aku janji tidak akan pernah meninggalkan kamu.” Regan menggenggam erat kedua tangan Reina.Namun wanita itu justru melepaskannya. Ia bangkit dari duduknya dan berjalan pelan menuju jendela kamar.“Tapi Reina tidak biasa memberikan seorang cucu. Sedangkan Mama dan Papa sudah menginginkannya.”Regan ikut berdiri. Ia segera menghampirinya istrinya. “Dengarkan aku, Reina. Kita menikah baru beberapa bulan. Masih banyak waktu. Aku yakin suatu saat nanti kita akan diberikan sebuah kepercayaan untuk menjadi orang tua dari anak-anak kita.”“Tapi, Pak?”“Tidak ada tapi-tapian, Reina. Apapun yang terjadi, aku tidak akan pernah menikah lagi.
Hari Minggu telah tiba. Reina dan Regan bersiap untuk datang ke acara pernikahan Amira. Hari itu Reina belum jadi menemui Amel. Entah mengapa kakak tirinya tersebut juga tidak menghubunginya lagi. Reina terpaksa berbohong kepada Regan. Ia tidak menceritakan tentang Amel kepada suaminya tersebut. Mungkin yang menyuruh Amel telepon adalah ayahnya yang sedang rindu. Atau mungkin kakak Reina tersebut hanya iseng-iseng saja. “Sayang ... sudah siap?” tanya Regan penuh antusias. Reina mengangguk pelan. Ia dirias di salon mansion dengan make up yang tidak terlalu menor ataupun berlebihan. Mereka sama-sama mengenakan pakaian warna hitam. Regan memperhatikan penampilan sang istri dari atas sampai bawah tanpa berkedip. “Kamu sangat cantik, Sayang.” Regan mengecup pelan punggung tangan istrinya. Sementara Reina terlihat malu-malu kucing. Reina merasa cukup lega karena Kimberly sudah dijemput orang tua mereka. Dan Claudia tentu saja tidak bisa menahan wanita itu untuk tidak pergi. “Sedang
Regan memberikan ucapan selamat kepada Jeffan seraya menyerahkan kado yang dibawanya.“Selamat, Jeffan. Akhirnya sold out juga.”Tangan kanan Regan menggenggam tangan Jeffan. Sedangkan tangan kirinya menepuk pundak Jeffan dan berusaha memeluknya.“Kadonya besar sekali, Bos!” Jeffan merasa terharu. Beberapa hari yang lalu ia sudah mendapatkan sebuah mobil. Dan sekarang Regan masih memberinya lagi hadiah yang tak kalah mahal.“Sudah, jangan cengeng!” Regan meninju bahu Jeffan. Ia masih tak percaya jika asisten kepercayaannya itu sudah menikah.Mereka mengambil foto berempat. Namun hanya sekali. Selanjutnya Amira tidak mau ikut. Entah kenapa.‘Mengapa rasanya aneh melihat Amira. Sepertinya dia tidak benar-benar bahagia. Sementara Jeffan terlihat sangat mencintainya. Apa yang terjadi kepada Amira?’ batin Reina bertanya-tanya.“Ayo, Sayang. Kita foto lagi. Kok malah bengong, sih?!” Ucapan Regan menyadarkan Reina. Wanita itu tersenyum kikuk di hadapan suaminya.Beberapa jam telah berlalu. R
Keesokan harinya Regan dan Reina benar-benar keluar dari rumah mansion mewah itu. “Kalian yakin mau tinggal sendirian?” tanya Justin sedikit terkejut. Walau bagaimanapun ia nyaman tinggal bersama anak kandungnya itu. “Iya, Pa. Tekad kami sudah bulat. Lebih baik kami mencoba hidup mandiri.” “Baiklah. Papa cuma bisa merestui. Kalau ada apa-apa beri kabar. Papa tinggu kabar baik dari kalian.” Claudia muncul dari belakang. Ia ikut menghampiri Regan dan Reina. “Kenapa pergi dari sini? Sudah bosan?” tanya wanita itu sinis. “Sudah, Ma ... tidak perlu seperti ini. Biarkan saja mereka hidup mandiri. Mereka juga butuh privasi.” “Kenapa Papa jadi belain mereka?” Claudia merasa kecewa. “Baiklah. Mama tunggu kabar kehamilan dari kamu secepatnya. Jangan lama-lama.” “Kami pamit, Ma.” Regan menyalami papa dan mamanya. Begitupun Reina meski tak disambut dengan baik oleh Claudia. Regan mengajak Reina menempati rumah baru mereka. “Pak Regan ... kita tidak jadi tinggal di apartemen?”
Danny sedang duduk bersama Amel. Putrinya itu terlihat sangat sibuk dengan ponselnya.“Amel ... tolong hubungi, Reina. Katakan jika ayah rindu kepadanya.”Lelaki paruh baya itu terbatuk-batuk. Ia merasakan jika kesehatannya semakin menurun. Danny merindukan putri kesayangannya.“Kenapa sih, Yah? Ayah butuh uang? Amel lagi nggak punya nih. Maaf.”“Bukan begitu, Amel. Ayah cuma—”“Iya deh nanti Amel kasih tau, Reina.” Wanita itu membatin di dalam hatinya. ‘Aku juga lagi butuh dia.’“Kenapa tidak mencoba menghubunginya sekarang? Oh, ya. Hari ini ayah lihat kamu tidak masuk kerja,” ungkap Danny kemudian. “Kamu kapan menikah, Amel?”“Belum ada yang cocok, Ayah. Amel masuk dulu ke kamar.” Tanpa melihat ke arah Danny, Amel langsung pergi begitu saja. Sepertinya ia kesal mendengar pertanyaan ayah tirinya.Danny geleng-geleng kepala. Umur Amel sudah sangat cukup untuk menikah. Sementara Reina saja sudah menikah dan bahagia bersama Regan. “Apakah sebaiknya aku jodohkan Amel dengan anak temanku?
“Sebaiknya kita segera pulang, Reina. Perasaanku jadi tidak enak,” ajak Regan setelah menunggu beberapa menit lamanya di tempat itu.“Pak Regan benar.” Mereka berjalan beriringan hingga ponsel Reina berdering. “Sebentar, Pak. Reina angkat dulu teleponnya.”“Apa?” Reina merasa sedih setelah berbicara dalam telepon.“Ada apa, Sayang? Siapa yang telepon?” tanya Regan khawatir.“Ayah jatuh dan tak sadarkan diri, Pak. Sebaiknya kita segera ke rumah Ayah.”“Baiklah, ayo!” Cepat-cepat mereka masuk ke dalam mobil.Reina terlihat sangat resah. Ia takut Danny kenapa-napa.“Kamu tenang, ya? Semoga ayah baik-baik saja. Aku yakin jika Ayah adalah lelaki yang kuat.”Reina mengangguk lemah. Kini ia merasa sedikit tenang setelah Regan menyemangatinya.Tiba di rumah Danny, Reina langsung berjalan cepat dan mengetuk pintu rumah di hadapannya. Regan memang telah memberikan rumah yang layak kepada keluarga Reina. Seperti janjinya dulu saat menawari pernikahan kontrak kepada wanita itu. Hanya saja Reina
Rafa mengangguk semangat.“Kakak khawatir ya sama Kak Regan? Dia kok nggak nyariin Kakak, ya?” Rafa mendongakkan kepalanya. Melirik ke atas seolah tampak berpikir.Tiba-tiba Reina teringat akan kejadian tadi. ‘Jangan-jangan Pak Regan masih digodain Kak Amel. Ah, tidak! Reina tidak rela.’Wanita itu geleng-geleng kepala.“Kenapa Kak Reina? Mikirin apa sih?” tanya Rafa penasaran.“Em ... tidak apa-apa, Sayang. Sebaiknya kamu segera tidur, ya? Sekarang sudah malam.” Jemari Reina mengusap lembut kepala adiknya.Rafa menganggukkan kepalanya. Ia meminta Reina menyanyikan lagu untuknya.Beberapa menit telah berlalu. Rafa sudah tertidur begitu lelap. Reina pun ingin ikut tidur karena merasa capek. Ia sampai melupakan suaminya.Namun tiba-tiba terdengar pintu kamar diketuk dari luar.“Siapa?” tanya Reina.Tak ada jawaban.“Pasti Pak Regan! Malas sekali.” Reina mencoba tak menghiraukan, tetapi pintu terus-menerus diketuk dari luar.Dengan terpaksa Reina bangkit dari kasur. Ia berjalan pelan mem
Setelah kepergian ulat bulu satu itu, Regan memeriksa isi bekal makan siangnya. Lelaki itu tersenyum manis lalu mulai mengirim pesan kepada Reina.[Terima kasih makan siangnya, Sayang.]Regan menanti balasan pesan dari Reina sambil menikmati makanan yang ada di depannya. Berkat makan siang itu, moodnya kembali membaik.“Semoga Pak Regan suka dengan makanannya. Maaf tidak bisa datang sendiri. Apakah Kak Amel berbuat macam-macam kepada Bapak, hem?”Balasan pesan dari Reina sukses membuat Regan senyum-senyum. Ia senang jika istrinya cemburu.[Makanannya sangat enak. Kamu sangat mengerti jika aku merindukan masakan kamu. Apalagi orangnya. Amel ke sini meminta uang karena aku belum sempat mengirimkan uang untuknya dan untuk kebutuhan keluarga.]Reina merasa tidak enak hati kepada Regan. Tetapi ia juga tidak bisa berbuat apa-apa.“Maafkan Reina ya Pak Regan. Keluarga Reina jadi memanfaatkan Bapak.”[Kenapa harus meminta maaf? Ini semua sudah janjiku. Aku juga sudah mengirimkan uang untukmu.