Ramai suasana di tenda pengungsian, bahkan terlihat Shanum yang sedang ikut permainan ular naga bersama ibu-ibu lainnya. Khusus anak-anak dan ibu-ibu dipisah. Tapi masih dalam permainan yang sama, berbeda halnya dengan Rian yang tampak heran, memandang Shanum dari kejauhan. Kok bisa sesehat itu? Bukannya tadi lagi sakit ya?" batin Rian heran. Dirinya langsung dekati Shanum saat itu juga dan colek punggungnya. "Mbak.."Tentu saja Shanum menoleh. "Eh mas Rian, dari tadi mas?" tanya Shanum. "Ini mbak udah sehat? Katanya sakit?" tanya Rian yang langsung dihampiri oleh Doni saat itu juga. "Mbak Shanum enggak jadi sakitnya pak." ucapnya seraya nyengir. Tentu saja membuat Rian langsung geram. "Oh jadi ini semua ulah kamu, kamu yang buat mbak Shanum pura-pura sakit hanya untuk membuat saya kesini?" tandas Rian. "Lebih tepatnya iya." "Benar-benar ya. Mau saya pecat kamu?" tanya Rian kesal. "Jangan atuh pak, saya masih pengen kerja. Nanti anak istri saya gimana makannya, masa disuruh makan s
Gavin baru saja selesai bekerja, ia segera pulang. Tapi ia cukup kaget saat melihat Diana masih berada di dalam restorannya dalam keadaan tertidur. Gavin segera membangunkan Diana. "Eh Di, bangunlah udah malem nih. Lo enggak pulang apa? Buset dah pules amat sih. Di, bangun!" ucap Gavin berulang kali membangunkan tapi tak kunjung bangun, hingga ia coba membisikinya dan meniupkan telinganya dengan mulut baru Diana terbangun. "Eh elo Vin, kok belum pulang?" "Elo yang belom pulang! Kenapa emang masih disini? Orang tua lo nyariin aja entar. Pulang sana." ucap Gavin. Diana menguap. "Enggak mungkin lah, kerjaan dirumah aja berantem mulu, mana ada mikirin gua." ucapnya dengan santai. "Yaudah lo mau nginep disini? Gue tinggal ya?" tanya Gavin. "Emang boleh?""Pea lo, mau ditutup ini buruan." ucapnya yang langsung mengambil kunci untuk menggembok restorannya. "Duh tunggu lah."Beberapa saat kemudian restoran pun sudah digembok, Gavin membonceng Diana dengan motornya. "Makasih ya udah nganter
"Loh kenapa memangnya bu?" "Karena saya... Merasa kalau pelaku sudah jera jadi saya merasa tidak berhak untuk menuntutnya lagi, saya ingin dirinya bebas pak." "Maaf bu, tapi tidak bisa. Karena pelaku sudah ketahuan mencuri bahkan dilengkapi juga dengan beberapa buktinya, ini adalah hukuman yang sepadan untuk perbuatannya itu. Dengan sangat berat hati, saya meminta maaf dan pelaku akan tetap dihukum sesuai pasal dan undang-undang yang berlaku." ucap polisi itu kemudian menutup teleponnya. Shanum hanya bisa menghela nafas, karena tidak mungkin dirinya meminta-minta apalagi memohon kalau dirinya ingin mencabut tuntutan itu. Jelas tidak mungkin. Shanum mau tak mau harus menceritakan ini semua pada Rian, apalagi ia merasa tidak memiliki siapapun yang cukup bisa melindunginya dari preman itu. Setelah menceritakan semua hal yang terjadi kemarin padanya, Rian pun langsung mengatakan. "Mbak tunggu sana ya, saya antar ke pasar sekarang. Pokoknya tiap hari akan selalu saya antar jemput." uca
Jaka memberi komentar, meluruskan."Tapi bu, seharusnya sebagai mahasiswi terpelajar, waktu di perpustakaan dan waktu luang itu digunakan untuk belajar. Bukannya sibuk ngegosipin orang." ucap Jaka bermanuver, langsung memukul telak ibu salah satu mahasiswi itu. Ibu itu masih tidak mau kalah."Tapi pak, jangan hanya berkata manis seperti itu di mulut, saya pun tahu kalau kelakuan bapak ini kurang terpelajar karena telah berselingkuh dengan perempuan ini dan memutuskan untuk mengakhiri hubungan anda dengan mantan istri anda, padahal baginya anda tidak lebih walinya, orang tuanya!" "Kok jadi nyambung ke masalah pribadi saya sih? Ibu memang sudah benar menjadi seorang istri? Atau masih berlindung di dibalik dompet suami?""Jaga ya mulut anda! Suami saya itu baik, tidak seperti anda!" Dosen itu hanya bisa menghela nafas mendengar keributan yang terjadi diantara mereka. "Hadeh... sudah-sudah stopp! Ini kok jadi saling ribut sih? Bapak, ibu... coba deh tenangin sedikit. Kalau kalian sebag
Rian sedang berada diruang kerjanya, ia mendadak teringat dengan perkataan Shanum kemarin yang berkata kalau dirinya sedang diintai oleh para preman. Gimana keadaannya sekarang ya? Khawatirnya Shanum terlepas dari penjagaan para bodyguard itu dan preman itu kembali melabraknya.Ia pun memutuskan untuk menelepon Shanum. Telepon tersambung. "Halo mbak gimana kabarnya?" tanya Rian namun tiba-tiba saja telepon langsung dimatikan oleh Shanum. "Loh, dimatiin? Kenapa ya?" Rian cemas dan langsung berpikir aneh-aneh seperti Shanum diculik segala macam. Ia berniat meneleponnya lagi. Namun Delia mengetuk pintunya duluan dan masuk tanpa permisi, mendekatinya."Hai, apa kabar...."Disaat yang sama muncul Doni ikut masuk ke dalam ruang kerjanya membawa berkas dan memberikan pada Rian. Doni berbisik. "Ciye istri pertamanya nongol." bisiknya. Rian mengancam. "Enggak usah mancing-mancing kamu. Dia bukan istri saya." bisiknya. "Yan, kamu rencana makan siang sama siapa? Enggak ada kan ya? Yuk kita mak
"Jadi besok kan aku mau ikut kegiatan Mapala, om mau gak antar aku ke bus besok pagi?" "Boleh. Jam berapa?" "Jam enam pagi om.""Sip. Oke oke." "Oke deh, aku tutup ya om." "Eh tunggu dulu.""Kenapa om?" "Bisa tolong sampein sesuatu gak ke Gavin?" Disaat yang sama Gavin masih sibuk menulis lamaran pekerjaannya, sekalipun besok ia harus ikut kegiatan Mapala, ia ingin lamaran pekerjaan yang dirinya buat sekarang dapat menghasilkan di beberapa hari berikutnya. Semoga saja. Ia kini berada dihadapan sebuah restoran, ia niat menaruh banyak lamaran disana. Ia sangat berharap salah satu dari lamarannya dapat membuahkan hasil. Bagaimanapun ia mesti memegang uang sepeninggal dirinya yang tidak lagi bergantung pada ayahnya. Ia hanya ingin membuktikan saja kepadanya kalau ia mampu hidup tanpa dirinya. Tapi mendadak ia ditelepon oleh Riko. Ia mengangkatnya. "Apaan?" "Ghea nyariin lo tuh." "Halah, ngapain dia nyariin gua?" tanya Gavin heran. "Mau ngomong sesuatu katanya." "Ya telepon gua
"Loh, loh... Masalah ini kan sudah selesai. Ya memang itu sudah jadi kesalahan dia mau saja menuruti keinginanku." ucap Jaka. "Tapi kan kamu yang nyuruh, seenggaknya kamu lah yang harus bertanggung jawab." "Enggak bisa gitu dong, polisinya aja bilang aku enggak perlu ditahan kok cuma di edukasi." "Edukasi? Lah terus kenapa preman itu juga enggak ikut di edukasi dan malah yang masuk penjara, wong yang salah kamu kan." ucap Shanum. "Udah deh iya iya, aku selesain masalah ini sekarang juga. Tapi kamu pastiin loh kalau kamu sudah mencabut tuntutannya." ucap Jaka yang langsung menutup teleponnya saat itu juga setelah mendengar jawaban iya dari Shanum. Dirinya merasa sedikit lega, semoga saja masalah ini segera selesai. Terlalu banyak merepotkan mas Rian jadi membuat Shanum ingin bertindak serba sendiri sekarang, terima kasih kepada Delia yang sudah menyadarkannya. Dengan ini dirinya bisa secepatnya menjauhkan diri dari Rian. Beberapa jam sebelumnya, di pagi hari tepat jam 6 pagi. Bany
Delia tampak tercengang tapi setelahnya ia langsung bergembira didalam hati, entah kenapa ia merasa jika ini kesempatan untuknya benar-benar mendekati Rian secara full. Tidak ada yang bisa menghalangi jalannya lagi sekarang! Karena sosok Shanum yang ada di ingatannya sudah terhapus. ia merasa sangat senang. Shanum cukup kaget saat mendengar berita dari Delia kalau Rian mengalami amnesia jangka pendek, dimana amnesia itu menyebabkan Rian tidak bisa mengingat Shanum dan beberapa orang yang baru ditemuinya dalam kurun waktu beberapa bulan ini. Shanum saat itu juga langsung ke rumah sakit untuk mengecek kondisinya. Dan apakah yang dikatakan oleh Delia adalah suatu kebenaran dan bukan prank. Dan setelah dilihat ternyata ya. dia.... "Kamu beneran enggak ingat aku mas?" tanya Shanum cemas. "Kamu siapa? Apa kita saling kenal?" tanya Rian. Rasanya pilu melihat Rian mengalami amnesia seperti itu, bagaimana juga ia memberitahukan kondisinya yang seperti ini kepada nenek Aisyah? Shanum lan