"Apa?" tanya Jonathan sesaat setelah Raka menutup sambungan teleponnya. Raka menoleh lalu menyeringai kesal ke arah Jonathan, "Udah nyuruh, terus ngomongnya judes pula ... emang kagak ada ahlak-nya lo!" sentak Raka sambil menunjuk Jonathan dengan ponselnya lalu menyimpan kembali ponselnya di meja."Berisik, udah jawab aja pertanyaan aku, ini juga bukan pertanyaan sulit sesulit pertanyaan kalkulus, Raka," hardik Jonathan kesal sambil memicingkan matanya ke arah Raka yang langsung mendapatkan wajah ektra masam dari Raka. Andai Jonathan tidak membutuhkan jawaban dari Raka mungkin saat ini Raka sudah habis dimaki-maki oleh Jonathan. "Jawab aja, sudah banget!""Ampun deh, bener-bener nggak ada sopan-sopannya jadi manusia, udah bikin gue rugi karena kurang pegawai, dan sekarang malah marah-marah, sadar Pak!" seru Raka ketus seraya mengambil botol air mineral lalu meminum isinya hingga tandas, tenggorokannya tiba-tiba terasa sangat kering akibat berbicara dengan Jonathan, lelaki ngenes yan
Kaluna melihat ponselnya dan menggerakkan jempolnya naik turun untuk melihat beratus-ratus chat yang ia berikan untuk Jonathan. Sesekali terdengar suara helaan napas berat Kaluna saat dirinya membaca chat-an kekesalah pada Jonathan karena merelakan dirinya semudah itu pada Emma. Pengecut!"Kamu maunya apa sih?" tanya Kaluna sambil bangkit dari tidurnya dan memukul-mukul ponselnya dengan gemas, "kamu bilang percaya sama kamu, percaya kalau kamu nggak bakal lepasin aku, tapi ...."Kaluna mengambil bantal dan melemparkannya ke sembarang tempat, "Argh!!! Berengsek kamu Jonathan!" maki Kaluna geram sambil mengacak rambutnya dengan kedua tangannya seperti orang kurang waras."Kamu itu, aduh ... ampun deh, mana kamu nggak bisa dihubungi karena nomer kamu malah kartu sim card-nya di kasihin ke Ibu! Kok kamu semunafik itu sih!" maki Kaluna lagi sambil melemparkan tubuhnya ke samping dan kembali menangis kesal.Kaluna mengusap bagian bawah matanya yang mulai terasa perih dan sakit karena lecet
"Ini, Pak, makasih," ucap Kaluna sambil menyerahkan uang ke supir taksi yang membawanya ke depan restoran Moon yang terlihat masih sepi karena waktu baru menunjukkan pukul sepuluh pagi. Kaluna yang paham dengan ritme kerja restoran paham kalau jam sepuluh pagi, restoran masih bersiap untuk buka di jam sebelas siang. Kaluna yakin semua sedang sibuk dengan pekerjaan dan tanggung jawabnya masing-masing. Dengan menyeret langkahnya ia mencoba masuk ke dalam restoran yang memiliki berjuta kenangan antara dirinya dan Jonathan. Di setiap sudut restoran moon memiliki kisahnya sendiri yang berhubungan dengan percintaan Jonathan dan Kaluna. Saat Kaluna melangkahkan kakinya ke teras restoran, spontan ia melihat ke kiri mencoba mencari sepeda Jonathan yang selalu terparkir di sana.Dengan kesal ia memalingkan mukanya untuk kembali melihat ke dalam restoran karena ia kembali mengingat senyuman Jonathan di berita yang ia lihat tadi. Kesal, iya ... hanya satu kata itu saja yang bisa melukiskan pera
"Kamu tenang dulu, aku nggak paham kamu ngomong apa kalau kamu marah-marah, gini, loh, Dek," ucap Wisnu sambil menekan telunjuknya ke lubang telinga supaya bisa mendengar perkataan Emma yang lebih terdengar seperti orang yang sedang kumur-kumur dari pada berbicara."Gi-gimana aku mau tenang, itu anak udah keterlaluan, Mas ... aku ngerasa nggak dihargai, Mas, coba ...."Wisnu berkacak pinggang sambil melihat ke arah luar jendela, melihat pemandangan lahan sawit yang terhampar. Saat ini ia sedang berada di salah satu lokasi lahan sawit miliknya yang berada di Sumatera Selatan, ada sesuatu hal yang harus ia urus hingga mau tidak mau ia harus ke sana dan meninggalkan Emma yang masih dalam keadaan tidak stabil pasca Jonathan merelakan Kaluna."Dek ... Mas nggak paham kalau kamu ngomongnya sambil nangis dan ngebut kaya gini, coba ngomongnya pelan-pelan yang manis, gitu, biar Mas paham," pinta Wisnu mencoba menenangkan Emma yang terus mengoceh tanpa titik dan koma. "Mas nggak pernah paham p
"Kamu ngapain ke sini dan gimana caranya kamu tahu alamat kantor saya?" tanya Wisnu sambil meminum kopi hitam yang terasa pahit di lidahnya dimana Wisnu berharap rasa pahit itu bisa membuat ia mengalihkan kesemberautan pikirannya saat ini."Ingat waktu Om saya tabrak?" tanya Jonathan yang langsung di jawab anggukkan oleh Wisnu, "Om kan, kasih kartu nama ke saya dan entah gimana caranya kemarin tiba-tiba saya menemukan kartu nama itu di saku celana yang saya pakai."Wisnu tertawa tipis, kocak rasanya mendengarkan penuturan Jonathan yang terdengar sangat klise dan mirip seperti alur cerita cinta picisan yang suka ada di salah satu TV swasta berlogo ikan terbang. "Ntah saya harus percaya atau nggak. Tapi, melihat kamu ada di sini yah, saya percaya aja. Padahal kamu bisa bilang dengan cari nama saya di Googleeeee," ucap Wisnu."Saya nggak kepikiran." Jonathan tertawa geli karena apa yang dikatakan Wisnu benar, kenapa dia tidak sampai berpikir ke sana dan malah berpatokan pada kartu nama W
"Lalu apakah setelah semua yang Om lakukan itu menjadikan Ibu bahagia?"Deg!Jantung Wisnu seolah berlari ke kerongkongannya saat mendengar pertanyaan Jonathan, ia sadar kalau apa yang ia ceritakan tadi malah membuat celah agar Jonathan bisa membujuknya agar membantu. "Apakah setelah pengorbanan yang Om lakukan membuat Ibu senang? Jonathan rasa nggak, malah Jonathan merasa Ibu dulu sangat-sangat tersiksa. Jarang Jonathan melihat Ibu tersenyum, berbeda dengan saat ini. Ibu sangat suka tersenyum saat sudah kembali bersama dengan Om," ucap Jonathan lagi yang saat ini makin merasa mendapatkan celah untuk mendapatkan bantuan dari Wisnu."Tapi, apa yang terjadi pada saya dan Emma itu sudah takdir, dan sudah terjadi." Wisnu masih mencoba berkelit."Iya, paham ... makanya saya meminta Om Wisnu membantu saya untuk membujuk Ibu agar sejarah tidak terulang kembali dan lagi, hubungan saya dan Kaluna masih bisa diselamatkan, hubungan kami saat ini masih bisa diselamatkan, benarkan Om Wisnu?" tanya
Suara halilintar terdengar jelas di kuping Jonathan, ia dengan cekatan melajukan mobilnya membelah jalanan kota Jakarta untuk kembali pulang ke rumah setelah selesai semua pekerjaan dan urusannya di Palembang, bahkan ia sudah memulangkan kembali Fina ke rumahnya. Sepanjang perjalanan Jonathan tak henti-hentinya tersenyum bahagia, ia bahkan sudah membuat janji dengan Fina untuk pertemuan antara Wisnu, Emma dan Fina. Bahkan Jonatgan sudah menelepon Wisnu untuk mengingatkan kembali tentang pertemuan tersebut. Bahkan sangking terlalu bahagianya, Jonathan tidak merasa lelah sama sekali padahal tiga jam yang lalu ia baru saja turun dari pesawat yang memulangkan dirinya dari Palembang, untungnya dia selalu menitipkan mobilnya di Bandara sehingga ia bisa pulang dengan cepat tanpa perlu menunggu taksi online atau jemputan. Saat ia membelokkan mobilnya ke kiri untuk memasuki komplek perumahannya, ekor mata Jonathan menangkap sosok yang tak asing, seorang wanita sedang berjalan sendirian tanp
"Yang! Ayang!" teriak Jonathan di tengah guyuran hujan. Udara dingin sama sekali tidak Jonathan indahkan, ia terus berlari sambil memanggil Kaluna yang sudah berjalan di depannya. Untungnya suasana jalan sepi dan sudah masuk ke dalam jalan komplek hingga tidak banyak mobil yang berlalu lalang, mobil Jonathan pun tidak memacetkan walau Jonathan parkirkan di bahu jalan."Ayang!" teriak Jonathan lebih lantang lagi hingga seluruh urat di lehernya terlihat.Kaluna menghentikan langkahnya lalu berbalik melihat Jonathan, "Apa? Mau apa? Mau ajak aku pulang ke rumah Ibu, hah?" tanya Kaluna sambil memicingkan matanya berusaha untuk melihat sosok Jonathan yang tak terlihat jelas akibat derasnya air hujan.Saat Jonathan sadar kalau Kaluna sudah berdiri, dengan cepat Jonathan berlari mengejar Kaluna lalu kedua tangan Jonathan langsung memeluk Kaluna dan mengangkat tubuh Kaluna seperti mengangkat karung beras."Kamu mau apa? Turun nggak!" jerit Kaluna kaget karena tiba-tiba saja ia sudah ada di bah