Emma berjalan secepat mungkin sambil mendorong trolly yang rodanya berputar sangat cepat seolah ingin sesegera mungkin menghilang dari sana. "Gila! Pamungkas Gila!" batin Emma sambil terus mendorong trolly-nya sekencang mungkin hingga beberapa kali ia mendapatkan lirikan kesal dan teriakkan karena berjalan tidak hati-hati. Tapi, Emma tidak peduli dan enggan untuk melambatkan langkah kakinya. Lebih baik ia dimarahi dan ditatap kesal oleh orang-orang sekitarnya dari pada harus bertemu dengan Pamungkas."Kenapa juga harus ketemu itu manusia?" umpat Emma dengan suara sekecil mungkin dan mata terus menatap ke depan. Di kepala Emma saat ini hanya bagaimana caranya supaya dia bisa sampai ke arah pintu kaca keluar tempat itu secepat mungkin agar dia tidak bernapas di satu udara yang sama dengan Pamungkas! Pengap."Gila, kenapa pria itu nggak punya otak! Apa dia nggak ada rasa bersalah atau apa gitu? Kenapa bisa semudah itu dia minta maaf dan berharap aku dan Kaluna akan membuka tangan seleba
Pamungkas berjalan pelan melewati lorong gelap nan sempit yang berbau busuk dan udaranya membuat dirinya terasa sangat sesak bukan main, hingga untuk bernapas saja Pamungkas harus menggunakan mulutnya bukan hidungnya karena bau busuk nan menyengat yang sudah tidak bisa ia tolerir lagi.Tubuhnya terasa sangat limbung hingga mau tidak mau setiap ia melangkahkan kakinya kedua tangannya harus menahan bobot tubuhnya dengan cara menekan dinding yang ada di kanan juga kiri tubuhnya. Menghimpitnya seolah Pamungkas adalah tikus busuk percobaan yang tidak bisa pergi ke mana-mana. Pamungkas mencoba mengingat kenapa ia ada di sana dengan susah payah, tapi, sialnya ia hanya ingat dirinya berteriak memohon ampun pada Kaluna di dalam lift. Pamungkas berteriak hingga berjongkok lalu ia ingat kalau dirinya menangis histeris dan menjerit juga memaki kebodohan dirinya karena menpercayai ibu dan adik kandungnya.Mempercayai fitnahannya tentang Emma, wanita yang ia minta secara baik-baik dari orang tuan
Plak!!!Sebuah tamparan di pipi kanannya seolah menariknya ke alam sadar, memaksanya untuk mengumpulkan nyawanya dengan cepat dan memintanya untuk membuka matanya selebar mungkin. "Kaluna!!!" Pamungkas berteriak keras sambil membuka matanya dan terbangun dari tidurnya lalu ia melihat wajah Farida yang sedang menatapnya takut."Kaluna! Mana Kaluna?" tanya Pamungkas sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan dengan liar. Ia kemudian melihat Frida dan mencengkeram lengannya dan kembali berteriak keras, "Kaluna mana!""Apa sih Mas Pamungkas? Kamu kenapa tiba-tiba ingat dengan anak lonte itu?" tanya Frida heran bercampur kaget karena sudah hampir tujuh tahun Frida tidak pernah mendengar Pamungkas memanggil nama Kaluna. Pamungkas meloncat dari ranjang dan berjalan seperti orang kesetanan mengelilingi juga memeriksa setiap sudut ruangan yang mungkin saja di gunakan Kaluna untuk bersembunyi. “Mimpi … mimpi, hahaha … mimpi!”"Mas kenapa?" tanya Frida yang bingung, sambil menc
"Yang," panggil Jonathan saat ia melangkahkan kakinya ke dalam rumah dan melihat Kaluna sedang asik berada di depan kompor, entah apa yang ia masak."Hai, kamu udah pulang? Kok tumben?" tanya Kaluna penuh semangat sambil mematikan kompor dan membawa mangkuk."Udah ... tadi aku cuman ngurus resep dan chef choise untuk bulan depan. Sama ngurusin kerjaan bekas si McFlurry sialan yang amburadul," keluk Jonathan sambil membuka menyimpan tas yang terasa sangat berat di bahunya. Membawa hampir semua buku resep yang ia miliki benar-benar membuat ia berolah raga sejenak."Salah sendiri memperkerjakan orang ngasal, jangan bilang si Raka ambil si Mcflurry cuman karena bayarannya murah," tebak Kaluna sambil memasukkan hasil masakannya ke dalam mangkok lalu menyimpan di atas meja.Jonathan terbatuk berkali-kali saat mencium aroma makanan yang ada di atas meja, "Apa ini? Kamu masak apa? Racun jenis baru?" tanya Jonathan sambil mengibaskan tangannya di depan wajahnya untuk menghilangkan bau yang ter
"Kamu nggak pulang?" tanya Jonathan yang melihat Kaluna sedang berjalan hilir mudik di depannya. Setelah tragedi seblak tadi, Kaluna akhirnya memutuskan untuk memasak makanan yang bisa Jonathan makan. Akhirnya ia membuat chicken parmesan dan caesar salad, makanan yang sehat juga cocok di makan Jonathan. Bukan seblak ala dirinya yang membuat Jonathan menghabiskan satu liter susu murni karena kepedesan."Pulang?" tanya Kaluna sambil mengambil ponsel yang baru saja ia isi dayanya lalu duduk di samping Jonathan yang sibuk dengan berbagai macam resep yang harus ia pilih untuk besok. "Iya pulang, nanti Ibu nyari," ucap Jonathan sambil melirik jam yang ada di dinding dan sudah menunjukkan jam 8 malam. "Rumah aku di sini, aku nggak mau pulang," tolak Kaluna sambil mengambil salah satu menu yang akan Jonathan pilih, "kayanya kalau kamu bikin menu prime NY sirloin steak bisa loh, karena bahan-bahannya bakal cocok sama bahan dari st—""Kamu nggak pulang, Sayang?" tanya Jonathan yang kesal kar
"Nak ... tolong Ayah, Nak ... tolong, sakit ....."Kaluna mematung dan terdiam mendengar suara rintihan seorang pria yang terdengar seperti orang menanti ajal. Bahkan Kaluna mendengar suara seperti tecekik yang sangat menyeramkan hingga tanpa Kaluna sadari bulu kuduknya sudah berdiri.“Nak … maafkan, Ayah,” bisik pria yang ada di ujung sana yang membuat Kaluna makin bergidik ngeri.“Yang,” bisik Jonathan yang waswas karena melihat air wajah Kaluna yang mengeras dan melihat ke depan tanpa berkedip sama sekali. Kenapa lagi dengan calon istrinya ini? Sependengarannya tadi Kaluna mengangkat telepon dari seorang yang bilang kalau orang itu adalah nenek Kaluna.Sepengetahuan Jonathan satu-satunya nenek yang Kaluna miliki dari pihak ayahnya dan terakhir kali mereka bertemu itu saat nenek tua itu meminta uang untuk mengeluarkan Pamungkas dari penjara dan berakhir Kaluna meminta uangnya lalu masuk ke rumah sakit. Tanpa sadar Jonathan menggemeretakkan giginya menahan amarah mengingat kejadian K
“Tadi siapa?” tanya Kaluna sesaat setelah Jonathan memberikan ponsel ke tangannya. “Orang gila,” maki Jonathan kesal sambil berjalan ke arah kulkas dan mengambil sebotol air putih lalu meneguknya hingga tandas. Rasa segar air di kerongkongannya membuat emosinya berangsur-angsur turun. “Kalau orang gila kok teleponnya lama banget?” tanya Kaluna sambil membuka ponselnya dan mencoba mencari nomer orang gila yang tadi menelepon dirinya, “kalau orang gila kan, lebih baik diabaikan saja terus ditutup teleponnya.”“Karena orang gila itu nggak punya otak dan bikin aku emosi,” ucap Jonathan sambil membanting pintu kulkas karena kesal dan melirik ke arah Kaluna yang masih menggerakkan jemarinya untuk mencari sesuatu di ponsel, “nyari apa?”“Nomer orang gila,” jawab Kaluna santai sambil melirik Jonathan sambil lalu.“Udah aku hapus dan aku blok, ngapain juga kamu cari-cari. Nggak guna,” maki Jonathan sambil berjalan ke arah Kaluna dan kembali mengambil ponselnya. “Nggak usah dicari! Nggak gun
“Masuk, anggap aja rumah sendiri,” ucap Frida sambil berjalan mundur ke belakang dengan menyeret sebelah kakinya. Kaluna dengan cepat memperhatikan cara jalan Frida yang aneh karena terlihat menyeret kaki kanannya dan terdapat beberapa perban di sekelilingnya. Ada rasa penasaran yang membuat Kaluna ingin bertanya tentang keadaan bibinya itu tapi, amarah dan dendam menutup smeuanya bahkan tanpa sadar Kaluna mengucapkan rasa syukur karena bibinya itu menderita entah karena apa, kalau bisa mampus sekalian.Kaluna mengalihkan matanya melihat ruangan yang ia masuki, tanpa Kaluna sadari rasa sesak dan bulu kuduknya tiba-tiba berdiri. Memorinya tanpa belas kasihan menyeretnya ke masa-masa paling kelam dan menjijikan yang pernah ia alami.Iya … dia berbohong tidak mengingat tentang Pamungkas dan masa lalunya saat di IGD. Kaluna pura-pura tidak mengingatnya karena terlalu sakit hati dan muak dengan kelakuan Pamungkas yang sangat membenci dirinya. Ia ingin hidupnya tenang dan tidak lagi memped