"Shh, jangan patah semangat gitu lah Del, coba deh lo langsung pake cara ini, dijamin deh nanti Rian bakal klepek-klepek sama lo. Lo tahu gak sih kenapa mbak Shanum dekat sama mas Rian? Ya mungkin karena mbak Shanum sering ketemu sama dia dan juga baik. Lo harus pake cara yang sama juga buat deketin Rian." "Tapi apa bisa? Soalnya aku di mata Rian udah jelek banget kayaknya." "Bisa pokoknya. Udah lo harus tetepin pendirian lo, kalo lo pengen sama Rian ya hayo, rebut dia dari mbak Shanum dengan cara yang gue sebutin tadi." ucap Sella. Delia merasa lebih baik sekarang, dirinya tersenyum. "Makasih banyak ya." Esok paginya, Rian ketiduran dan cukup terkejut saat dilihatnya ada pesan chat dari Delia. Rian langsung membuka isi chatnya serta membacanya. "Rian, kamu pasti marah banget sama aku. Entah kenapa saat kemarin kamu berkata seperti itu ke aku benar-benar membuat aku menyesal, aku ngerasa yang aku lakuin kemarin emang keterlaluan ke mbak Shanum. Aku janji aku enggak akan ngelakuin
"Iya mbak, sambil marah-marah. Aku emang tahu sih dia wajar melakukan hal kayak gitu. Dia benar-benar nyadarin aku banget mbak."Shanum berasumsi kalau Rian mungkin langsung ke kontrakannya setelah mengantarnya pulang. Setelah mendengar perkataan ibunya kepada Rian. Dan hal itulah yang mungkin memicu kemarahan Rian kemarin. Shanum merasa tidak enak jadinya. Disaat yang sama Rian cukup terkejut saat melihat ada chatting dari Delia, apalagi saat dibuka video yang dikirimnya benar-benar menunjukkan kalau Delia merasa sangat bersalah, hingga sampai membuatnya menangis dihadapan Shanum, meminta maaf. Membuat Rian jadi merasa tidak nyaman dengan situasi ini, dirinya terlihat menghela nafas dan langsung mengetik balasan. "Iya udah cukup." balas Rian. Ternyata ia menepati janjinya yang kemarin, sepertinya memang dirinya sudah meminta maaf dengan tulus. Bahkan kini muncul chat kembali dari Delia mengatakan... "Kamu maafin aku Yan sekarang?" balas Delia. "Iya udah dimaafin. Tapi jangan diulan
"Belum. Vin dirumah Riko bu." "Ya Allah Gavin. Pulang nak, kamu kalau kabur terus gimana kuliah kamu nanti? Yang bayar biayanya kan ayah kamu." ucap Shanum. "Ayo pulang ya habis ini." ujarnya lagi. "Maaf bu, soal kuliah biar Vin aja yang bayar, Vin bentar lagi magang bu di perusahaan teman Gavin. Ibu enggak perlu khawatir.""Enggak gitu Vin, jangan kayak gitu. Kamu tetap harus kuliah dibayarin ayah kamu. Nanti kamu capek bayar sendirian. Kamu gak bisa kayak gitu. Pulang ya nak?" tanya Shanum. "Maaf bu enggak." ucap Gavin yang langsung mengakhiri sambungan teleponnya. Shanum menghela nafas. "Ck, dimatiin lagi." Ghea sudah sampai dikampusnya, ia berjalan masuk ke dalam kelasnya, disana ia sudah disambut oleh kedua temannya Sisil dan Hera, namun Ghea mengabaikan mereka sambil terus menundukkan kepalanya ketika masuk ke dalam kelas, merasa kalau dirinya sedang dijadikan pusat perhatian orang-orang disekitarnya. Ia hanya fokus ke arah kursinya lalu duduki, sambil terus menunduk dan me
"Y-ya karena aku pengen menebus kesalahanku, makanya aku ingin bersikap baik sama dia dan karena aku merasa kalau mbak Shanum memang orang yang baik." ujar Delia. Rian terdiam sedikit tidak menyangka juga, tapi apakah benar yang ia katakan barusan dari dalam hatinya? Apakah ia tulus?Shanum terus browsing untuk mencari dimana keberadaan sekolah Jihan. Jihan juga ikut menjadi juri dalam mengenali sekolah itu benar atau bukan. "Ih ini tan!" mendadak Jihan menunjuk ke hape dalam ekspresi kagetnya. Tentu saja Shanum merasa cukup senang. "Ini beneran Han? Posisi bangunannya kayak gini? Dan ada beberapa pohon didepannya?" tanya Shanum. "Iya tan, ini." Shanum langsung membaca dengan teliti dimana alamat sekolahnya."MI. Al-ikhlas 02. Jalan raden inten, nomor 02, daerah Jakarta pusat. Eh ini ada mapnya, cuma dua jam dari sini Han. Alhamdulillah ya Allah akhirnya ketemu juga." ucap Shanum penuh syukur. "Tante mau kesana?" tanya Jihan. "Iya, kapan ya kira-kira. Takutnya toko kalo ditingga
Sesampainya didalam rumahnya, Ghea langsung memberikan Jaka segelas air putih dan diminumlah olehnya saat itu juga. Suatu upaya untuk dirinya agar lebih tenang. "Om enggak nyangka ternyata kabar itu juga sampai kesini, om enggak benar-benar menyangka mereka sejulid itu sama kita." ucap Jaka. "Udahlah om, enggak usah terlalu dipikirin." "Kalo om dijulidin gitu, om langsung labrak Ge. Kamu juga harusnya labrak aja.""Tetangga soalnya om, nanti muncul keributan, aku lagi yang kena. Lagipula aku tinggal disini enggak ada yang dewasa, kalo enggak ada masalah enggak ada yang jadi penengah." ucap Ghea. "Ya terus kamu mau digituin aja? Om sih enggak, langsung dijelasin langsung." "Iya, kadang pernah sih dikampus kayak gitu, ah enggak.... Bahkan udah tiga kali aku ngelabrak orang kayak gitu terkait masalah ini. Eh ujung-ujungnya kena semprotan dosen lagi. Untung enggak di D.O." ucap Ghea. "Biarin aja selama kita benar mah." Esok paginya. Shanum memutuskan untuk pergi ke Jakarta saat itu be
"Vin, ibu di Jakarta sekarang, kamu udah pulang kuliah kan? Ibu ke kampus kamu ya?" tanya Shanum. "Loh, ibu disini? Kok bisa bu? Mau ngapain? Vin, lagi kuliah." ucap Gavin. "Iya ada perlu tadi, ibu ke kampus kamu ya sekarang." ucap Shanum langsung mematikan ponselnya padahal Gavin belum selesai bicara ketika itu. Shanum langsung pergi saat itu juga. Menyusul Gavin ke kampusnya. Shanum keluar dari angkot, dan tak lama ia pun tiba dihadapan kampus Gavin. Ia langsung berjalan cepat menuju area dalam kampus, disana ia mulai menelepon kembali Gavin saat itu, kebetulan juga banyak yang sudah pulang untuk kuliah pagi, mungkin Gavin juga sudah pulang sekarang. Namun ketika sedang semangatnya ia masuk ke dalam kampus, mendadak kedua matanya membulat saat melihat Ghea dihadapan sana, berniat akan pulang juga, sudah memakai tasnya bersama teman-temannya.Apalagi saat dilihatnya Ghea memakai tas yang super mahal dari Jaka dulu, yang harganya 8 jutaan. Sangat tidak dipercaya, ia terlalu bersema
Doni mendempet ke dekat Rina dan berbisik. "Bu maaf, tapi memang benar yang saya katakan. Mbak Delianya enggak ada di kantor ini. Pak Rian sangat berharap ibu tidak menyita waktunya untuk menunggu kehadirannya soalnya tidak akan datang." bisik Doni, setelah menerima sebuah pesan ancaman dari Rian untuk segera memulangkan kembali ibunya. Mau tak mau pun ia terpaksa membujuk dengan cara seperti ini, sekalipun orang yang sedang dibicarakan olehnya tepat ada didepan mereka. Delia sedikit mendengar suara Doni dibelakangnya, ia kemudian menoleh ke arahnya dan terkejut saat melihat disebelah Doni ada Rina yang usianya cukup dikatakan kategori ibu-ibu disertai dengan penampilannya yang cukup modis. Rina tidak percaya. "Udahlah sebanyak apapun kata pencegahan kamu, saya akan tetap menemui anak saya dan cari dengan mata kepala saya sendiri tentang keberadaan Delia." Merasa namanya disebut, Delia langsung menoleh ke arah mereka, Doni merasa gawat, menepuk jidatnya. "Ibu menyebut nama saya
"Saya tahu pasti kamu memendam sesuatu kan mengenai hubungan saya dan mbak Shanum? Saya ingin tahu selama ini apa yang terjadi antara saya dengan mbak Shanum." ucap Rian. "Apa yang diomongin orang-orang mengenai bapak amnesia itu benar pak?" "Iya saya benar amnesia." Doni membulat sesaat kedua matanya. Lalu ia mulai paham sekarang. "Pantesan." ucapnya. "Pantesan?" tanya Rian. "Sebelum bapak amnesia, bapak sering banget melibatkan diri ke dalam hidup mbak Shanum. ucap Doni. "Ya, saya inget sedikit-sedikit mengenai itu." ucap Rian.Doni tersenyum dan mulai ceritakan tentang beberapa hal penting yang pernah terjadi diantara mereka. "Mulai dari awal ya pak, jadi bapak pertama kali ketemu sama bu Shanum saat di rumah sakit, terus kebetulan bu Shanum juga sering menghubungi bapak sebagai pemilik kios di pasar. Dari sana bapak dan bu Shanum saling bekerja sama dalam bisnis beras bukan hanya sebagai pemilik kios dan penyewanya, setelah itu kalian saling komunikasi intens, cukup dekat ke